
Jika Tak Cepat Atasi COVID-19, Rupiah Bisa ke Rp 17.000/US$
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 March 2020 14:57

Secara teknikal, rupiah sebenarnya berpeluang menguat lebih jauh setelah di hari Jumat pekan lalu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 16.200/US$ (level tertinggi 18 Juni 1998). Selain itu indikator Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, dolar AS berpeluang melemah mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
Apalagi pada perdagangan Selasa, rupiah kembali membentuk pola Black Marubozu.
Begitu perdagangan Selasa dibuka, rupiah langsung menguat 0,31% ke level Rp 16.5000/US$. Setelahnya penguatan rupiah semakin menebal hingga 0,6% ke Rp 16.450/US$ di akhir perdagangan.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemah intraday, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrument akan mengalami penurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.
Kemudian pada Jumat lalu rupiah juga membentuk pola Dravestone Doji, di mana harga pembukaan sama dengan harga penutupan perdagangan, dengan ekor yang panjang di atas.
Pola ini kerap kali dijadikan sinyal jika harga suatu instrumen akan berbalik turun, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun atau rupiah menguat melawan dolar AS.
Tetapi sayangnya pandemi COVID-19 yang kembali membuat sentimen pelaku pasar membuat rupiah malah ambles Senin kemarin. Faktor fundamental memang lebih berpengaruh terhadap pergerakan rupiah semenjang munculnya pandemi COVID-19.
Rupiah Senin kemairn kembali mengakhiri perdagagan di atas atas Rp 16.200/US$ sehingga tekanan menjadi lebih besar. Pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, apalagi jika di akhir perdagangan berada di atas level tersebut, rupiah berisiko melemah menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.
Ke depannya jika dua level tersebut mulus dilewati, rupiah berisko mencapai level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$, bahkan sampai Rp 17.000/US$.
Sementara jika kembali ke bawah US$ 16.200, peluang penguatan rupiah kembali terbuka menuju Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, dolar AS berpeluang melemah mengingat simbol perdagangan jika melawan rupiah adalah USD/IDR.
Apalagi pada perdagangan Selasa, rupiah kembali membentuk pola Black Marubozu.
Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemah intraday, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.
![]() Sumber: Refinitiv |
Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrument akan mengalami penurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.
Kemudian pada Jumat lalu rupiah juga membentuk pola Dravestone Doji, di mana harga pembukaan sama dengan harga penutupan perdagangan, dengan ekor yang panjang di atas.
Pola ini kerap kali dijadikan sinyal jika harga suatu instrumen akan berbalik turun, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun atau rupiah menguat melawan dolar AS.
Tetapi sayangnya pandemi COVID-19 yang kembali membuat sentimen pelaku pasar membuat rupiah malah ambles Senin kemarin. Faktor fundamental memang lebih berpengaruh terhadap pergerakan rupiah semenjang munculnya pandemi COVID-19.
Rupiah Senin kemairn kembali mengakhiri perdagagan di atas atas Rp 16.200/US$ sehingga tekanan menjadi lebih besar. Pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, apalagi jika di akhir perdagangan berada di atas level tersebut, rupiah berisiko melemah menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.
Ke depannya jika dua level tersebut mulus dilewati, rupiah berisko mencapai level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$, bahkan sampai Rp 17.000/US$.
Sementara jika kembali ke bawah US$ 16.200, peluang penguatan rupiah kembali terbuka menuju Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular