
Rupiah Perkasa, Libas Dolar AS, Hingga Mata Uang Asia & Eropa
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 April 2020 16:36

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini hingga kembali ke bawah Rp 16.000/US$.
Sepanjang pekan ini, Mata Uang Garuda membukukan penguatan 3,66% melawan dolar AS ke Rp 15.800/US$. Penguatan paling tajam terjadi pada Kamis lalu, ketika melesat 2,17%. Persentase penguatan harian tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir, tepatnya sejak 7 Oktober 2015, kala rupiah menguat 3,1%.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah menguat tajam kemarin. Penyebaran pandemi Covid-19 yang mulai melambat memunculkan harapan segera berakhirnya masa karantina di beberapa wilayah/negara. Dengan begitu diharapkan roda perekonomian kembali berputar.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan Bank Sentral AS (The Fed) New York juga memberikan efek positif ke rupiah. The Fed New York nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.
"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry, Selasa (7/4/2020).
BI mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.
Rupiah pun bisa perkasa kembali, tidak hanya melawan dolar AS, tetapi melawan mata uang utama Asia dan Eropa. Semua dilibas oleh Mata Uang Garuda.
Rupiah mampu menguat 3,66% melawan dolar Hong Kong, terbesar diantara mata uang utama Asia lainnya. Won Korea Selatan menjadi mata uang yang pelemahannya paling kecil melawan rupiah, 1,58%.
Sementara mata uang Eropa, euro, poundsterling hingga franc Swiss melemah lebih dari 2%.
Meningkatnya keyakinan investor yang disebut BI membuat aliran modal asing kembali masuk ke Indonesia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, memasuki kuartal II-2020, aliran hot money di pasar obligasi mulai stabil, sejalan dengan pergerakan rupiah. Dari dari DJPPR menunjukkan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.
Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat, begitu juga sebaliknya.
Data dari DJPPR menunjukkan sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi. Hal tersebut membuat nilai tukar rupiah ambles 13,67% sepanjang bulan lalu, persentase tersebut menjadi pelemahan terbesar sejak Oktober 2008 ketika ambrol 14,77%. Rupiah juga sempat menyentuh level Rp 16.620/US$ pada 24 Maret, level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 1998, ketika rupiah menyentuh rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Sepanjang pekan ini, Mata Uang Garuda membukukan penguatan 3,66% melawan dolar AS ke Rp 15.800/US$. Penguatan paling tajam terjadi pada Kamis lalu, ketika melesat 2,17%. Persentase penguatan harian tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir, tepatnya sejak 7 Oktober 2015, kala rupiah menguat 3,1%.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan Bank Sentral AS (The Fed) New York juga memberikan efek positif ke rupiah. The Fed New York nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.
"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry, Selasa (7/4/2020).
BI mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.
Rupiah pun bisa perkasa kembali, tidak hanya melawan dolar AS, tetapi melawan mata uang utama Asia dan Eropa. Semua dilibas oleh Mata Uang Garuda.
Rupiah mampu menguat 3,66% melawan dolar Hong Kong, terbesar diantara mata uang utama Asia lainnya. Won Korea Selatan menjadi mata uang yang pelemahannya paling kecil melawan rupiah, 1,58%.
Sementara mata uang Eropa, euro, poundsterling hingga franc Swiss melemah lebih dari 2%.
Meningkatnya keyakinan investor yang disebut BI membuat aliran modal asing kembali masuk ke Indonesia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, memasuki kuartal II-2020, aliran hot money di pasar obligasi mulai stabil, sejalan dengan pergerakan rupiah. Dari dari DJPPR menunjukkan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar.
Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.
Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat, begitu juga sebaliknya.
Data dari DJPPR menunjukkan sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi. Hal tersebut membuat nilai tukar rupiah ambles 13,67% sepanjang bulan lalu, persentase tersebut menjadi pelemahan terbesar sejak Oktober 2008 ketika ambrol 14,77%. Rupiah juga sempat menyentuh level Rp 16.620/US$ pada 24 Maret, level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 1998, ketika rupiah menyentuh rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular