Jika RI Sampai Lockdown, Cermati Saham-saham di Sektor Ini

Haryanto, CNBC Indonesia
31 March 2020 12:10
Bagaimana dampak pembatasan dalam skala besar ini terhadap pergerakan IHSG?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembatasan sosial skala besar yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna menghambat penyebaran virus corona tentunya bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Baik dari pasar modal, pasar keuangan hingga sektor riil.

Sebelum munculnya kebijakan tersebut pada Senin (30/3/2020) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terpukul cukup keras. Berdasarkan catatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) IHSG secara tahun berjalan (Year to Date/YTD) sudah anjlok lebih dari 29,92% hingga perdagangan kemarin, Senin (30/3/2020).

Secara sektoral yang berkontribusi dari penurunan IHSG menurut urutan teratas YTD yaitu, Industri Dasar (-42,98%), Aneka Industri (-41,54%), Pertanian (-40,91%), Manufaktur (-33,10%), Properti (-33,01%), Infrastruktur (-30,63%), Finasial/Keuangan (-27,70%), Perdagangan (-25,48%), Pertambangan (-25,17%) dan Konsumer (-23,9%).

Lalu, bagaimana dampak pembatasan dalam skala besar ini terhadap pergerakan IHSG ke depan dan sektor apa saja yang berkontribusi menekan IHSG?

Jika merujuk dari struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019, ada 3 sektor yang dengan sumbangan terbesar yaitu industri dengan kontribusi hampir 20%, perdagangan (13,01%), dan pertanian sebesar 10,01%.

Ada 10 sektor saham yang tercatat di BEI yaitu Pertanian, Infrastuktur, Aneka Industri, Perdagangan, Industri Dasar, Properti, Barang Konsumsi, Pertambangan, Manufaktur, Finansial. Sementara dari ke 10 sektor dibagi lagi menjadi 3 sektor utama yaitu pertama Industri Penghasil Bahan Baku: Pertanian, Pertambangan. Kedua Industri Manufaktur/pengolahan: Aneka Industri, Industri Dasar, Barang Konsumsi. Ketiga Industri Jasa: Properti, Infrastruktur, Finansial, Perdagangan.

Berdasarkan tiga sektor utama tersebut, maka yang paling berdampak dari pembatasan sosial skala besar guna menghambat laju penyebaran COVID-19 adalah sektor manufaktur/pengolahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa industri manufaktur nasional masih sangat tergantung pasokan barang impor, terutama untuk bahan baku.

Masalahnya, pasokan bahan baku sedang seret. China, negara utama pemasok bahan baku untuk industri manufaktur Indonesia, masih terpukul akibat virus corona karena banyak pabrik yang belum beroperasi. Hal ini dikarenakan dengan penutupan wilayah (lockdown) akibat virus corona akan memutus rantai pasokan. Banyak bahan baku yang di impor maupun di ekspor akan menjadi sulit terdistribusikan karena lockdown. Sementara banyak pekerja yang dirumahkan sehingga produktivitas di pabrik menjadi terganggu.

Ketika produktivitas terganggu otomatis barang olahan yang diproduksi akan menjadi berkurang dan persediaan (supply) menjadi sedikit atau terbatas. Sedikitnya persediaan namun permintaan masih tetap terjaga harga menjadi lebih mahal. Hal ini sudah dirasakan oleh sebagian konsumen yang sulit mendapatkan barang dan terbatas demi memenuhi kebutuhan hidupnya, seandainya adapun itu dibatasi dalam pembelian. Bahkan ada beberapa konsumen yang membeli di atas harga sebelumnya.

Akhirnya saham-saham yang berbasis manufaktur ini mengalami penurunan laba. Ketika laba menurun maka pembagian laba atau dividen yang diterima pemegang saham menjadi berkurang, sehingga akan terjadi aksi jual skala besar.

Pada pencatatan dari situs Worldometer, saaat ini wabah virus corona telah menginfeksi lebih dari 785.777 orang di lebih dari 180 negara dengan tingkat kematian 37.815 jiwa dan yang dinyatakan sembuh sebanyak 165.607 orang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har) Next Article Bersiap Karantina, IHSG Ambles 4,7% & 126 Emiten Dekati ARB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular