
Investor Lirik Saham Lagi, IHSG Menguat 1,2% di Sesi I
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2020 12:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat star bagus di perdagangan Senin (6/4/2020). Pada perdagangan sesi I, IHSG berhasil membukukan penguatan lebih dari 1%.
Mengikuti bursa saham utama Asia lainnya, IHSG langsung masuk zona hijau begitu perdagangan hari ini dibuka. Apresiasi bursa kebanggaan Tanah Air ini terus bertambah hingga 2,56% mencapai level tertinggi intraday 4.741,894.
Tetapi penguatan tersebut terpangkas, di akhir sesi I IHSG berada di level 4.680,231, menguat 1,23%.
Berdasarkan data dari RTI, nilai transaksi di sesi I sebesar Rp 4,07 triliun, sementara investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 441,91 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Sementara dari bursa Asia lainnya, hanya indeks Shanghai Composite yang melemah 0,6%. Indeks Nikkei Jepang menguat 2,44%, Kospi Korea Selatan +2,73%, Strait Times Singapura +2,46%, FTSE Malaysia 0,36% dan Set Thailand menguat tipis 0,05%.
Nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini yang lebih dari Rp 4 triliun di sesi I lebih besar dibandingkan beberapa hari terakhir yang di kisaran Rp 3 triliun. Hal ini bisa memberikan gambaran minat investor ke pasar saham mulai membaik, meski pandemi virus corona (COVID-19) belum menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya.
Meski demikian, cuaca di Indonesia yang tidak mendukung bagi virus corona memberikan harapan pandemi ini tidak akan separah di Eropa ataupun di Amerika Serikat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah merampungkan penelitian terkait dengan pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran virus corona (Covid-19).
Penelitian ini melibatkan 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kajian itu berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran COVID-19.
Hasilnya Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1 - 9 °C), dengan kelembapan 60-90%. Sementara Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27- 30 derajat celcius. Adapun kelembapan udara berkisar antara 70 - 95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk penyebaran COVID-19.
Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa kasus gelombang ke-2 Covid-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
"Meningkatnya kasus pada gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam siaran persnya, Minggu (5/4/2020).
Sementara itu, setelah memicu gejolak di pasar keuangan, dan berdampak buruk di sektor riil, ternyata konsumen Indonesia masih menunjukkan optimisme.
Pada Senin (6/4/2020), Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Angka indeks di bulan Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016, meski demikian setidaknya masih ada optimisme di benak konsumen, sehingga belanja tidak akan menurun drastis.
IKK adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) untuk meneropong arah perekonomian ke depan. Ketika konsumen masih yakin dan berniat untuk meningkatkan konsumsi, maka prospek ekonomi akan cerah. Sebaliknya jika konsumen pesimistis maka prospek pertumbuhan ekonomi juga mendung, karena konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Mengikuti bursa saham utama Asia lainnya, IHSG langsung masuk zona hijau begitu perdagangan hari ini dibuka. Apresiasi bursa kebanggaan Tanah Air ini terus bertambah hingga 2,56% mencapai level tertinggi intraday 4.741,894.
Tetapi penguatan tersebut terpangkas, di akhir sesi I IHSG berada di level 4.680,231, menguat 1,23%.
Sementara dari bursa Asia lainnya, hanya indeks Shanghai Composite yang melemah 0,6%. Indeks Nikkei Jepang menguat 2,44%, Kospi Korea Selatan +2,73%, Strait Times Singapura +2,46%, FTSE Malaysia 0,36% dan Set Thailand menguat tipis 0,05%.
Nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini yang lebih dari Rp 4 triliun di sesi I lebih besar dibandingkan beberapa hari terakhir yang di kisaran Rp 3 triliun. Hal ini bisa memberikan gambaran minat investor ke pasar saham mulai membaik, meski pandemi virus corona (COVID-19) belum menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya.
Meski demikian, cuaca di Indonesia yang tidak mendukung bagi virus corona memberikan harapan pandemi ini tidak akan separah di Eropa ataupun di Amerika Serikat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah merampungkan penelitian terkait dengan pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran virus corona (Covid-19).
Penelitian ini melibatkan 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kajian itu berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran COVID-19.
Hasilnya Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1 - 9 °C), dengan kelembapan 60-90%. Sementara Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27- 30 derajat celcius. Adapun kelembapan udara berkisar antara 70 - 95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk penyebaran COVID-19.
Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa kasus gelombang ke-2 Covid-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
"Meningkatnya kasus pada gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam siaran persnya, Minggu (5/4/2020).
Sementara itu, setelah memicu gejolak di pasar keuangan, dan berdampak buruk di sektor riil, ternyata konsumen Indonesia masih menunjukkan optimisme.
Pada Senin (6/4/2020), Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Angka indeks di bulan Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016, meski demikian setidaknya masih ada optimisme di benak konsumen, sehingga belanja tidak akan menurun drastis.
IKK adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) untuk meneropong arah perekonomian ke depan. Ketika konsumen masih yakin dan berniat untuk meningkatkan konsumsi, maka prospek ekonomi akan cerah. Sebaliknya jika konsumen pesimistis maka prospek pertumbuhan ekonomi juga mendung, karena konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Most Popular