9 Saham Kakap Sempat Diobral, Benarkah Harga Sudah Murah?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 March 2020 15:19
Sudah Saatnya 'Buy'?
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Namun volatilitas di pasar masih sangat tinggi. Biang keroknya apalagi kalau bukan virus corona. Corona yang kini resmi bernama COVID-19 telah menjangkiti lebih dari 110.000 orang di separuh negara di dunia.

Sebenarnya jumlah kasus infeksi COVID-19 di China (episentrum penyebaran virus) sudah dilaporkan menurun dalam beberapa waktu terakhir. Dalam beberapa hari terakhir jumlah kumulatif kasus infeksi COVID-19 di China tidak beranjak dari angka 80.000 kasus. Seolah episentrumnya bergeser, lonjakan kasus baru justru terjadi di luar China.

“Pada akhir pekan, lonjakan kasus baru banyak terjadi di Italia, Iran, Amerika Serikat (AS), Jerman, Perancis, Spanyol, Jepang dan Mesir. Di AS, jumlah kasus kini mencapai 521. Sementara di Italia korban meninggal bertambah menjadi 366. Beredar kabar bahwa di Filipina , Presiden Rodrigo Duterte sudah setuju untuk memberlakukan keadaan darurat” tulis riset Citi.

Lonjakan kasus di AS membuat beberapa daerah berada dalam status darurat corona, salah satunya adalah California. Per hari ini jumlah kasus yang dilaporkan di AS sudah berjumlah 605 dengan 22 orang korban meninggal. Teror yang disebar COVID-19 membuat bursa saham Paman Sam rontok.

Pagi tadi, indeks utama bursa saham Paman Sam jatuh sangat dalam. Indeks Dow Jones Industrial harus rela terkapar di zona merah dengan koreksi 7,79%. Indeks S&P 500 dan Nasdaq composite menyusul dengan koreksi masing-masing sebesar 7,59% dan 7,29%. Ini merupakan koreksi harian terdalam sejak Desember 2008.

Beralih ke Eropa, kemarin indeks STOXX 600 ditutup dengan pelemahan yang juga dalam yaitu minus 7,44%. Italia menjadi negara di Eropa dengan jumlah kasus infeksi paling banyak. Bahkan sudah melampaui jumlah kasus kumulatif yang dilaporkan di Korea Selatan.

Data kompilasi John Hopkins Universiy CSSE menunjukkan jumlah kasus di Italia sudah mencapai 9.172 dan korban meninggal bertambah menjadi 463. Karena kasus di Italia bertambah dengan signifikan, Perdana Menteri Giusepe Conte akan memperluas jangkauan karantina menjadi seluruh negara dari sebelumnya wilayah Lombardy saja.

Conte mengatakan 60 juta orang di berbagai penjuru negara tidak boleh bepergian ke mana-mana kecuali untuk bekerja atau dalam keadaan darurat lain. Dia menambahkan kegiatan ‘kumpul-kumpul’ akan dilarang dan kegiatan olahraga akan ditunda. Upaya ini dilakukan untuk melindungi orang-orang dengan risiko paling tinggi. Kebijakan ini mulai berlaku hari ini hingga 3 April nanti rencananya.

“Keputusan yang tepat untuk sekarang ini adalah dengan tetap tinggal di rumah” kata Conte “Masa depan kita dan Italia ada di tangan kita. Kita harus lebih bertanggung jawab sekarang dari sebelumnya” tambahnya, melansir CNBC Internasional.

Kondisi darurat corona di Italia membuat indeks FTSE MIB terkoreksi parah dengan anjlok sebesar 11,17%. Setali tiga uang dengan bursa saham Italia, indeks saham FTSE 100 (Inggris) ambruk 7,69%, DAX (jerman) minus 7,94% dan CAC 40 (Perancis) minus 8,38%.

Pergerakan bursa saham global yang diwarnai dengan volatilitas tinggi berpeluang membuat bursa saham domestik juga ikut berfluktuasi. Walau hari ini IHSG rebound dengan penguatan sebesar 2,34%. Namun tak menutup kemungkinan pergerakan liar harga saham tanah air ini masih akan berlanjut selagi COVID-19 masih belum bisa dijinakkan dan terus menjangkiti dunia.

Jadi di tengah volatilitas pasar yang masih tinggi seperti sekarang ini, wait and see adalah tindakan yang bijak dalam berinvestasi di instrumen saham jika tidak ingin psikisnya terserang oleh pergerakan liar harga saham di pasar.

Namun jika ingin memanfaatkan momentum koreksi yang dalam, maka investor dapat masuk saat IHSG jeblok dengan strategi average down dan tidak langsung membeli dengan unit yang banyak jika memang ingin mengkoleksi saham-saham blue chip.





TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular