369 Positif Corona di RI, Jokowi Belum Pilih Opsi Lockdown

Annisatul Umah, CNBC Indonesia
21 March 2020 10:13
369 Positif Corona di RI, Jokowi Belum Pilih Opsi Lockdown
Foto: CNBC Indonesia TV
Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana lockdown di Indonesia sempat menjadi wacana pada awal pekan ini. Penyebaran virus corona atau Covid-19 sempat membuat khawatir sehingga diperlukan langkah-langkah radikal untuk mengatasinya.

Merespons hal tersebut, Presiden Joko Widodo lantas menggelar konferensi pers terkait perkembangan penyebaran Covid-19 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3/2020) siang.

Menurut Jokowi, sejak mengumumkan kasus pasien positif Covid-19 awal bulan ini, Ia telah memerintahkan menteri kesehatan dan kementerian terkait untuk meningkatkan langkah-langkah ekstra dalam menangani pandemik global Covid-19.


Jokowi lantas mengomentari perihal lockdown yang dilakukan sejumlah negara di dunia dalam merespons Covid-19. Negara-negara itu antara lain China, Filipina, Iran, Italia, Denmark, dan Spanyol.

"Kita melihat beberapa negara yang mengalami penyebaran dari awal dari kita ada yang melakukan lockdown dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Tetapi ada juga negara yang tidak melakukan lockdown namun melakukan langkah dan kebijakan yang ketat untuk menghambat penyebaran Covid-19 ini," kata Jokowi.

"Pemerintah terus berkomunikasi dengan WHO dan menggunakan protokol kesehatan WHO, serta berkonsultasi dengan para ahli kesehatan masyarakat dalam menangani penyebaran Covid-19 ini," lanjut eks Wali Kota Solo.

Sebelumnya, Jokowi sempat ditanya perihal lockdown saat mengunjungi Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020). Lalu, apa jawaban Jokowi?

"Belum berpikir ke arah sana," ujarnya. 


Kemarin oemerintah menyampaikan lonjakan tajam kasus positif virus corona (Covid-19), yakni sebanyak 60 kasus sehingga data yang terinveksi Covid-19 sebanyak 369 kasus. Hal tersebut diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto.

Yuri menambahkan ada 7 kasus kematian baru pada hari ini sehingga total menjadi 32 orang. "Kemudian ada penambahan 1 kasus sembuh sehingga total menjadi 17 kasus," ujar Yurianto dalam konferensi pers di BNPB, Jumat (20/3/2020).


[Gambas:Video CNBC]



Presiden Jokowi akhirnya memang tidak memilih opsi lockdown untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19), namun melalui tes cepat massal (rapid test). Jokowi meminta jajarannya untuk segera melakukan rapid test dengan cakupan yang lebih besar untuk mendeteksi dini pasien yang kemungkinan terpapar Covid-19.

Lebih lanjut Jokowi menyebut opsi ini telah sukses diterapkan di Korea Selatan (Korsel). Hal tersebut ditegaskan Jokowi kala memimpin rapat terbatas dengan topik pembahasan laporan tim Gugus Tugas Covid-19 melalui video conference di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Segera lakukan rapid tes. Tes cepat dengan cakupan yang lebih besar agar deteksi dini, kemungkinan awal seorang terpapar Covid-19 bisa kita lakukan," tegas Jokowi, Kamis (19/3/2002).

Jokowi meminta agar tempat untuk melakukan tes Covid-19 bisa diperbanyak. Tes ini akan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan terkait, tak terkecuali lembaga riset maupun perguruan tinggi.

"Saya minta rapid test terus diperbanyak dan juga diperbanyak di tempat-tempat untuk melakukan tes dan melibatkan rumah sakit baik pemerintah, milik BUMN, pemerintah daerah, rumah sakit milik TNI, Polri, dan swasta yang mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan," pintanya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini meminta agar jajarannya bisa segera menyiapkan protokol kesehatan yang sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat. Apalagi, pemeriksaan dalam jumlah besar akan segera dilakukan.

"Ini penting sekali. Terkait dengan hasil rapid test ini apakah karantina mandiri, self isolation, ataupun memerlukan layanan rumah sakit. Protokol kesehatan lebih jelas," kata Jokowi. Bila pemerintah betul-betul mengambil opsi itu, bagaimana sikap dari pelaku usaha?

Kepala divisi Marketing Communication PT Isuzu Astra Motor Indonesia Attias Asril menyebut bakal mengikuti anjuran pemerintah. Namun, ia meminta syarat agar sektor otomotif tidak kelabakan dalam memenuhi permintaan konsumen.

"Kita mau nggak mau ya karena kan namanya kebijakan, aturan mau nggak mau harus dilakukan. Kita berharapnya pemerintah mestinya jauh-jauh hari jika bicarakan lockdown. (Karena) Memikirkan masa produksi," katanya kepada CNBC Indonesia.

Hingga saat ini, baik proses produksi di pabrik maupun pegawai yang bekerja di kantor belum diterapkan aturan perubahan soal cara kerja. Yakni mulai pukul 07.30-16.30 WIB. Namun, Attias menyebut manajemen sudah memikirkan imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah.

"(Produksi) masih normal sih. masih sama untuk office, bengkel terus penjualan after sales masih sama. Masih jalan normal. (Sekarang) iya kita lagi mempertimbangkan karena kita ikuti perkembangan kan. Hari ini lah manajemen juga lagi membicarakan gimana untuk next step," sebutnya.

Selain itu, sektor tekstil juga mengaku sudah merespon perkembangan. Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk Anne Patricia juga menyebut sejumlah protokol sudah dijalankan dalam menunjang proses produksi.

"Tetap produksi dengan implementasi strict protocol dalam work place. Juga sosialisasi higienis pekerja dan keluarga. Termasuk social distance. Di dalam lingkungan bekerja di dalam dan luar work place," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (17/3).

Lalu mengenai opsi lockdown yang bisa diambil pemerintah, Anne menyebut siap mengikuti aturan tersebut. Meski ia mengaku ragu keputusan tersebut bakal jadi diambil.

"Ya kalau full lock down harus berhenti. Tapi saya yakin pemerintah tidak akan lakukan itu," sebutnya.

Sementara itu, industri masker, Ketua Indonesian Nonwoven Association (INWA) Billy Hidjaja juga bakal mengikuti aturan pemerintah. "(Jika lockdown) kita mengikuti kebijakan pemerintah. Kita tidak produksi masker," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular