
Kuartal I Penuh Drama. Harga Minyak Mentah Rontok 60% Lebih
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 April 2020 18:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Kuartal pertama tahun 2020 menjadi babak penuh dengan drama yang menjadi sentimen penggerak harga minyak mentah dunia. Harga minyak anjlok lebih dari 60% pada kuartal pertama (quarter on quarter/qoq) tahun ini.
Pada akhir tahun 2019, harga minyak masih berada di atas US$ 60/barel. Pada 3 Januari ketika jenderal tertinggi pasukan militer Iran Qassem Soleimani dikabarkan tewas terbunuh, harga minyak melonjak naik nyaris US$ 70/barel.
Kala itu, Jenderal Qassem Soleimani terbunuh oleh drone milik AS atas perintah Presiden AS ke-45 Donald Trump. Taipan properti Paman Sam itu memerintahkan aksi pembunuhan Soleimani dengan dalih jenderal Iran itu merupakan teroris yang berbahaya bagi AS.
Konflik pun berkecamuk di Timur Tengah. Mengingat negara-negara Timur Tengah kaya akan minyak, ada kekhawatiran pasokan minyak terganggu akibat konflik AS dengan Iran itu, harga minyak naik.
Namun selang tak berapa lama, harga minyak malah melorot ke bawah US$ 60/barel. Bahkan kabar blokade ladang minyak Libya pada 18 Januari 2020 pun tak mampu mengangkat harga minyak naik lagi ke atas US$ 60/barel.
Fayez al-Sarraj, kepala pemerintah Libya yang diakui secara internasional, telah memperingatkan bahwa negara Afrika Utara akan menghadapi krisis keuangan dan defisit anggaran pada tahun 2020 karena blokade terminal minyak dan ladang minyak oleh kelompok-kelompok yang loyal kepada saingannya, Khalifa Haftar.
Produksi minyak Libya telah turun tajam sejak 18 Januari ketika blokade dimulai dari sebelumnya 1,2 juta barel per hari (bpd) menjadi 163.684 bpd pada Februari 2020.
Harga minyak justru tertekan ketika China melaporkan terjadinya lonjakan kasus infeksi virus corona di Wuhan dan beberapa kota lainnya pada 20 Januari 2020. Kala itu kasus di China secara kumulatif masih di bawah angka 500.
Namun virus corona semakin ganas menginfeksi China. Bahkan virus corona mulai menjangkiti negara lain. Jumlah kasus di China yang naik signifikan setelah 20 Januari membuat pemerintah China menetapkan lockdown kota Wuhan dan beberapa kota lain pada 23 Januari 2020.
Pada tanggal tersebut pemerintah China menutup semua akses transportasi dari dan ke kota Wuhan. Masyarakat diminta untuk tetap tinggal di rumah. Aktivitas ekonomi jadi terhambat. Permintaan minyak mentah dari China drop karena sektor penerbangan juga terdampak.
Jumlah penumpang pesawat terbang langsung drop ketika lonjakan kasus di China terus terjadi. Hal ini membuat harga minyak makin tertekan. Koreksi harga minyak yang sudah dalam pada akhir Februari saat kasus infeksi di China melesat signifikan lebih dari 50.000 kasus, Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak dan aliansinya yang tergabung dalam OPEC+ mengadakan pertemuan untuk membahas anjloknya harga minyak.
Pada akhir tahun 2019, harga minyak masih berada di atas US$ 60/barel. Pada 3 Januari ketika jenderal tertinggi pasukan militer Iran Qassem Soleimani dikabarkan tewas terbunuh, harga minyak melonjak naik nyaris US$ 70/barel.
Kala itu, Jenderal Qassem Soleimani terbunuh oleh drone milik AS atas perintah Presiden AS ke-45 Donald Trump. Taipan properti Paman Sam itu memerintahkan aksi pembunuhan Soleimani dengan dalih jenderal Iran itu merupakan teroris yang berbahaya bagi AS.
![]() |
Konflik pun berkecamuk di Timur Tengah. Mengingat negara-negara Timur Tengah kaya akan minyak, ada kekhawatiran pasokan minyak terganggu akibat konflik AS dengan Iran itu, harga minyak naik.
Namun selang tak berapa lama, harga minyak malah melorot ke bawah US$ 60/barel. Bahkan kabar blokade ladang minyak Libya pada 18 Januari 2020 pun tak mampu mengangkat harga minyak naik lagi ke atas US$ 60/barel.
Fayez al-Sarraj, kepala pemerintah Libya yang diakui secara internasional, telah memperingatkan bahwa negara Afrika Utara akan menghadapi krisis keuangan dan defisit anggaran pada tahun 2020 karena blokade terminal minyak dan ladang minyak oleh kelompok-kelompok yang loyal kepada saingannya, Khalifa Haftar.
Produksi minyak Libya telah turun tajam sejak 18 Januari ketika blokade dimulai dari sebelumnya 1,2 juta barel per hari (bpd) menjadi 163.684 bpd pada Februari 2020.
Harga minyak justru tertekan ketika China melaporkan terjadinya lonjakan kasus infeksi virus corona di Wuhan dan beberapa kota lainnya pada 20 Januari 2020. Kala itu kasus di China secara kumulatif masih di bawah angka 500.
Namun virus corona semakin ganas menginfeksi China. Bahkan virus corona mulai menjangkiti negara lain. Jumlah kasus di China yang naik signifikan setelah 20 Januari membuat pemerintah China menetapkan lockdown kota Wuhan dan beberapa kota lain pada 23 Januari 2020.
Pada tanggal tersebut pemerintah China menutup semua akses transportasi dari dan ke kota Wuhan. Masyarakat diminta untuk tetap tinggal di rumah. Aktivitas ekonomi jadi terhambat. Permintaan minyak mentah dari China drop karena sektor penerbangan juga terdampak.
Jumlah penumpang pesawat terbang langsung drop ketika lonjakan kasus di China terus terjadi. Hal ini membuat harga minyak makin tertekan. Koreksi harga minyak yang sudah dalam pada akhir Februari saat kasus infeksi di China melesat signifikan lebih dari 50.000 kasus, Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak dan aliansinya yang tergabung dalam OPEC+ mengadakan pertemuan untuk membahas anjloknya harga minyak.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular