Rupiah Menguat 2% Lebih, Selamat Tinggal Rp 16.000/US$!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 April 2020 17:17
Rupiah Menguat 2% Lebih, Selamat Tinggal Rp 16.000/US$!
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (9/4/2020). Tidak hanya itu, rupiah juga "berlari" sendirian dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.

Rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03% di Rp 16.155/US$. Mata Uang Garuda terlihat akan kembali K.O. pada hari ini setelah depresiasi bertambah besar hingga 0,31% di Rp 16.200/US$.

Namun, setelah mencapai level tersebut, rupiah justru berbalik menguat. Apresiasi bahkan semakin tajam setelah Rupiah melewati Rp 16.000/US$. Di akhir perdagangan, rupiah berada di level Rp 15.800/US$, menguat 2,17% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mata uang utama Asia bergerak bervariasi pada hari ini, beberapa yang menguat masih di bawah 0,3%, sementara rupiah berlari kencang lebih dari 2%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 16:25 WIB



Tanda-tanda rupiah akan menguat sebenarnya sudah terlihat sejak pagi tadi, di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF).

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.



Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Kurs rupiah di NDF terus menunjukkan penguatan, artinya investor asing melihat ke depannya rupiah akan kembali menguat.


[Gambas:Video CNBC]



Sentimen positif sebenarnya sudah muncul sejak awal pekan, dimana penyebaran pandemi virus corona mulai menunjukkan pelambatan di Eropa dan AS.

Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan beberapa hari terakhir pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit persentase.

Hal ini memunculkan harapan pandemi Covid-19 akan segera berakhir, dan perekonomian bisa segera bangkit. Sentimen pelaku pasar pun membaik dan masuk ke aset-aset berisiko.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) yang menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan bank sentral AS (The Fed) juga memberikan efek positif ke rupiah. Bank Sentral AS nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.

"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry di Channel Youtube BI, Selasa (7/4/2020).

Perry mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.


Selain itu, rupiah yang dikatakan nilainya masih di bawah nilai fundamentalnya (undervalue) menjadi salah satu pemicu penguatan tajam rupiah.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya juga berulang kali menyatakan nilai tukar rupiah undervalue, termasuk pada hari ini dalam video conference-nya.
Dengan mulai stabil dan menguatnya rupiah belakangan ini, Perry yakin rupiah akan berada di level Rp 15.000/US$ di akhir tahun nanti.

"Kenapa? Pada saat ini nilai tukar rupiah sekarang levelnya secara fundamental dari inflasi, transaksi berjalan, dan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, menunjukkan nilai tukar masih undervalue. Bisa cenderung menguat," katanya.

Ia mengatakan, confidence atau keyakinan pasar juga makin besar. Stimulus fiskal, lanjut Perry, menambah kepercayaan diri investor.

"Selain itu, kondisi risiko di global berangsur membaik. Walaupun belum pulih dan masih tinggi tapi cenderung membaik," katanya.

Perry bahkan mengatakan mekanisme pasar sudah mulai membaik dan intervensi yang dilakukan BI untuk menstabilkan rupiah saat ini tidak sebanyak pada pertengahan Maret lalu ketika rupiah menyentuh level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter 1998.

"Mekanisme bid dan offer bergerak dinamis. Makin sesuai mekanisme pasar. BI kurangi lakukan intervensi, jumlah intervensi relatif kecil karena supply dan demand terpenuhi," tutur Perry.



TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular