
Sudah Boleh Masuk Pasar Nih? Atau Mending Wait and See Dulu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks volatilitas Chicago Board Options Exchange (CBOE) VIX, yang dikenal dengan nama 'indeks rasa takut' (fear index) pada perdagangan sepekan kemarin mulai mereda. VIX yang menunjukkan nilai volatilitas pasar turun 12,31% menjadi 41,67.
Hal ini menunjukkan kondisi risiko pasar keuangan global berangsur-angsur membaik meskipun masih relatif tinggi. Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar keuangan AS (Volatility Index/VIX).
Sebagai informasi, VIX berada pada level 18,8 sebelum adanya pandemi virus corona (Covid-19) dan saat terjadi kepanikan di pasar keuangan global sekitar minggu kedua-ketiga Maret 2020 VIX berada pada level tertinggi yaitu 82.
Menurunnya tingkat volatilitas tersebut karena upaya-upaya yang dilakukan oleh sejumlah pemerintah dan bank sentral dunia dalam memerangi dampak penyebaran pandemi Covid-19 terhadap roda perekonomian.
Hal ini tercermin dari nilai tukar rupiah yang akhirnya menjauhi level Rp 16.000/US$ seiring mekanisme pasar yang berjalan semakin baik. Pada perdagangan spot, Kamis (9/4) sore, rupiah bergerak menguat 2,88% ke level Rp 15.880 per dolar AS.
Menanggapi hal ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ada beberapa faktor yang mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pertama, nilai tukar rupiah saat ini masih undervalued sehingga masih cenderung mengalami penguatan.
"Pada saat ini level (rupiah) kalau diukur secara fundamental artinya kalau diukur dengan tingkat inflasi, defisit transaksi berjalan, dan perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri, itu menunjukkan nilai tukar rupiah masih undervalued artinya masih kecenderungannya menguat," ungkapnya di Jakarta, Kamis (9/4/2020).
Kedua, keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam penanganan Covid-19 dan dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter, maupun kredit.
Terakhir, lanjut Perry, pasar melihat tingkat kenaikan kasus Covid-19 berangsur-angsur menurun didukung oleh langkah-langkah berbagai negara untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19, termasuk di Indonesia.
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan diimplementasikan di DKI Jakarta mulai tanggal 10 April 2020 diprakirakan akan dapat menekan penyebaran pandemi Covid-19.
"Penerapan PSBB yang sudah ditetapkan Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperkirakan membantu penanganan Covid-19, termasuk juga PSBB yang diumumkan Pak Anies Baswedan bahwa akan diterapkan besok, ini juga akan mengurangi kecepatan kenaikan Covid-19. Berbagai kondisi ini membawa confidence di pasar," papar Perry.
Sementara dari Negeri Adidaya, bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserves/The Fed AS) juga mengumumkan sejumlah program, termasuk pinjaman yang diarahkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM), yang akan berjumlah hingga US$ 2,3 triliun guna memerangi pandemi.
Bank sentral juga memberikan rincian lebih lanjut tentang rencananya untuk membeli surat berharga peringkat 'investment grade' hingga obligasi 'junk'. Melansir CNBC Internasional.
"Stimulus The Fed ini adalah yang paling agresif. Mereka tidak ingin dianggap sebagai alasan The Fed mengalami depresi, "kata Jim Cramer di" Squawk Box " CNBC Internasional pada hari Kamis.
"Saya sangat terkesan. The Fed sedang dalam permainannya dan inilah yang diperlukan karena kita harus melawan depresi, kita harus membuat Amerika terbuka untuk bisnis. "