
Lawan Dolar Australia, Rupiah Makin Siang Makin Loyo
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 March 2020 10:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Australia di awal perdagangan Jumat (27/3/2020), tetapi semakin siang penguatan justru semakin terpangkas.
Di awal perdagangan, rupiah sempat menguat 1,45% ke Rp 9.726,01/AU$, tetapi penguatan terus terpangkas hingga berbalik melemah 0,19% di Rp 9.887,60/AU$ pada pukul 10:11 WIB.
Pergerakan yang sama juga terjadi pada Kamis kemarin, rupiah di awal perdagangan melesat hingga nyaris 3%, tetapi di akhir perdagangan justru berbalik melemah 0,7%.
Rupiah kini berada di dekat level terlemah 9 bulan Rp 9.988,44/AU$, setelah ambles lebih dari 10% dalam sepekan terakhir. Padahal Rabu pekan lalu, rupiah masih berada di level terkuat sejak Desember 2011 melawan dolar Australia.
Dolar Australia justru mendapat tenaga menguat setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga acuannya ke rekor terendah pada Kamis (19/3/2020) pekan lalu.
Saat itu RBA memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ke rekor terendah sepanjang masa 0,25%. Pandemi virus corona (COVID-19) yang mengancam pertumbuhan ekonomi Australia dan global menjadi penyebab suku bunga dipangkas.
Jumlah kasus COVID-19 di Australia sendiri mengalami lonjakan yang signifikan. Di awal pekan ini ada 1.314 kasus positif virus corona, sementara pada hari ini sudah bertambah lebih dari dua kali lipan menjadi 2.810 kasus.
Guna meminimalisir dampak COVID-19 ke perekonomian, selain memangkas suku bunga, RBA juga menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). RBA mengatakan akan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder hingga yield tenor 3 tahun berada di level 0,25%.
Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan suku bunga 0,25% akan ditahan sampai pasar tenaga kerja menuju full employment dan RBA yakin tingkat inflasi akan menuju target 2-3%.
Meski demikian, sebenarnya bukan kebijakan RBA yang membawa dolar Australia menguat, melainkan aksi jual di pasar keuangan RI juga membuat rupiah terus merosot. Aksi jual tersebut terlihat dari amblesnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta naiknya yield obligasi.
Pada Selasa lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan aliran modal asing keluar atau capital outflow baik dari Surat Berharga Negara, obligasi, dan saham itu mencapai Rp 125 triliun secara year-to-date (YTD).
Baru dalam dua hari terakhir, aliran modal kembali masuk, dimana IHSG mampu mencetak penguatan tajam dan yield obligasi turun. Tetapi sayangnya belum mampu mendongkrak kinerja rupiah melawan dolar Australia, meski menjadi lebih stabil dibandingkan pekan lalu yang terus mengalami pelemahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Rupiah Lagi Gacor! Dolar Australia Turun ke Bawah Rp 11.000
Di awal perdagangan, rupiah sempat menguat 1,45% ke Rp 9.726,01/AU$, tetapi penguatan terus terpangkas hingga berbalik melemah 0,19% di Rp 9.887,60/AU$ pada pukul 10:11 WIB.
Pergerakan yang sama juga terjadi pada Kamis kemarin, rupiah di awal perdagangan melesat hingga nyaris 3%, tetapi di akhir perdagangan justru berbalik melemah 0,7%.
Dolar Australia justru mendapat tenaga menguat setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga acuannya ke rekor terendah pada Kamis (19/3/2020) pekan lalu.
Saat itu RBA memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ke rekor terendah sepanjang masa 0,25%. Pandemi virus corona (COVID-19) yang mengancam pertumbuhan ekonomi Australia dan global menjadi penyebab suku bunga dipangkas.
Jumlah kasus COVID-19 di Australia sendiri mengalami lonjakan yang signifikan. Di awal pekan ini ada 1.314 kasus positif virus corona, sementara pada hari ini sudah bertambah lebih dari dua kali lipan menjadi 2.810 kasus.
Guna meminimalisir dampak COVID-19 ke perekonomian, selain memangkas suku bunga, RBA juga menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). RBA mengatakan akan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder hingga yield tenor 3 tahun berada di level 0,25%.
Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan suku bunga 0,25% akan ditahan sampai pasar tenaga kerja menuju full employment dan RBA yakin tingkat inflasi akan menuju target 2-3%.
Meski demikian, sebenarnya bukan kebijakan RBA yang membawa dolar Australia menguat, melainkan aksi jual di pasar keuangan RI juga membuat rupiah terus merosot. Aksi jual tersebut terlihat dari amblesnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta naiknya yield obligasi.
Pada Selasa lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan aliran modal asing keluar atau capital outflow baik dari Surat Berharga Negara, obligasi, dan saham itu mencapai Rp 125 triliun secara year-to-date (YTD).
Baru dalam dua hari terakhir, aliran modal kembali masuk, dimana IHSG mampu mencetak penguatan tajam dan yield obligasi turun. Tetapi sayangnya belum mampu mendongkrak kinerja rupiah melawan dolar Australia, meski menjadi lebih stabil dibandingkan pekan lalu yang terus mengalami pelemahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Rupiah Lagi Gacor! Dolar Australia Turun ke Bawah Rp 11.000
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular