
OJK: Kredit di Atas Rp 10 M Bisa Restrukturisasi
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
05 April 2020 20:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan memberikan keringanan penundaan cicilan pembayaran kredit bagi nasabah terdampak COVID-19 dengan plafon kredit kurang maupun lebih dari Rp 10 miliar maksimal setahun.
Hal ini juga sejalan dengan kebijakan kontrasiklus OJK melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar debitur bisa mendapat restrukturisasi bai melalui penundaan pembayaran pokok maupun bunga kredit.
Kriteria yang dimaksud adalah prospek usaha dan profil debitur. Bagi debitur yang terkena dampak langsung, seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pekerja di sektor informal, pengemudi ojek daring dan kredit mikro bisa masuk dalam kategori ini, alias plafon kreditnya kurang dari Rp 10 miliar.
"Sehingga kami minta khusus debitur-debitur itu untuk sementara diberikan restuktrusasi pembayarannya paling lama 1 tahun," ungkap Wimboh, dalam paparan yang disiarkan secara daring, Minggu (5/4/2020).
Sedangkan, bagi nasabah yang plafon kreditnya lebih dari Rp 10 miliar, seperti di sektor perhotelan, restoran yang sepi pendapatannya karena wabah Corona juga mendapat keringanan.
"Di atas Rp 10 miliar silakan direstruktur dengan kategori lancar. Dalam prakteknya kita sudah bicara dengan seluruh ceo baik bank maupun non bank maupun asosiasi untuk dilakukan itu," jelasnya.
Namun demikian, kata Wimboh, bagi debitur yang masih memiliki kemampuan untuk membayar, maka masih dikategorikan kolektibilitas lancar.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menuturkan, secara umum saat ini kondisi industri perbankan baik dari likuiditas maupun permodalan mash dalam kategori baik. Sedangkan rasio kredit bermasalah masih di angka 2,79% dan net 1%.
"Itu mengindikasikan bahwa risiko NPL masih bagus pada posisi sekarang. kita mencermati day to day, jadi kita ikuti perkembangannya dari waktu ke waktu dan kita antisipasi bahwa stimulus ini membantu bank dan sektor rill supaya tidak terlalu dalam terdampak COVID-19," katanya.
(gus) Next Article Ekonomi Pulih, Kredit Perbankan Bisa Melesat 8,5% di 2021
Hal ini juga sejalan dengan kebijakan kontrasiklus OJK melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar debitur bisa mendapat restrukturisasi bai melalui penundaan pembayaran pokok maupun bunga kredit.
Kriteria yang dimaksud adalah prospek usaha dan profil debitur. Bagi debitur yang terkena dampak langsung, seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pekerja di sektor informal, pengemudi ojek daring dan kredit mikro bisa masuk dalam kategori ini, alias plafon kreditnya kurang dari Rp 10 miliar.
"Sehingga kami minta khusus debitur-debitur itu untuk sementara diberikan restuktrusasi pembayarannya paling lama 1 tahun," ungkap Wimboh, dalam paparan yang disiarkan secara daring, Minggu (5/4/2020).
Sedangkan, bagi nasabah yang plafon kreditnya lebih dari Rp 10 miliar, seperti di sektor perhotelan, restoran yang sepi pendapatannya karena wabah Corona juga mendapat keringanan.
"Di atas Rp 10 miliar silakan direstruktur dengan kategori lancar. Dalam prakteknya kita sudah bicara dengan seluruh ceo baik bank maupun non bank maupun asosiasi untuk dilakukan itu," jelasnya.
Namun demikian, kata Wimboh, bagi debitur yang masih memiliki kemampuan untuk membayar, maka masih dikategorikan kolektibilitas lancar.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menuturkan, secara umum saat ini kondisi industri perbankan baik dari likuiditas maupun permodalan mash dalam kategori baik. Sedangkan rasio kredit bermasalah masih di angka 2,79% dan net 1%.
"Itu mengindikasikan bahwa risiko NPL masih bagus pada posisi sekarang. kita mencermati day to day, jadi kita ikuti perkembangannya dari waktu ke waktu dan kita antisipasi bahwa stimulus ini membantu bank dan sektor rill supaya tidak terlalu dalam terdampak COVID-19," katanya.
(gus) Next Article Ekonomi Pulih, Kredit Perbankan Bisa Melesat 8,5% di 2021
Most Popular