
Kuartal I Penuh Drama. Harga Minyak Mentah Rontok 60% Lebih
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 April 2020 18:00

Komite penasihat teknis OPEC+ merekomendasikan kepada organisasi untuk memangkas produksi minyak tambahan sebanyak 1,5 juta bpd. Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC menyetujui penuh gagasan tersebut demi menjaga stabilitas harga di pasar.
Namun usulan tersebut ditolak oleh Rusia. Penolakan ini membuat Arab Saudi geram dan menabuh genderang perang harga dengan Rusia. Arab Saudi mengambil manuver dengan mendiskon harga minyak ekspornya (official selling price/OSP) sebesar 10%.
Tak sampai di situ saja, Arab Saudi berencana kembali membanjiri pasar dengan pasokan minyaknya. Setelah kesepakatan OPEC+ memangkas produksi minyak 1,7 – 2,1 juta bpd pada kuartal I selesai, Arab berencana menaikkan produksi minyaknya dengan kapasitas maksimum ke level 12 juta bpd dari sebelumnya hanya 9,7 juta bpd.
Rusia sebenarnya punya alasan mengapa pihaknya menolak proposal tersebut. Pihak Rusia menganggap bahwa tindakan pemangkasan produksi minyak secara terus-terusan tak akan membantu menstabilkan pasar dan merupakan kesia-siaan belaka lantaran produksi minyak AS (shale oil) terus meningkat.
Kala perang harga berkecamuk, harga minyak anjlok lebih dari 25% dalam sehari menandai koreksi harian paling dalam sejak 1991. Arab Saudi dan Rusia kini kembali strategi untuk memperoleh pangsa pasar ketimbang menjaga stabilitas harga.
Harga minyak makin rontok kala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah corona sebagai pandemi. Langkah ini ditempuh oleh WHO karena wabah sudah menjangkiti lebih dari 100 negara dan lonjakan kasus secara signifikan terus terjadi di luar China.
Pada akhir bulan Maret sekaligus menjadi akhir dari kuartal pertama tahun ini, harga minyak mentah kontrak futures benar-benar berada di level terlemah dalam 18 tahun terakhir. Brent dihargai US$ 22,74/barel (-65,5% qoq) dan WTI dibanderol US$ 20,48/barel (-66,5% qoq).
Harga minyak mentah saat ini diobral murah lantaran ketika pandemi corona membuat permintaan minyak anjlok lebih dari 15 juta bpd (negative demand shock), pasar malah berpotensi kebanjiran pasokan minyak setidaknya 4 juta bpd (positive supply shock) akibat ketegangan antara produsen minyak terbesar di dunia (Arab Saudi & Rusia).
Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Kuartal pertama tahun 2020 memang dipenuhi oleh berbagai drama dan kejadian bersejarah yang membuat ketidakpastian kembali tinggi dan dunia berada di ambang resesi yang nyata.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/tas)
Namun usulan tersebut ditolak oleh Rusia. Penolakan ini membuat Arab Saudi geram dan menabuh genderang perang harga dengan Rusia. Arab Saudi mengambil manuver dengan mendiskon harga minyak ekspornya (official selling price/OSP) sebesar 10%.
Tak sampai di situ saja, Arab Saudi berencana kembali membanjiri pasar dengan pasokan minyaknya. Setelah kesepakatan OPEC+ memangkas produksi minyak 1,7 – 2,1 juta bpd pada kuartal I selesai, Arab berencana menaikkan produksi minyaknya dengan kapasitas maksimum ke level 12 juta bpd dari sebelumnya hanya 9,7 juta bpd.
![]() |
Rusia sebenarnya punya alasan mengapa pihaknya menolak proposal tersebut. Pihak Rusia menganggap bahwa tindakan pemangkasan produksi minyak secara terus-terusan tak akan membantu menstabilkan pasar dan merupakan kesia-siaan belaka lantaran produksi minyak AS (shale oil) terus meningkat.
Kala perang harga berkecamuk, harga minyak anjlok lebih dari 25% dalam sehari menandai koreksi harian paling dalam sejak 1991. Arab Saudi dan Rusia kini kembali strategi untuk memperoleh pangsa pasar ketimbang menjaga stabilitas harga.
Harga minyak makin rontok kala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah corona sebagai pandemi. Langkah ini ditempuh oleh WHO karena wabah sudah menjangkiti lebih dari 100 negara dan lonjakan kasus secara signifikan terus terjadi di luar China.
Pada akhir bulan Maret sekaligus menjadi akhir dari kuartal pertama tahun ini, harga minyak mentah kontrak futures benar-benar berada di level terlemah dalam 18 tahun terakhir. Brent dihargai US$ 22,74/barel (-65,5% qoq) dan WTI dibanderol US$ 20,48/barel (-66,5% qoq).
Harga minyak mentah saat ini diobral murah lantaran ketika pandemi corona membuat permintaan minyak anjlok lebih dari 15 juta bpd (negative demand shock), pasar malah berpotensi kebanjiran pasokan minyak setidaknya 4 juta bpd (positive supply shock) akibat ketegangan antara produsen minyak terbesar di dunia (Arab Saudi & Rusia).
Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Kuartal pertama tahun 2020 memang dipenuhi oleh berbagai drama dan kejadian bersejarah yang membuat ketidakpastian kembali tinggi dan dunia berada di ambang resesi yang nyata.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular