
The Fed Gagal Tenangkan Pasar, Bursa Saham Asia Merah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 March 2020 08:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia bergerak variatif cenderung melemah pada perdagangan pagi ini. Investor masih sangat cemas dengan penyebaran virus corona.
Pada Senin (16/3/2020) pukul 08:51 WIB, berikut perkembangan indeks saham utama Asia:
Sentimen negatif yang masih menyelimuti pasar keuangan Asia (dan dunia) apa lagi kalau bukan penyebaran virus corona. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pukul 08:13 WIB, jumlah kasus virus corona di seluruh dunia mencapai 167.811. Korban meninggal tercatat 6.471 orang.
Penyebaran virus di di luar China semakin mencemaskan, terutama di Eropa. Kasus corona di Italia sudah berjumlah 24.747, tertinggi setelah China. Sementara di Spanyol 7.844, Jerman 5.795, Prancis 4.513, Belanda 2.271, Swiss 2.200, Inggris 1.395, Norwegia 1.221, Swedia 1.032, Belgia 886, Denmark 875, Austria 860, dan banyak lagi yang lainnya.
Perkembangan ini membuat pemerintah di Eropa menempuh kebijakan yang agak ekstrem. Italia masih dalam masa 'penguncian' (lockdown), warga dilarang keluar rumah kecuali bekerja dan urusan medis yang mendesak.
Spanyol menerapkan lockdown parsial di 15 wilayah otonom yang berpopulasi total sekitar 47 juta jiwa. Kemudian Prancis menutup pertokoan, restoran, dan tempat hiburan mulai kemarin, setelah kasus corona di Negeri Anggur melonjak dua kali lipat dalam 72 jam.
Sementara Norwegia menutup bandara dan pelabuhan, kecuali bagi warga yang baru datang dari luar negeri dan arus barang. "Kami memutuskan untuk menutup bandara dan pelabuhan serta menerapkan kontrol ketat di perbatasan," tegas Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, sebagaimana diberitaka Reuters.
Kebijakan ini bertujuan untuk menekan penyebaran virus dan menyelamatkan nyawa. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa akan berdampak terhadap kelesuan ekonomi. Perlambatan ekonomi sudah tidak bisa dihindari, dan membuat pelaku pasar cemas sehingga masih bersikap risk off (menghindari risiko).
Kabar dari Amerika Serikat (AS) gagal menenangkan pasar. Malam tadi waktu Indonesia, bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed kembali menurunkan suku bunga acuan.
Tidak main-main, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memangkas Federal Funds Rate 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Ini adalah rekor terendah sejak 2015.
Â
Ini adalah kali kedua dalam sebulan The Fed mengadakan rapat di luar jadwal dan menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, langkah serupa ditempuh pada 3 Maret di mana suku bunga acuan diturunkan 50 bps.
Semestinya rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Commitee/FOMC) baru berlangsung pada 17-18 Maret. Sepertinya kondisi begitu genting sehingga The Fed tidak bisa menunggu lagi.
"Dampak dari penyebaran virus corona akan membebani aktivitas ekonomi dalam jangka pendek sehingga menimbulkan risiko terhadap prospek ke depan. Dengan perkembangan ini, Komite memutuskan untuk menurunkan target suku bunga. Komite akan mempertahankan target ini sampai ada keyakinan bahwa ekonomi sudah membaik, penciptaan lapangan kerja ke titik maksimum, dan stabilitas harga sesuai dengan target," sebut keterangan tertulis The Fed.
Tidak cuma pemotongan suku bunga acuan, The Fed juga siap menempuh langkah-langkah lain untuk menjaga performa perekonomian Negeri Adidaya. Untuk menjaga stabilitas pasar, The Fed akan meningkatkan pembelian obligasi pemerintah AS setidaknya US$ 500 miliar dalam beberapa bulan ke depan dan meningkatkan kepemilikan di aset keuangan berbasis properti (mortage-backed securites) setidaknya US$ 200 miliar.
"Sebagai tambahan, operasi pasar diperluas terutama di pasar repo. Komite akan terus memantau seluruh perkembangan dengan saksama dan bersiap menyesuaikan kebijakan jika diperlukan," tambah keterangan tertulis The Fed.
Akan tetapi, kebijakan The Fed tidak mampu membendung kecemasan pasar akibat virus corona. Malah berkembang persepsi bahwa The Fed terlalu panik dalam menyikapi situasi, sehingga justru kontraproduktif.
"Pasar bertanya-tanya, apakah The Fed mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui? Apakah COVID-19 lebih parah dari yang kita duga?" tegas Phil Orlando, Chief Equity Market Strategist di Federated Hermes yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
"The Fed sepertinya ketakutan. Melakukan langkah seperti ini cukup mengejutkan, mereka mengeluarkan seluruh amunisi. Ini bisa berdampak positif, tetapi tidak akan banyak karena isu virus corona masih berkembang," tambah Robert Pavlik, Chief Investment Strategist di Slatestone Wealth LLC yang berbasis di New York, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, pemangkasan suku bunga acuan dan gelontoran likuiditas yang dilakukan The Fed tidak banyak membantu. Pelaku pasar masih sangat berhati-hati sehingga belum masuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko di Asia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Jelang Rilis Data Inflasi AS, Bursa Eropa Tetap Tegar
Pada Senin (16/3/2020) pukul 08:51 WIB, berikut perkembangan indeks saham utama Asia:
Penyebaran virus di di luar China semakin mencemaskan, terutama di Eropa. Kasus corona di Italia sudah berjumlah 24.747, tertinggi setelah China. Sementara di Spanyol 7.844, Jerman 5.795, Prancis 4.513, Belanda 2.271, Swiss 2.200, Inggris 1.395, Norwegia 1.221, Swedia 1.032, Belgia 886, Denmark 875, Austria 860, dan banyak lagi yang lainnya.
Perkembangan ini membuat pemerintah di Eropa menempuh kebijakan yang agak ekstrem. Italia masih dalam masa 'penguncian' (lockdown), warga dilarang keluar rumah kecuali bekerja dan urusan medis yang mendesak.
Spanyol menerapkan lockdown parsial di 15 wilayah otonom yang berpopulasi total sekitar 47 juta jiwa. Kemudian Prancis menutup pertokoan, restoran, dan tempat hiburan mulai kemarin, setelah kasus corona di Negeri Anggur melonjak dua kali lipat dalam 72 jam.
Sementara Norwegia menutup bandara dan pelabuhan, kecuali bagi warga yang baru datang dari luar negeri dan arus barang. "Kami memutuskan untuk menutup bandara dan pelabuhan serta menerapkan kontrol ketat di perbatasan," tegas Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, sebagaimana diberitaka Reuters.
Kebijakan ini bertujuan untuk menekan penyebaran virus dan menyelamatkan nyawa. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa akan berdampak terhadap kelesuan ekonomi. Perlambatan ekonomi sudah tidak bisa dihindari, dan membuat pelaku pasar cemas sehingga masih bersikap risk off (menghindari risiko).
Kabar dari Amerika Serikat (AS) gagal menenangkan pasar. Malam tadi waktu Indonesia, bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed kembali menurunkan suku bunga acuan.
Tidak main-main, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memangkas Federal Funds Rate 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Ini adalah rekor terendah sejak 2015.
Â
Ini adalah kali kedua dalam sebulan The Fed mengadakan rapat di luar jadwal dan menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, langkah serupa ditempuh pada 3 Maret di mana suku bunga acuan diturunkan 50 bps.
Semestinya rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Commitee/FOMC) baru berlangsung pada 17-18 Maret. Sepertinya kondisi begitu genting sehingga The Fed tidak bisa menunggu lagi.
"Dampak dari penyebaran virus corona akan membebani aktivitas ekonomi dalam jangka pendek sehingga menimbulkan risiko terhadap prospek ke depan. Dengan perkembangan ini, Komite memutuskan untuk menurunkan target suku bunga. Komite akan mempertahankan target ini sampai ada keyakinan bahwa ekonomi sudah membaik, penciptaan lapangan kerja ke titik maksimum, dan stabilitas harga sesuai dengan target," sebut keterangan tertulis The Fed.
Tidak cuma pemotongan suku bunga acuan, The Fed juga siap menempuh langkah-langkah lain untuk menjaga performa perekonomian Negeri Adidaya. Untuk menjaga stabilitas pasar, The Fed akan meningkatkan pembelian obligasi pemerintah AS setidaknya US$ 500 miliar dalam beberapa bulan ke depan dan meningkatkan kepemilikan di aset keuangan berbasis properti (mortage-backed securites) setidaknya US$ 200 miliar.
"Sebagai tambahan, operasi pasar diperluas terutama di pasar repo. Komite akan terus memantau seluruh perkembangan dengan saksama dan bersiap menyesuaikan kebijakan jika diperlukan," tambah keterangan tertulis The Fed.
Akan tetapi, kebijakan The Fed tidak mampu membendung kecemasan pasar akibat virus corona. Malah berkembang persepsi bahwa The Fed terlalu panik dalam menyikapi situasi, sehingga justru kontraproduktif.
"Pasar bertanya-tanya, apakah The Fed mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui? Apakah COVID-19 lebih parah dari yang kita duga?" tegas Phil Orlando, Chief Equity Market Strategist di Federated Hermes yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
"The Fed sepertinya ketakutan. Melakukan langkah seperti ini cukup mengejutkan, mereka mengeluarkan seluruh amunisi. Ini bisa berdampak positif, tetapi tidak akan banyak karena isu virus corona masih berkembang," tambah Robert Pavlik, Chief Investment Strategist di Slatestone Wealth LLC yang berbasis di New York, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, pemangkasan suku bunga acuan dan gelontoran likuiditas yang dilakukan The Fed tidak banyak membantu. Pelaku pasar masih sangat berhati-hati sehingga belum masuk masuk ke instrumen-instrumen berisiko di Asia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Jelang Rilis Data Inflasi AS, Bursa Eropa Tetap Tegar
Most Popular