Terbaik di Asia (Lagi), Masa Jaya Rupiah akan Segera Kembali?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 April 2020 17:05
Ilustrasi Uang Dolar/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Foto: Ilustrasi Uang Dolar/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Secara global, penyebaran pandemi COVID-19 terus menunjukkan pelambatan, meski di beberapa wilayah termasuk Indonesia masih dalam tren naik.

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 14 April terjadi penambahan kasus 4,05% sehingga total menjadi 1,84 juta kasus. Persentase penambahan tersebut merupakan yang terendah sejak 10 Maret.

Eropa yang menjadi episentrum penyebaran sebelum AS bahkan sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown-nya setelah penyebaran COVID-19 terus melambat.

CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.



Spanyol sudah mengizinkan beberapa aktivitas konstruksi bekerja kembali, begitu juga dengan pabrik-pabrik sudah mulai beroperasi sejak hari Senin. Sementara itu Italia mulai mengizinkan beberapa usaha untuk kembali beraktivitas hari ini.

Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.

Pelambatan penyebaran COVID-19 dan mulai dilonggarkannya lockdown di Eropa memunculkan harapan pandemi COVID-19 akan segara berakhir, dan perekonomian segera bangkit.

China sudah membuktikan hal tersebut bisa terjadi. Akhir Maret lalu, Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China di bulan Maret dilaporkan sebesar 52, melesat dibandingkan bulan Februari 35,7.

Indeks PMI di atas 50 berarti sektor manufaktur sudah kembali berekspansi di bulan ini. Sementara di bawah 50 berarti kontraksi.



Kemudian, data neraca perdagangan Negeri Tiongkok yang dirilis Selasa kemarin memberikan gambaran yang sama. Memang ekspor dan impor Negeri Tiongkok menunjukkan penurunan, tetapi tidak seburuk prediksi.

Ekspor China denominasi dolar AS pada bulan Maret turun 6,6% year-on-year (YoY) jauh lebih baik dibandingkan prediksi Reuters yakni penurunan sebesar 14% YoY. Sementara impor pada periode yang sama turun 0,9% YoY, lebih bagus daripada prediksi penurunan 9,5% YoY.

Akibatnya neraca dagang China mengalami surplus US$ 19,9 miliar, lebih tinggi ketimbang prediksi US$ 18,55 miliar.

Rilis data yang lebih baik dari prediksi menunjukkan roda perekonomian China mulai berputar kembali pasca dihantam pandemi virus corona (COVID-19).

Pelambatan penyebaran COVID-19 secara global serta beransur pulihnya aktivitas ekonomi China membuat pelaku pasar kembali melirik aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi. Aliran modal asing (hot money) akhirnya kembali masuk ke pasar keuangan RI.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar. Inflow tersebut membuat rupiah menjadi stabil dan kembali perkasa. Berbeda dengan bulan Maret lalu, terjadi outflow ratusan triliun yang membuat kurs rupiah jeblok

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular