
Kemakan Karma, Rupiah (Masih) Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 April 2020 10:08

Melihat tetangganya rata-rata menguat, tentu faktor domestik yang membuat rupiah terdampar di zona merah. Setidaknya ada dua sentimen besar.
Pertama, rupiah rentan terkena aksi ambil untun (profit taking) karena sudah menguat tajam. Sejak awal April hingga kemarin, rupiah sudah menguat lebih dari 4%.
Penguatan yang begitu tajam ini mengandung karma. Akan datang saatnya investor merasa keuntungan yang didapat dari rupiah sudah cukup besar. Godaan untuk mencairkan cuan begitu besar, dan ketika ini terjadi rupiah akan terpapar aksi jual sehingga depresiasi tidak bisa dihindari. Karma has no menu, you get served what you deserve...
Baca: Rupiah 'Kesetanan', Mata Uang G20 Jadi Korban!
Sentimen kedua adalah penantian investor terhadap pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan pada pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat akan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25%.
"BI most likely akan memotong kembali suku bunga acuan menjadi 4,25% untuk memberikan stimulus bagi perekonomian yang sedang menurun akibat wabah Covid-19. Terlebih inflasi terjaga dan kurs rupiah mulai pulih," sebut Damhuri Nasution, Kepala Ekonom BNI Sekuritas.
Namun pasar tidak sepakat bulat. Tidak sedikit suara yang memperkirakan MH Thamrin tetap menahan suku bunga acuan di 4,5%.
"Kita belum tahu seberapa jauh dampak virus corona terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, menjaga 'amunisi' berupa suku bunga acuan menjadi berguna untuk masa depan, tidak perlu dikeluarkan sekarang," kata Wisnu Wardana, Ekonom Bank Danamon.
Kejelasan mengenai keputusan BI baru didapat nanti siang. Sebelum itu terjadi, pasar akan terus menduga-duga dan sembari menanti investor memlih wait and see terlebih dulu. Akibatnya, tidak banyak arus modal yang mengalir untuk mendukung penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pertama, rupiah rentan terkena aksi ambil untun (profit taking) karena sudah menguat tajam. Sejak awal April hingga kemarin, rupiah sudah menguat lebih dari 4%.
Penguatan yang begitu tajam ini mengandung karma. Akan datang saatnya investor merasa keuntungan yang didapat dari rupiah sudah cukup besar. Godaan untuk mencairkan cuan begitu besar, dan ketika ini terjadi rupiah akan terpapar aksi jual sehingga depresiasi tidak bisa dihindari. Karma has no menu, you get served what you deserve...
Sentimen kedua adalah penantian investor terhadap pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan pada pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat akan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25%.
"BI most likely akan memotong kembali suku bunga acuan menjadi 4,25% untuk memberikan stimulus bagi perekonomian yang sedang menurun akibat wabah Covid-19. Terlebih inflasi terjaga dan kurs rupiah mulai pulih," sebut Damhuri Nasution, Kepala Ekonom BNI Sekuritas.
Namun pasar tidak sepakat bulat. Tidak sedikit suara yang memperkirakan MH Thamrin tetap menahan suku bunga acuan di 4,5%.
"Kita belum tahu seberapa jauh dampak virus corona terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, menjaga 'amunisi' berupa suku bunga acuan menjadi berguna untuk masa depan, tidak perlu dikeluarkan sekarang," kata Wisnu Wardana, Ekonom Bank Danamon.
Kejelasan mengenai keputusan BI baru didapat nanti siang. Sebelum itu terjadi, pasar akan terus menduga-duga dan sembari menanti investor memlih wait and see terlebih dulu. Akibatnya, tidak banyak arus modal yang mengalir untuk mendukung penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular