Rupiah Tembus Rp 16.550/US$, Begini Strategi Bank Mandiri

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
23 March 2020 18:29
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai diantisipasi Bank Mandiri.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai diantisipasi oleh manajemen PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Di pasar spot, data Refitiv mencatat, Senin (23/3/2020), kurs mata uang Garuda melemah ke posisi Rp 16.575 per dollar AS, dari pembukaan perdagangan Rp 15.975 per dolar AS. Saat ditutup, US$ 1 dibanderol Rp 16.550/US$ di pasar spot atau 4,09% dibandingkan dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri, Silvano Winston Rumantir mengatakan, belakangan ini tekanan di pasar keuangan meningkat karena adanya kekhawatiran dari investor global terhadap pandemi COVID-19 yang sudah menjangkiti lebih dari 160 negara.

Menurut Silvano, dampak corona tidak hanya tekanan di kurs, melainkan juga di pasar saham.


Oleh karena itu, Silvano memastikan kondisi likuiditas perseroan tetap terjaga kendati rupiah saat ini berfluktuasi cukup tajam.

"Kami ingin pastikan, dari Bank Mandiri kecukupan modal dan dana tetap dalam posisi sangat baik supaya kami tetap memastikan operasional dan fungsi perbankan dengan baik," kata Silvano, Senin (23/3/2020), dalam wawancara CNBC Indonesia.

Rupiah Tembus Rp 16.575 per US$, Ini Strategi Bank MandiriFoto: Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumatir/CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik


Tidak hanya itu, bank dengan kode saham BMRI ini juga memastikan kecukupan likuiditas dalam dolar AS.

"Di Bank Mandiri kami keadaan dollar kami masih sangat baik, Liquidity Coverage Ratio [Rasio Kecukupan Likuiditas] masih di atas 160%. Rasio kecukupan modal Bank Mandiri masih di level yang sehat, 18%," jelasnya.


Secara terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede menjelaskan, volatilitas rupiah belakangan ini cukup tinggi lantaran disebabkan pembalikan modal kepada aset keuangan yang lebih aman (safe haven) di tengah ketidakpastian yang sangat tinggi dari wabah corona.

Josua melanjutkan, pandemi ini bisa yang berpotensi berdampak pada perlambatan ekonomi global yang signifikan dan bahkan dapat mendorong resesi global jika COVID-19 berkepanjangan.

"Penyebaran COVID-19 ke AS, Eropa dan global yang sangat cepat mendorong pelaku pasar keuangan global melepas semua aset-asetnya yakni saham, obligasi, emas dan memegang cash dalam bentuk dolar," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/3/2020).


(tas/tas) Next Article LIVE! IHSG-Rupiah Jeblok, Dirkeu Mandiri Bicara Kondisi Pasar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular