
Bakal Buyback Saham Rp 1,8 T, Ini Fundamental dari BBNI
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 March 2020 12:17

Jakarta, CNBC Indonesia - IHSG saat ini sedang anjlok dalam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membolehkan emiten untuk melakukan buy back saham tanpa perlu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Salah satu emiten perbankan pelat merah yang bersiap melakukan buy back saham adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). BBNI merupakan salah satu bank BUKU-IV dan masuk ke dalam 10 saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham tanah air.
Sampai hari ini BBNI masih bertengger di peringkat 10 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia dan peringkat 4 jika dibandingkan dengan sesama emiten perbankan lain.
Namun akibat gempuran sentimen wabah corona (COVID-19) harga saham BBNI anjlok dan membuat nilai kapitalisasi pasarnya tergerus hingga jatuh ke bawah Rp 100 triliun. Sejak awal tahun hingga akhir pekan lalu, harga saham BBNI telah anjlok lebih dari 30% dan lebih dalam dari kinerja IHSG.
Koreksi yang terjadi pada harga saham BBNI membuat harga pasar saat ini semakin jauh dari nilai intrinsik perusahaan. Padahal secara fundamental, BBNI membukukan kinerja yang baik kala kondisi perekonomian sedang tidak kondusif di sepanjang tahun 2019.
BBNI merupakan bank terbesar keempat di Indonesia dengan portofolio kredit Rp 556,77 triliun pada akahir 2019, tumbuh 8,6% dibandingkan periode 2018 Rp 512,78 triliun. Sementara itu dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp 614,31 triliun atau tumbuh 6,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 578,78 triliun.
Kalau dilihat dari segi profitabilitas, BBNI berhasil membukukan pendapatan Net Interest Income (NII) Rp 36,6 triliun tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 35,45 triliun.
Profitabilitas BBNI juga ditopang oleh pertumbuhan Fee Based Income (FBI) yang tumbuh 18,1% (yoy) akibat pendapatan dari peningkatan recurring fee.
BBNI juga mencatatkan pertumbuhan dana murah (CASA) sebesar 1,8% (yoy). Hal ini tentu juga berkontribusi positif terhadap profitabilitas BBNI di tahun lalu.
Ditinjau dari segi penyaluran kredit. BBNI berhasil mengelola kreditnya dengan baik dengan membukukan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 8,6% (yoy) ditopang oleh pertumbuhan kredit business banking (+8,2% yoy), kredit payroll (+11,7% yoy) dan kredit KPR (+8,3% yoy).
Kalau dilihat dari sisi kualitas aset, BBNI menjadi bank BUKU IV yang mencatatkan rasio kredit macet (NPL) yang termasuk paling rendah dibanding pesaingnya. NPL gross BBNI tahun lalu sebesar 2,3%, sementara NPL netto sebesar 1,2%.
Dengan kinerja tersebut, saham BBNI saat ini ditransaksikan di level Price/Book (P/B) historis 0,79x atau lebih dari 2 standard deviasi rata-rata P/B historis lima tahun terakhir. Konsensus analis Refinitiv Datastream saat ini menyematkan rating 'buy' untuk BBNI dengan median target harga Rp 8.900/unit.
Artinya saat ini harga saham BBNI termasuk yang sedang diskon besar-besaran (undervalued) karena harga pasar jauh di bawah nilai intrinsik perusahaan. Jika menggunakan harga penutupan BBNI pada pekan lalu maka ada potential upside sebesar 71,1%. Pada dasarnya BBNI memiliki prospek yang baik untuk ke depan dengan valuasi yang menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article IHSG Tembus 6.800! Asing Ramai-Ramai Jual Saham Ini
Salah satu emiten perbankan pelat merah yang bersiap melakukan buy back saham adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). BBNI merupakan salah satu bank BUKU-IV dan masuk ke dalam 10 saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham tanah air.
Sampai hari ini BBNI masih bertengger di peringkat 10 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia dan peringkat 4 jika dibandingkan dengan sesama emiten perbankan lain.
Koreksi yang terjadi pada harga saham BBNI membuat harga pasar saat ini semakin jauh dari nilai intrinsik perusahaan. Padahal secara fundamental, BBNI membukukan kinerja yang baik kala kondisi perekonomian sedang tidak kondusif di sepanjang tahun 2019.
BBNI merupakan bank terbesar keempat di Indonesia dengan portofolio kredit Rp 556,77 triliun pada akahir 2019, tumbuh 8,6% dibandingkan periode 2018 Rp 512,78 triliun. Sementara itu dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp 614,31 triliun atau tumbuh 6,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 578,78 triliun.
Kalau dilihat dari segi profitabilitas, BBNI berhasil membukukan pendapatan Net Interest Income (NII) Rp 36,6 triliun tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar Rp 35,45 triliun.
Profitabilitas BBNI juga ditopang oleh pertumbuhan Fee Based Income (FBI) yang tumbuh 18,1% (yoy) akibat pendapatan dari peningkatan recurring fee.
BBNI juga mencatatkan pertumbuhan dana murah (CASA) sebesar 1,8% (yoy). Hal ini tentu juga berkontribusi positif terhadap profitabilitas BBNI di tahun lalu.
Ditinjau dari segi penyaluran kredit. BBNI berhasil mengelola kreditnya dengan baik dengan membukukan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 8,6% (yoy) ditopang oleh pertumbuhan kredit business banking (+8,2% yoy), kredit payroll (+11,7% yoy) dan kredit KPR (+8,3% yoy).
Kalau dilihat dari sisi kualitas aset, BBNI menjadi bank BUKU IV yang mencatatkan rasio kredit macet (NPL) yang termasuk paling rendah dibanding pesaingnya. NPL gross BBNI tahun lalu sebesar 2,3%, sementara NPL netto sebesar 1,2%.
Dengan kinerja tersebut, saham BBNI saat ini ditransaksikan di level Price/Book (P/B) historis 0,79x atau lebih dari 2 standard deviasi rata-rata P/B historis lima tahun terakhir. Konsensus analis Refinitiv Datastream saat ini menyematkan rating 'buy' untuk BBNI dengan median target harga Rp 8.900/unit.
Artinya saat ini harga saham BBNI termasuk yang sedang diskon besar-besaran (undervalued) karena harga pasar jauh di bawah nilai intrinsik perusahaan. Jika menggunakan harga penutupan BBNI pada pekan lalu maka ada potential upside sebesar 71,1%. Pada dasarnya BBNI memiliki prospek yang baik untuk ke depan dengan valuasi yang menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article IHSG Tembus 6.800! Asing Ramai-Ramai Jual Saham Ini
Most Popular