
Harga Minyak Ambrol Pekan Ini, Terendah Sejak Awal 2000-an
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 March 2020 10:04

Faktor kedua adalah masih berlangsungnya perang harga minyak antara Arab Saudi vs Rusia. Hancur sudah kesepakatan pemangkasan produksi yang semestinya baru selesai akhir Maret, yang ada malah Arab Saudi terus menggenjot produksi.
Ini bermula saat Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Rusia gagal menyepakati tambahan pemangkasan produksi. Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.
Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi) ngambek, sehingga emoh memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.
Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menaikkan produksi minyak plus memberi harga diskon. Sepertinya Riyadh sedang menantang para rivalnya, siapa yang paling kuat bertahan dengan harga minyak rendah. Terjadilah apa yang disebut perang harga minyak.
Seperti dikutip dari Arab News, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman dikabarkan telah memberi titah kepada Saudi Aramco (perusahaan minyak terbesar di Negeri Gurun Pasir) untuk menaikkan produksi hingga ke rekor tertinggi yaitu 13 juta barel/hari. Jika ini terjadi, maka Arab Saudi akan menjadi produsen minyak terbesar di dunia mengungguli Amerika Serikat (AS).
AS, yang biasanya cenderung senang ketika harga minyak murah, sekarang mulai gerah. Reuters mengabarkan otoritas minyak dan gas di Texas (Texas Railroad Commision) meminta perusahaan-perusahaan untuk membatasi produksi. Sementara Kementerian Energi AS dan Kementerian Luar Negeri AS akan mulai melobi Arab Saudi untuk menghentikan aksinya agar harga kembali stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Ini bermula saat Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Rusia gagal menyepakati tambahan pemangkasan produksi. Saat ini sudah ada kesepakatan untuk mengurangi produksi minyak sebanyak 2,1 juta barel/hari. OPEC, dengan Arab Saudi sebagai pemimpin de facto, ingin ada tambahan pemotongan 1,5 juta barel/hari sehingga totalnya menjadi 3,6 juta barel/hari.
Rusia menolak rencana tambahan tersebut. Langkah ini sepertinya membuat OPEC (baca: Arab Saudi) ngambek, sehingga emoh memperpanjang pemangkasan produksi 2,1 juta barel/hari yang akan berakhir bulan ini.
Seperti dikutip dari Arab News, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman dikabarkan telah memberi titah kepada Saudi Aramco (perusahaan minyak terbesar di Negeri Gurun Pasir) untuk menaikkan produksi hingga ke rekor tertinggi yaitu 13 juta barel/hari. Jika ini terjadi, maka Arab Saudi akan menjadi produsen minyak terbesar di dunia mengungguli Amerika Serikat (AS).
AS, yang biasanya cenderung senang ketika harga minyak murah, sekarang mulai gerah. Reuters mengabarkan otoritas minyak dan gas di Texas (Texas Railroad Commision) meminta perusahaan-perusahaan untuk membatasi produksi. Sementara Kementerian Energi AS dan Kementerian Luar Negeri AS akan mulai melobi Arab Saudi untuk menghentikan aksinya agar harga kembali stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular