Analisis Teknikal

'Kado' dari The Fed Bisa Bawa Rupiah ke Bawah Rp 16.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 April 2020 08:52
Kabar melambatnya laju penyebaran virus corona (COVID-19) di Eropa dan AS menjadi sentimen positif kemarin.
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (7/4/2020) kemarin. Sentimen pelaku pasar yang membaik, serta kabar dari Bank Indonesia (BI) membuat rupiah perkasa.

Mata Uang Garuda sebenarnya mager sejak pembukaan perdagangan hingga tengah hari, dan baru menguat jelang perdagangan ditutup. Rupiah mencatat penguatan 1,56% di Rp 16.125/US$.

Kabar melambatnya laju penyebaran virus corona (COVID-19) di Eropa dan AS menjadi sentimen positif kemarin.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo) line dengan bank sentral AS (The Fed). Bank Sentral AS nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan.


"Ini bentuknya Repo Line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama untuk kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry di Channel Youtube BI, Selasa (7/4/2020).

Perry mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.


Itu kemarin, hari ini lain lagi ceritanya. Sentimen pelaku pasar sepertinya masih belum stabil di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum pasti akan akan berakhirnya, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global. Yang pasti, semakin lama pandemi ini berlangsung, pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot hingga resesi yang semakin dalam.

Belum stabilnya sentimen pelaku pasar membuat pasar kembali volatil, bursa saham AS (Wall Steet) yang menguat tajam di awal perdagangan berakhir melemah tipis pada perdagangan Selasa. Imbasnya, bursa saham Asia pagi ini memerah, dan menjadi kabar kurang bagus bagi pasar keuangan dalam negeri.

Jika dilihat secara teknikal, peluang rupiah untuk menguat pada hari ini cukup besar setelah kemarin berhasil melewati level kunci Rp 16.200/US$. Meski kemarin menguat tajam, indikator Stochastic masih berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.

Posisi overbought (di atas 80) dalam waktu lama untuk perdagangan dolar AS vs Rupiah (USD/IDR) artinya dolar AS menguat terlalu tinggi.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang turun, yang artinya dolar AS melemah dan rupiah menguat.

Kemudian pola candle stick yang dibentuk di hari Senin juga mendukung penguatan Mata Uang Garuda.

Amunisi dari The Fed Bisa Bawa Rupiah ke Bawah Rp 16.000/US$?Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian 
Sumber: Refinitiv

Rupiah pada hari Senin (6/4/2020) sempat melemah hingga 0,91%, kemudian berbalik menguat 0,12%. Jika diliat pada grafik, badan (candle stick) kecil di bagian bawah, sementara ekornya panjang ke atas. Pola tersebut disebut shooting star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau USD/IDR akan bergerak turun, dengan kata lain rupiah berpeluang menguat.

Pola ini sebelumnya juga sudah muncul 20 Maret lalu, tetapi sayangnya pandemi COVID-19 terus mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah sulit menguat.

Faktor fundamental memang akan lebih mempengaruhi pergerakan rupiah selama pandemi COVID-19 belum bisa dihentikan. Pola yang sama juga muncul 2 April lalu, dan terlihat rupiah menguat sehari setelahnya.

Selama tertahan di bawah level kunci Rp 16.200/US$, rupiah hari ini berpeluang menguat menuju Rp 16.000 - 15.900/US$. Sementara jika kembali ke atas Rp 16.200/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 16.320 hingga Rp 16.400/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular