
Dolar AS Hajar Mata Uang Asia, Rupiah Peringkat 4 Terbaik
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 April 2020 16:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (8/4/2020) setelah mencatat penguatan tiga hari beruntun. Belum stabilnya sentimen pelaku pasar membuat rupiah kesulitan melanjutkan rally.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,31%. Pelemahan terus bertambah hingga 1,09% di Rp 16.300/US$. Menjelang penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 16.150/US$ atau melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Nyaris semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Hanya dolar Hong Kong yang stagnan 0%, sekaligus menjadi yang terbaik hingga pukul 15:55 WIB. Dengan pelemahan 0,16%, kinerja rupiah bisa dikatakan masih cukup bagus dibandingkan mata uang lainnya.
Rupiah menduduki peringkat 4 terbaik sama dengan yen Jepang.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Sebelum hari ini, rupiah sebenarnya sudah menguat dalam tiga hari beruntun, dengan total 2,09%.
Penguatan paling besar terjadi Selasa kemarin, sebesar 1,56%, berkat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah penyebaran virus corona (COVID-19) mulai melambat.
Dari Eropa, Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.
Sementara dari AS, jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pertumbuhan kasus corona di Negeri Paman Sam pada 7 April adalah 8,62%. Ini menjadi yang terendah sejak 27 Maret, dan jauh di bawah rata-rata laju pertumbuhan selama 24 Januari-7 April yang sebesar 22,17%.
Secara global, WHO menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir hingga 7 April pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit persentase.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan bank sentral AS The Fed. Bank Sentral AS nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.
"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry di Channel Youtube BI, Selasa (7/4/2020).
Perry mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.
"Kerja sama The Fed ini hanya dengan sejumlah negara di emerging markets, termasuk RI. Ini bagian dari confidence dari AS kepada Indonesia karena punya prospek bagus baik dari kebijakan dari fiskal dan moneter," tuturnya.
Itu kemarin, hari ini lain lagi ceritanya. Sentimen pelaku pasar sepertinya masih belum stabil di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum pasti akan akan berakhirnya, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global. Yang pasti, semakin lama pandemi ini berlangsung, pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot hingga resesi yang semakin dalam.
Belum stabilnya sentimen pelaku pasar membuat pasar kembali volatil, bursa saham AS (Wall Street) yang menguat tajam di awal perdagangan berakhir melemah tipis pada perdagangan Selasa. Imbasnya, mayoritas bursa saham Asia memerah pada hari ini, dan menjadi kabar kurang bagus bagi pasar keuangan dalam negeri.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,31%. Pelemahan terus bertambah hingga 1,09% di Rp 16.300/US$. Menjelang penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 16.150/US$ atau melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Nyaris semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Hanya dolar Hong Kong yang stagnan 0%, sekaligus menjadi yang terbaik hingga pukul 15:55 WIB. Dengan pelemahan 0,16%, kinerja rupiah bisa dikatakan masih cukup bagus dibandingkan mata uang lainnya.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Sebelum hari ini, rupiah sebenarnya sudah menguat dalam tiga hari beruntun, dengan total 2,09%.
Penguatan paling besar terjadi Selasa kemarin, sebesar 1,56%, berkat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah penyebaran virus corona (COVID-19) mulai melambat.
Dari Eropa, Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.
Sementara dari AS, jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pertumbuhan kasus corona di Negeri Paman Sam pada 7 April adalah 8,62%. Ini menjadi yang terendah sejak 27 Maret, dan jauh di bawah rata-rata laju pertumbuhan selama 24 Januari-7 April yang sebesar 22,17%.
Secara global, WHO menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir hingga 7 April pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit persentase.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan bank sentral AS The Fed. Bank Sentral AS nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.
"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry di Channel Youtube BI, Selasa (7/4/2020).
Perry mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.
"Kerja sama The Fed ini hanya dengan sejumlah negara di emerging markets, termasuk RI. Ini bagian dari confidence dari AS kepada Indonesia karena punya prospek bagus baik dari kebijakan dari fiskal dan moneter," tuturnya.
Itu kemarin, hari ini lain lagi ceritanya. Sentimen pelaku pasar sepertinya masih belum stabil di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum pasti akan akan berakhirnya, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global. Yang pasti, semakin lama pandemi ini berlangsung, pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot hingga resesi yang semakin dalam.
Belum stabilnya sentimen pelaku pasar membuat pasar kembali volatil, bursa saham AS (Wall Street) yang menguat tajam di awal perdagangan berakhir melemah tipis pada perdagangan Selasa. Imbasnya, mayoritas bursa saham Asia memerah pada hari ini, dan menjadi kabar kurang bagus bagi pasar keuangan dalam negeri.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular