Diwarnai 'Drama' Trading Halt, IHSG Ditutup Nyaris Drop 5%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 March 2020 16:50
Diwarnai 'Drama' Trading Halt, IHSG Ditutup Nyaris Drop 5%
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini kembali anjlok signifikan, bahkan transaksi sempat dihentikan (trading halt) pada satu jam terakhir sebelum penutupan.

IHSG ditutup melorot 4,99% ke level 4.456,75 pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (17/3/2020). Pada 15.02 WIB, IHSG sempat jatuh sebesar 5% dan membuat bursa harus menghentikan perdagangan selama 30 menit (trading halt).

Jumlah transaksi yang tercatat pada hari ini mencapai Rp 7,03 triliun dengan asing membukukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 1,01 triliun. Dengan begitu IHSG ambles nyaris 30% atau tepatnya turun 29,25%.


Pasar saham global memang sedang kacau balau, apalagi setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah COVID-19 sebagai pandemi. Setelah itu pasar langsung merespons panik dan aksi jual yang masif terjadi di bursa saham global.

Lihat saja Wall Street tadi pagi. Pada perdagangan Senin (16/3/2020), bursa saham New York kembali mengalami hari perdagangan yang kelam. Tragedi Black Monday kembali terulang.

Pagi tadi indeks S&P 500 dan kawan-kawan ditutup terjun bebas dengan koreksi nyaris 13%. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok paling dalam hingga 12,9% dan merupakan koreksi harian terdalam sejak 'Black Monday' pada 1987.

Saat ini investor memang tengah menghindari risiko (risk off). Bahkan investasi yang dianggap aman seperti emas pun dilego oleh para investor. Harga logam mulia emas bahkan sudah anjlok dari level tertingginya lebih dari 10%.

Emas yang memang sudah cuan sejak tahun lalu, saat ini sedang dilikuidasi untuk menutup margin call dan kerugian pada investasi lain. Situasi ini sudah tidak normal. Pasar memang sedang kacau. Ada indikasi sekarang orang sedang enggan untuk masuk ke pasar dan lebih memilih memegang uang tunai alias cash.

Bahkan berbagai stimulus yang diberikan oleh pemerintah dan bank sentral pun tak mampu untuk menenangkan pasar. Paling anyar adalah kejutan dari bank sentral AS, The Fed. Bank sentral negeri adidaya tersebut di bulan ini saja sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 150 basis poin.


Saat ini Federal Fund Rate (FFR) berada di target kisaean 0-0,25% dan merupakan level terendah sejak 2015. Tak sampai disitu, The Fed berusaha untuk menggenjot likuiditas di pasar dengan memulai program pembelian aset-aset keuangan seperti obligasi pemerintah maupun efek beragun aset (EBA) properti senilai US$ 700 miliar yang dikenal dengan istilah Quantitative Easing (QE).


[Gambas:Video CNBC]



Pasar saat ini bergerak dengan volatilitas dan irasionalitas tinggi. Kasus COVID-19 sekarang sudah menginfeksi lebih dari 180 ribu orang di lebih dari separuh negara. Jumlah kasus di luar China kini telah melampaui total kumulatif total di China.

Indonesia yang sudah kemasukan COVID-19 sejak awal Maret juga terus melaporkan penambahan kasus. Per hari ini saja jumlah kasus COVID-19 di tanah air sudah ada 172 kasus. Padahal kemarin masih di angka 134 kasus.

Jumlah kasus masih akan terus bertambah. Berdasarkan estimasi Badan Inteligen Negara (BIN) wabah ini akan mencapai puncaknya pada bulan Mei nanti saat bulan Ramadhan. Kini COVID-19 sudah menjadi musuh bagi umat manusia di seluruh dunia.

Berbagai negara di dunia sudah memberlakukan lockdown. Italia yang kini sebagai negara dengan kasus terbanyak kedua setelah China memberlakukan lockdown satu negara. Pemerintah dunia tentu sedang menghadapi dilema besar.

Kalau lockdown diberlakukan maka ekonomi jadi tumbal, kalau tidak dan kasus terus bertambah maka nyawa orang jadi taruhan. Jadi serba salah, ibarat kata bagai makan buah si malakama. Dimakan ibu mata tak dimakan ayah yang mati.

Namun keamanan masyarakat merupakan prioritas negara. Jika kasus terus bertambah dengan signfikan, bukan tidak mungkin lockdown di tanah air menjadi opsi yang terbaik. Saat ini banyak sekolah sudah diliburkan untuk meminimalkan transmisi. Kebijakan bekerja dari rumah juga sudah banyak diambil oleh berbagai perusahaan.

Kita memang hidup dalam bahaya. Jadi ingat pidato presiden RI kesatu pada 1964 yang berjudul Tahun Vivere Pericoloso. Artintya tahun yang penuh bahaya. Di saat-saat seperti ini sikap yang paling baik dilakukan adalah hope for the best, prepare for the worst.





TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Pasar Saham Bak Roller Coaster, Terus Investor Harus Gimana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular