
Rupiah di Rp 16.000/US$, Apakah RI Krismon Lagi Seperti 1998?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 March 2020 09:40

Kedua, perbankan yang menjadi episentrum krisis 1998 kini juga jauh lebih kuat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada 1998 sangat rendah, bahkan sempat minus. Sekarang, CAR berada di kisaran 20%.
Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan) pada 1998 juga sangat tinggi yaitu pernah mencapai sekitar 48%. Per akhir Januari, NPL gross hanya 2,77%.
Oleh karena itu, sebenarnya fundamental Indonesia sudah jauh lebih baik sehingga pengalaman 1998 sepertinya sulit terulang. Memang benar tahun ini rupiah melemah, tetapi itu murni disebabkan faktor eksternal yaitu penyebaran virus corona yang semakin masif.
"Mereka (investor) tidak bisa kemudian disalahkan, karena seluruh dunia itu dua minggu terakhir panik. Fenomena (arus modal) keluar itu terjadi. Di Brasil, negara emerging, maupun di berbagi negara," kata Perry.
Namun, Perry menegaskan bahwa fenomena tersebut bersifat temporer. Terbukti rupiah mampu menguat dalam tiga hari terakhir setelah ada kejelasan mengenai paket stimulus fiskal di negara-negara maju, terutama di AS.
"Kami melihat beberapa investor membeli aset-aset keuangan meski belum besar. Begitu kepanikan mereda, ada kejelasan langkah-langkah global, mereka masuk kembali. "Jadi pelemahan rupiah terjadi karena kepanikan global. Begitu ada kejelasan, kebijakan fiskal dan moneter, rupiah akan kembali stabil dan menguat. Pelemahan rupiah ini temporer, saya tidak yakin korporasi menaikkan harga karena pelemahan rupiah," jelas Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan) pada 1998 juga sangat tinggi yaitu pernah mencapai sekitar 48%. Per akhir Januari, NPL gross hanya 2,77%.
Oleh karena itu, sebenarnya fundamental Indonesia sudah jauh lebih baik sehingga pengalaman 1998 sepertinya sulit terulang. Memang benar tahun ini rupiah melemah, tetapi itu murni disebabkan faktor eksternal yaitu penyebaran virus corona yang semakin masif.
"Mereka (investor) tidak bisa kemudian disalahkan, karena seluruh dunia itu dua minggu terakhir panik. Fenomena (arus modal) keluar itu terjadi. Di Brasil, negara emerging, maupun di berbagi negara," kata Perry.
Namun, Perry menegaskan bahwa fenomena tersebut bersifat temporer. Terbukti rupiah mampu menguat dalam tiga hari terakhir setelah ada kejelasan mengenai paket stimulus fiskal di negara-negara maju, terutama di AS.
"Kami melihat beberapa investor membeli aset-aset keuangan meski belum besar. Begitu kepanikan mereda, ada kejelasan langkah-langkah global, mereka masuk kembali. "Jadi pelemahan rupiah terjadi karena kepanikan global. Begitu ada kejelasan, kebijakan fiskal dan moneter, rupiah akan kembali stabil dan menguat. Pelemahan rupiah ini temporer, saya tidak yakin korporasi menaikkan harga karena pelemahan rupiah," jelas Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular