Rupiah ke 15.000/US$? Sepertinya Tak Perlu Tunggu Akhir Tahun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 April 2020 07:20
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar AS pada perdagangan Selasa (14/4/2020) kemarin, meski tipis tapi cukup memperpanjang kinerja impresif sejak pekan lalu. Rupiah hari ini mengakhiri perdagangan di level Rp 15.610/US$ atau menguat 0,06% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mata Uang Garuda pun kini semakin dekat dengan Rp 15.000/US$, yang menjadi "target" Bank Indonesia di akhir tahun ini.

"Bahwa kami memandang rupiah yang sekarang undervalue, memadai karena memang risiko global lagi tinggi dan ke depannya akan cenderung stabil bahkan menguat karena akan ada portfolio inflow yang lebih besar," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, Kamis (2/4/2020).

"Dengan langkah bersama kami yakin nilai tukar rupiah tidak hanya stabil tapi bahkan menguat di Rp 15.000 di akhir tahun ini," kata dia.

Tidak hanya sekali, tetapi Gubernur Perry berkali-kali menegaskan rupiah akan berada di level Rp 15.000/US$ di akhir tahun.



Melihat pergerakan rupiah belakangan ini, rasa-rasanya tidak perlu menunggu sampai akhir tahun level tersebut bisa dilewati.

Total sejak pekan lalu hingga Selasa kemarin, rupiah mencatat penguatan nyaris 5%. Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah menguat tajam kemarin. Penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) yang mulai melambat memunculkan harapan segera berakhirnya masa karantina di beberapa wilayah/negara. Dengan begitu diharapkan roda perekonomian kembali berputar.



Meski di beberapa wilayah kembali mengalami peningkatan, tetapi secara global berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 13 April terjadi penambahan kasus 4,51% sehingga total menjadi 1,77 juta kasus. Persentase penambahan tersebut merupakan yang terendah sejak 11 Maret.



Penyebaran di Eropa yang merupakan episentrum COVID-19 sudah mengalami penurunan signifikan, dan aktivitas ekonomi berangsur pulih. CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.

Spanyol sudah mengijinkan beberapa aktivitas konstruksi bekerja kembali, begitu juga dengan pabrik-pabrik sudah mulai beroperasi sejak hari Senin. Sementara itu Italia mulai mengijinkan beberapa usaha untuk kembali beraktivitas hari ini.

Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.

Berdasarkan data CEIC, Spanyol hari ini melaporkan penambahan kasus sebanyak 3.477 kasus, menjadi yang terendah sejak 20 Maret. Italia melaporkan 3.153 kasus, terendah sejak 15 Maret, dan Jerman melaporkan 2.082 kasus terendah sejak 19 Maret.



Ketika pandemi berhasil dihentikan, niscaya perekonomian akan segera bangkit. China, negara asal virus corona sudah membuktikan hal tersebut. China sudah sukses meredam penyebaran virus corona, meski kini sedang menghadapi penyebaran dari kasus "impor" atau orang-orang yang datang ke China dari luar negeri, tetapi jumlahnya tidak signifikan dibandingkan penyebaran lokal yang terjadi sejak awal tahun. Akfivitas ekonomi Negeri Tiongkok pun berangsur-angsur pulih kembali.

Akhir Maret lalu, Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China di bulan Maret dilaporkan sebesar 52, melesat dibandingkan bulan Februari 35,7.
Indeks PMI di atas 50 berarti sektor manufaktur sudah kembali berekspansi di bulan ini. Sementara di bawah 50 berarti kontraksi.

Kemudian, data neraca perdagangan Negeri Tiongkok yang dirilis Selasa kemarin memberikan gambaran yang sama. Ekspor dan impor Negeri Tiongkok memang masih menunjukkan penurunan, tetapi tidak seburuk prediksi.

Ekspor China denominasi dolar AS pada bulan Maret turun 6,6% year-on-year (YoY) jauh lebih baik dibandingkan prediksi Reuters yakni penurunan sebesar 14% YoY. Sementara impor pada periode yang sama turun 0,9% YoY, lebih bagus daripada prediksi penurunan 9,5% YoY.

Akibatnya neraca dagang China mengalami surplus US$ 19,9 miliar, lebih tinggi ketimbang prediksi US$ 18,55 miliar.

Untuk denominasi yuan, ekspor hanya turun 3,5%, sementara impor naik 2,4%, sehingga neraca perdagangan denominasi yuan surplus 139 miliar yuan.
Rilis data yang lebih baik dari prediksi menunjukkan roda perekonomian China mulai berputar kembali pasca dihantam pandemi virus corona (COVID-19).
 

Di Indonesia, penambahan kasus COVID-19 masih dalam tren naik, sebab kasus pertama baru dilaporkan pada awal Maret lalu. Hingga Selasa kemarin, tercatat jumlah kasus sebanyak 4.839, dengan 459 orang meninggal dunia dan 428 orang dinyatakan sembuh.

Guna memerangi Pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia menggelontorkan stimulus senilai Rp 450,1 triliun. Sebagian besar, atau nyaris 40% dari itu, dialokasikan untuk pemulihan ekonomi nasional dengan alokasi Rp 150 triliun. Alokasi terbesar kedua adalah jaring pengaman sosial (JPS) atau social safety net dengan nilai Rp 110 triliun. Selanjutnya, alokasi untuk dana kesehatan sebesar Rp 75 triliun, dan terakhir Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan.

Semenjak stimulus tersebut diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 31 Maret lalu, nilai tukar rupiah menjadi lebih stabil. Sebelumnya pada pekan kedua dan ketiga Maret, rupiah mengalami tekanan hebat, dalam sehari rupiah sempat ambles lebih dari 4% hingga menyentuh level Rp 16.620/US$ pada 23 Maret lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 1998 kala rupiah menyentuh rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$.

Gelontoran stimulus oleh Pemerintah membuat para investor mulai percaya Indonesia akan mampu mengatasi pandemi yang telah merenggut nyawa nyaris 120 ribu orang diseluruh dunia.



Meningkatkan kepercayaan investor asing tercermin dari aliran modal asing (hot money) yang masuk ke dalam negeri sejak awal April.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar. Sementara sepanjang Maret lalu, terjadi outflow ratusan triliun yang membuat kurs rupiah jeblok.

Tidak hanya pemerintah, BI juga berperan dalam memerangi virus corona serta dampaknya ke perekonomian melalui stimulus moneter.



Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin mempertahankan suku bunga acuan (7 Day Reverse Repo Rate) sebesar 4,5%, lending facility menjadi 5,25% dan deposit facility 3,75%. Sebelumnya BI sudah dua kali memangkas suku bunga masing-masing 25 basis poin (bps) pada Februari dan Maret lalu.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga likuiditas di pasar agar tidak terjadi pengetatan yang disebabkan penurunan aktivitas ekonomi akibat pandemi COVID-19. BI juga mengeluarkan baruan kebijakan lainnya, guna memitigasi risiko pandemi COVID-19, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, stabilnya nilai tukar rupiah belakangan ini, bahkan mencatat penguatan tajam juga tidak lepas dari peran BI melalui triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

Sejauh ini, upaya Perry dkk menstabilkan rupiah cukup berhasil, bahkan rupiah mencatat penguatan tajam sejak pekan lalu.



Meski kemarin BI menahan suku bunga acuannya, tetapi bukan berarti tanpa stimulus. "Peluru" kembali dimuntahkan dari jalan MH Thamrin, Perry menegaskan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19 dengan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas (quantitative easing).

"Untuk dukung upaya pemulihan ekonomi nasional, BI melakukan pelonggaran moneter," kata Perry, Selasa (14/4/2020).

Selama ini, BI sudah melakukan quantitative easing hampir Rp 300 triliun dan ke depan akan bertambah lagi.

Peningkatan quantitative easing dilakukan melalui:
  1. Penyediaan term repo dengan underlying SBN dengan tenor sampai dengan satu tahun.
  2. Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank konvensional dan 50 bps untuk bank syariah, berlaku mulai 1 Mei. Langkah ini diperkirakan mampu menambah likuiditas perbankan sekitar Rp 102 triliun.
  3. Tidak memberlakukan kewajiban menambah giro untuk penambahan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik untuk bank konvensional dan bank syariah, berlaku mulai 1 Mei selama satu tahun. Kebijakan ini akan menambah likuiditas sekitar Rp 15,8 triliun.
Stimulus tambahan dari BI tentunya meningkatkan keyakinan pasar perekonomian akan segera bangkit saat COVID-19 berhasil dihentikan.

Perry juga mengatakan aliran modal asing kembali masuk setelah pemerintah dan BI mengeluarkan berbagai "amunisinya". 
 
"Apresiasi rupiah pada April 2020 didorong kembali meningkatnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik pasca ditempuhnya berbagai kebijakan di banyak negara untuk memitigasi dampak penyebaran Covid-19, termasuk Indonesia," ujar Perry

Jika aliran modal terus mengalir ke dalam negeri, ke depannya rupiah bisa terus menguat. Respon rupiah terhadap kebijakan tersebut baru akan terlihat pada hari ini, Rabu (14/4/2020), jika tidak ada perubahan yang berarti dari eksternal, atau tidak ada lonjakan kasus COVID-19, rupiah berpeluang kembali menguat mendekati target akhir tahun BI Rp 15.000/US$




Rupiah yang disimbolkan USD/IDR menguat tajam sejak pekan lalu, dampaknya kini posisinya berada di wilayah jenuh jual (oversold) pada indikator stochastic harian. Tetapi jika melihat Stochastic mingguan atau bulanan untuk melihat proyeksi jangka panjang, USD/IDR masi berada di wilayah jenuh beli (overbought) pada stochastic mingguan, dan mendekati overbought pada stochastic bulanan. 

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas level 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang turun, yang artinya dolar AS berpeluang melemah jika stochastic mencapai overbought. 


HoldGrafik: Rupiah (USD/IDR) Mingguan
Sumber: Refinitiv


Level Rp 16.000/US$ yang merupakan level psikologis menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Selama level tersebut tidak dilewati, rupiah berpeluang terus menguat (USD/IDR bergerak turun) menuju support (tahanan bawah) Rp 15.200-15.250/US$. 

Support tersebut bisa menjadi kunci pergerakan rupiah nantinya. Jika berhasil dilewati, rupiah berpotensi menguat menuju Rp 14.600/US$. Sementara jika gagal ditembus, rupiah akan bergerak sideways di rentang Rp 15.200 sampai Rp 16.000/US$. 



TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular