
Harga Batu Bara Naik, Meski Risiko COVID-19 Masih Membayangi
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 March 2020 12:38

Bagaimanapun juga sentimen negatif juga masih datang dari negara konsumen batu bara terbesar di kawasan Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan dan India. Ketiga negara ini mencatatkan kontraksi impor batu bara sejak awal Maret hingga kemarin jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Impor batu bara Jepang sejak awal Maret sampai dengan kemarin tercatat sebesar 6,3 juta ton. Padahal tahun lalu, pada periode yang sama impor batu bara Jepang mencapai 8,1 juta ton. Artinya ada kontraksi sebesar 22,2% (yoy).
Sebenarnya potensi penurunan output daya yang dihasilkan dari pembangkit nuklir Jepang jadi faktor yang positif untuk harga batu bara. Namun akibat rendahnya harga gas di pasar, serta wabah COVID-19, permintaan batu bara di Jepang pun terganggu.
Wabah COVID-19 yang juga terjadi di Korea Selatan turut membebani harga batu bara. Data Refinitiv menunjukkan, impor batu bara Negeri Ginseng sejak awal Maret hingga kemarin sebesar 3,2 juta ton tahu turun 41,8% (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,5 juta ton.
Risiko penurunan permintaan batu bara juga berasal dari Korea Selatan yang dikabarkan akan menghentikan operasi 21-28 pembangkit listriknya yang menggunakan bahan bakar batu bara Maret ini. Hal itu dilakukan Negeri KpopĀ untuk melawan perubahan iklim.
Perlu diketahui, Korea Selatan memiliki kurang lebih 60 pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara dan berkontribusi sebesar 40% terhadap suplai listrik di Korea. Jadi, dapat dibayangkan jika lebih dari sepertiga pembangkit listriknya tidak dioperasikan maka permintaan dari Korea Selatan pun akan turun.
Sementara di India yang notabene sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di dunia setelah China, kinerja impornya juga masih terlihat lemah. Data Refinitiv menunjukkan impor batu bara sejak awal Maret sebesar 7,3 juta ton atau turun sebesar 24,7% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,7 juta ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Impor batu bara Jepang sejak awal Maret sampai dengan kemarin tercatat sebesar 6,3 juta ton. Padahal tahun lalu, pada periode yang sama impor batu bara Jepang mencapai 8,1 juta ton. Artinya ada kontraksi sebesar 22,2% (yoy).
Sebenarnya potensi penurunan output daya yang dihasilkan dari pembangkit nuklir Jepang jadi faktor yang positif untuk harga batu bara. Namun akibat rendahnya harga gas di pasar, serta wabah COVID-19, permintaan batu bara di Jepang pun terganggu.
Risiko penurunan permintaan batu bara juga berasal dari Korea Selatan yang dikabarkan akan menghentikan operasi 21-28 pembangkit listriknya yang menggunakan bahan bakar batu bara Maret ini. Hal itu dilakukan Negeri KpopĀ untuk melawan perubahan iklim.
Perlu diketahui, Korea Selatan memiliki kurang lebih 60 pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara dan berkontribusi sebesar 40% terhadap suplai listrik di Korea. Jadi, dapat dibayangkan jika lebih dari sepertiga pembangkit listriknya tidak dioperasikan maka permintaan dari Korea Selatan pun akan turun.
Sementara di India yang notabene sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar di dunia setelah China, kinerja impornya juga masih terlihat lemah. Data Refinitiv menunjukkan impor batu bara sejak awal Maret sebesar 7,3 juta ton atau turun sebesar 24,7% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,7 juta ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Most Popular