Anjlok 1% Lebih, Rupiah Lagi-lagi Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 March 2020 17:11
Anjlok 1% Lebih, Rupiah Lagi-lagi Terburuk di Asia
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (9/3/2020). Tidak hanya melemah, rupiah juga sekali lagi menjadi mata uang terburuk di Asia.

Rupiah membuka perdagangan di level Rp 14.240/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pelemahan terus berlanjut hingga 0,91% ke Rp 14.350/US$ sebelum tengah hari. Selepas tengah hari, rupiah terus melemah hingga 1,16% di Rp 14.385/US$ pada penutupan perdagangan pasar spot, melansir data Refinitiv.

Rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang melemah lebih dari 1%, sehingga menjadi yang terburuk hari ini. Pada Jumat pekan lalu, Mata Uang Garuda juga mengalami nasib sama, terburuk di Asia.

Memang mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini, hanya yen Jepang yang menguat signifikan, lebih dari 2%. Dolar Hong Kong dan rupee India hanya mampu menguat tipis-tipis.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.



Fakta hanya yen yang mampu menguat tajam menunjukkan sentimen buruknya sentimen pelaku pasar sehingga menghindari aset-aset berisiko dan masuk ke aset aman (safe haven) seperti yen. Penyebaran wabah virus corona membuat outlook pertumbuhan ekonomi global merosot yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk.

S&P Global dalam sebuah laporannya dipublikasikan pada Jumat (6/3/2020) menuliskan virus corona dapat menimbulkan kerugian pada perekonomian Asia Pasifik sebesar US$ 211 miliar atau setara dengan lebih dari seperlima output perekonomian RI dalam setahun.

Australia, Hong Kong, Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Thailand diprediksi terancam terseret ke dalam jurang resesi, menurut S&P. Lembaga tersebut juga merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk 2020 dari 5,7% menjadi 4,8%.



Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya sempat menyatakan jika perekonomian China terpangkas 1 poin persentase, maka ekonomi Indonesia berisiko terpangkas 0,3-0,6 poin persentase.

Itu baru China, belum melihat negara-negara lain yang memiliki hubungan dagang yang besar dengan Indonesia seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan yang juga diprediksi mengalami pelambatan ekonomi hingga resesi. Tekanan bagi ekonomi Indonesia tentunya semakin besar.


[Gambas:Video CNBC]



Belum diketahui sampai kapan wabah virus corona akan berlangsung, di China memang sudah terjadi penurunan jumlah kasus baru yang signifikan. Tetapi peningkatan tajam justru terjadi di luar China. Hal tersebut memicu sentimen alih risiko yang membuat yen begitu perkasa. Rupiah bahkan mencapai level terlemah sepanjang masa melawan mata uang Negeri Matahari Terbit ini. 

Rupiah di awal perdagangan hari ini jeblok 4,58% melawan yen ke 141,18/JPY. Level tersebut merupakan yang terlemah sepanjang sejarah, berdasarkan data Refinitiv. 


Yen yang terus menguat juga dipicu status Jepang yang merupakan negara kreditur terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip CNBC International, jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.

Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia. Saat terjadi gejolak di pasar finansial, investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi perkasa.



Sementara itu, berdasarkan data Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona kini lebih dari 110.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 3.825 orang. 

Di luar China, lonjakan kasus terjadi di Korea Selatan, Italia, Iran, Perancis, Jerman, hingga AS. 



Jumlah kasus corona di AS kini mencapai 554 orang, negara bagian California dan New York bahkan sudah mengumumkan kondisi darurat corona. 

Akibat wabah tersebut bank sentral di berbagai negara, termasuk di AS (Federal Reserve/The Fed) harus memangkas suku bunga guna meminimalisir dampaknya ke perekonomian. The Fed pada pekan lalu mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga 50 basis poin (bps) menjadi 1-1,25%, dan diprediksi memangkas lagi dengan jumlah yang sama pada pekan depan. 

Dolar sebenarnya sedang tertekan akibat kebijakan The Fed tersebut. Indeks dolar AS siang ini melemah 0,72% ke 95,26 bahkan pagi tadi sempat di 94,88 yang merupakan level terendah sejak Oktober 2018. Indeks ini dibentuk dari 6 mata uang, euro, poundsterling, yen, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia, serta kerap dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS. 

Sayangnya tekanan yang dialami dolar AS belum sanggup mengangkat kinerja rupiah. Sebagai mata uang emerging market, rupiah dianggap lebih berisiko sehingga tekanan jual yang dialami rupiah lebih besar dibandingkan dolar AS. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular