Reli 3 Hari Beruntun, Rupiah Masih Terkeok di Asia Pekan Ini

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 March 2020 12:15
Reli 3 Hari Beruntun, Rupiah Masih Terkeok di Asia Pekan Ini
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak mencatatkan level penutupan terlemah sepanjang sejarah pada Senin (23/3/2020), nilai tukar rupiah terus menguat. Namun jika performanya dalam waktu sepekan terakhir (week on week) rupiah masih terdepresiasi terhadap dolar AS.

Pada Jumat (27/3/2020), nilai tukar rupiah dibanderol Rp 16.100/US$ atau menguat 2,72% dari level sebelumnya pada Senin (23/3/2020) kala rupiah dihargai Rp 16.550/US$. Namun jika level penutupan kemarin dibandingkan dengan level penutupan Jumat pekan lalu, rupiah masih terdepresiasi sebesar 1,26% (wow) terhadap dolar.

Jika menengok performa mata uang kawasan Asia lainnya, rupiah masih menjadi yang terburuk. Hal ini diakibatkan oleh anjloknya rupiah yang sangat signifikan pada pekan-pekan sebelumnya.



Sebenarnya jika mengacu pada pekan ini saja, rupiah dan mayoritas mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar. Saat ini dolar sedang melemah. Hal ini tercermin dari indeks dolar yang terus terkoreksi sejak Senin pekan ini.



Pelemahan dolar ini diakibatkan oleh stimulus moneter yang diberikan bank sentral Paman Sam yakni The Fed. The Fed mengumumkan akan melakukan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19).

Aset yang akan dibeli seperti obligasi pemerintah, efek beragun aset perumahan (Residential Mortgage-Backed Security/RMBS), hingga obligasi korporasi dengan rating 'investment grade' dan exchange traded fund (ETF)-nya.



The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapapun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.



"Tidak seperti pasca krisis finansial global (2008), saat itu nilai QE The Fed terbatas setiap bulannya, kali ini jumlahnya tak terbatas" kata Ray Attril, kepala strategi valas di National Australia Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.



Jumlah yang tak terbatas tersebut artinya The Fed akan membeli seberapa pun aset yang diperlukan guna menyediakan likuiditas di pasar. Sebelumnya di bulan ini, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell juga telah membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%.



Kebijakan The Fed saat ini sama dengan ketika menghadapi krisis finansial 2008, bahkan lebih agresif lagi mengingat QE yang dilakukan nilainya tidak terbatas. Akibatnya, ekonomi AS akan banjir likuiditas, dan dolar AS jadi melemah.
Sentimen positif lain yang membuat nilai tukar rupiah menguat sejak Selasa adalah perkembangan stimulus fiskal jumbo AS senilai US$ 2 triliun. .

Pada Rabu malam (23/3/2020) waktu setempat, Senat AS mengadakan voting untuk menentukan lolos atau tidaknya RUU paket stimulus ekonomi sebesar US$ 2 triliun tersebut. Senat akhirnya menyetujui secara bulat (96 vs 0) RUU tersebut setelah berhari-hari berdiskusi dengan alot.

“Ini merupakan momen yang membanggakan bagi Senat Amerika Serikat dan negara ini. Kami yakin akan memenangkan pertempuran ini dalam waktu dekat” kata Senat Mitch McConnell kepada wartawan usai pemungutan suara melansir CNBC International.

Draf RUU setebal 880 halaman tersebut mencakup bantuan langsung tunai untuk perorangan, asuransi bagi pengangguran, pinjaman dan hibah untuk bisnis serta peningkatan sumber daya kesehatan untuk rumah sakit, negara bagian dan kota.

Kabarnya pada Jumat pagi DPR AS meloloskan RUU tersebut dan semalam RUU tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden AS ke-45 Donald Trump.

"Saya menandatangani satu paket bantuan ekonomi terbesar dalam sejarah Amerika," kata Trump di Kantor Oval ketika penasihat ekonomi utamanya dan para pemimpin kongres Republik berdiri di belakangnya. "Ini akan memberikan pertolongan yang sangat dibutuhkan bagi keluarga, pekerja, dan bisnis bangsa kita, itulah intinya." tambahnya melansir CNBC International.

Hal ini cukup membuat risk appetite investor kembali. Saham-saham dan surat utang di negara berkembang kembali di buru. Di tanah air sendiri, pekan ini indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat signifikan 8,4% secara week on week (wow). Asing mencatatkan net buy pada pekan ini sebesar Rp 288,7 miliar.

Tak hanya saham saja yang diburu, surat utang pemerintah RI juga mengalami kenaikan harga. Hal ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah RI bertenor 10 tahun.

Yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun turun tajam, sebesar 36,8 basis poin (bps) menjadi 7,907% pada hari perdagangan terakhir, Jumat (27/3/2020). 

Sebagai informasi, pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga naik, itu berarti sedang ada aksi beli di pasar obligasi.

Akibat inflow di pasar saham dan obligasi tersebut rupiah jadi perkasa sejak Selasa (24/3/2020). Namun karena rupiah belum berhasil keluar level Rp 16.000/US$ maka jika dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu, rupiah terhitung masih melemah.






TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular