Analisis

Raih Laba Rp 34,41 T, Bagaimana Kinerja BBRI ke Depan?

Putu Agus Pransuamitra & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
06 March 2020 19:37
Raih Laba Rp 34,41 T, Bagaimana Kinerja BBRI ke Depan?
Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah tekanan ekonomi global dan dalam negeri, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berhasil mempertahankan posisi sebagai bank terbesar sekaligus bank paling menguntungkan di Indonesia.

Bank yang fokus pada pembiayaan UMKM ini meraih laba bersih Rp 34,41 triliun, naik 6,2% jika dibandingkan capaian 2018. Meski pertumbuhan tersebut tidak sekencang tahun lalu, namun tetap lebih tinggi dari rata-rata perbankan yang tercatat 6,08% pada Desember 2019.

Pertumbuhan laba bersih perusahaan ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang mencapai 5,2%, dari Rp 77,67 triliun pada 2018 menjadi Rp 81,71 triliun pada 2019. Sementara itu, pendapatan berbasis premi dan pendapatan lainnya mencapai Rp 28,52 triliun, naik 21,8% dibandingkan dengan setahun lalu.



Tim Riset CNBC Indonesia mencatat bank yang dipimpin oleh Sunarso sebagai Direktur Utama ini berhasil meraih kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan dari berbagai sisi.

Mulai dari pertumbuhan aset 9,2% menjadi Rp 1.416,76 triliun, dibandingkan aset akhir 2018 sebesar Rp 1.296,90 triliun. Adapun rata-rata industri mencatatkan pertumbuhan hanya 6,77 %.


Sementara itu, penyaluran kredit BRI tumbuh mencapai 8,3% menjadi Rp 907,38 triliun, dari 2018 senilai Rp 838,14 triliun. Kinerja ini lebih positif dibandingkan dengan industri yang tertahan di pertumbuhan 7,05 %.

Adapun dana pihak ketiga (DPK) BRI tumbuh 8,1% menjadi Rp 1.021,19 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan industri sebesar 6,7%.

BRI menjadi satu-satunya bank di Indonesia yang mengelola DPK di atas Rp 1.000 triliun pada akhir 2019. DPK yang dikelola oleh BRI memiliki porsi atau pangsa pasar sebesar 16-17% dibandingkan dengan industri perbankan.

Yang patut dicermati bahwa penyaluran kredit BRI yang relatif tinggi masih diimbangi oleh marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang juga relatif tinggi. Pada tahun lalu, NIM dari BRI berada di level 6,73%, dibandingkan dengan industri yang berada di level 4,89%.

BRI mencatatkan peningkatan rasio kredit bermasalah (net performing loan/NPL) gross sebesar 2,62% akibat segmen korporasi yang naik dari 5,49% menjadi 8,75%.

Adapun NPL pada segmen mikro, konsumer, dan usaha kecil relatif terjaga. Sementara NPL segmen menengah turun dari 6,8% menjadi 5,38% . Meski demikian Bank BRI telah menyiapkan NPL Coverage sehingga NPL bisa berada pada kondisi yang ideal.

Raih Laba Rp 34,41 T, Bagaimana Kinerja BBRI ke Depan?Foto: Infografis/BRI Lampaui Industri Perbankan/Arie Pratama


Berkaca dari kinerja 2019, capaian-capaian tersebut bisa menyokong target BRI untuk tahun ini, dan tetap mengokohkan posisinya sebagai bank pelat merah paling profitable di Indonesia. Apalagi BRI memasang target yang cukup agresif, dengan laba dan kredit yang diharapkan tumbuh di atas 10% atau double digit pada 2020.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pertumbuhan kredit pada 2020 bisa tumbuh 10%, lebih tinggi pertumbuhan kredit sepanjang 2019 yang sebesar 8,44%. BRI yang lekat dengan UMKM ini juga akan menggenjot kredit di sektor mikro agar meningkat dari tahun ke tahun.

Sejalan dengan agresifnya target kredit, BRI juga menargetkan laba bersih bisa tumbuh double digit, lebih tinggi dari pertumbuhan laba 2019 yang tumbuh 6,15% menjadi Rp 34 triliun. Salah satu penopang kenaikan laba bersih ini berasal dari pendapatan margin bunga bersih (net interest margin) yang dijaga di kisaran 6,9 %.

"BRI akan fokus menggarap dana murah (CASA) untuk mengoptimalkan pertumbuhan dana, melalui transaction banking di perkotaan maupun melalui micro saving dan micro payment di segmen mikro," kata Sunarso belum lama ini.



BRI juga mencatatkan pertumbuhan pesat pada layanan digital banking yang difasilitasi oleh BRI, fee-based income tumbuh sebesar 20,11% pada 2019 menjadi Rp 14,29 triliun, dari yang sebelumnya Rp 11,9 triliun pada 2018.

Di tengah-tengah lesunya laju perekonomian seperti saat ini (yang akan menekan penyaluran kredit), memang fee-based income menjadi sangat penting dalam menopang kelangsungan usaha sebuah bank. Pada 2019, fee-based income menyumbang sebesar 10% dari total pendapatan BRI.

Dilihat dari kinerja 2019, secara manajemen risiko, terlihat bahwa BRI tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal ini terlihat dari rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang masih berada di bawah level 3%, tepatnya 2,8%.

Penyaluran kredit yang terbilang prudent tersebut ikut dilengkapi oleh pencadangan yang juga tinggi, ditunjukkan oleh besaran NPL Coverage Ratio.
Untuk diketahui, NPL Coverage Ratio didapatkan dengan membagi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan jumlah kredit bermasalah.

CKPN sendiri merupakan dana yang dialokasikan oleh perbankan guna menghadapi kemungkinan kredit yang disalurkannya tak mampu dilunasi oleh debitur.

Semakin tinggi NPL Coverage Ratio, maka perbankan akan semakin siap dalam menghadapi risiko memburuknya kualitas aset mereka. Melansir riset dari Mandiri Sekuritas, NPL Coverage Ratio dari BRI berada di level 160% pada tahun 2019.

Untuk mendukung kinerja dan menghadapi persaingan, BRI juga terus berinovasi. Perusahaan ini tengah berada di jalur yang tepat untuk meluncurkan super-app pertama di Indonesia untuk sektor finansial.

Saat ini, BRI diketahui memiliki berbagai anak usaha yang bergerak di sektor finansial yang sangat mungkin jika layanannya diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi. Jika BRI memutuskan untuk meluncurkan super-app nantinya, pendapatan usaha dan pendapatan berbasis komisi (fee-based income) perusahaan akan berputar di antara BRI sebagai induk dan sejumlah anak usahanya , sebagai integrated financial solution.



Saat ini BRI telah memiliki delapan perusahaan anak termasuk perusahaan anak yang tergabung dalam BRI Group diantaranya BRI Syariah, BRI Agro, BRI Life, BRI Finance, BRI Ventures, BRI Remittance dan Danareksa Sekuritas.

Perusahaan juga tengah berada di jalur yang tepat untuk meluncurkan super-app pertama di Indonesia untuk sektor finansial. Semua anak usaha BRI yang bergerak di sektor finansial yang sangat mungkin jika layanannya diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi.


Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi salah satu saham bluechip yang paling oke performanya di sepanjang tahun 2019. Sepanjang tahun lalu, harga saham BBRI melejit hingga 20,22%.

Kinerja saham BBRI merupakan yang terbaik kedua jika dibandingkan dengan kinerja dari lima emiten perbankan lain yang juga masuk ke dalam kategori BUKU 4 (bank dengan modal inti minimal Rp 30 triliun).

Di tahun 2020, saham BBRI belum juga kehabisan tenaga untuk menguat. Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir harga saham tersebut tak henti ditutup di level tertinggi sepanjang sejarah. 

Return Saham Bank 2019

Bank

Return

BBRI

20,22%

BBCA

28,56%

PNBN

16,59%

BNGA

5,46%

BMRI

4,07%

BBNI

-10,8%

Sumber: BEI

Namun, seiring jatuhnya IHSG akibat sentimen negatif penyebaran virus corona, pelambatan ekonomi, maka saham BBRI terpaksa harus koreksi. Sentimen lain adalah permintaan regulator kepada perbankan untuk menurunkan suku bunga.



Pada perdagangan Jumat (6/3/2020), saham BBRI merosot 3,37% ke Rp 4.010/lembar saham. Jika dilihat secara teknikal, BBRI memiliki peluang rebound yang cukup besar. Melihat indikator Stochastic, saham BBRI sudah memasuki wilayah jenuh jual (oversold).


Raih Laba Rp 34,41 T, Bagaimana Kinerja BBRI ke Depan?Foto: Grafik Saham BBRI

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mendahului pergerakan harga. Ketika suatu instrumen memasuki wilayah oversold, itu artinya penurunan harga instrumen tersebut sudah cukup besar, dan berpeluang akan bangkit.

Selain itu, BBRI juga berada di dekat level psikologis Rp 4.000/lembar saham, Melihat indikator stochastic yang oversold, BBRI berpeluang besar menguat selama bertahan di atas level psikologis. Target penguatan ke Rp 4.080/lembar saham yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari level terendah 21 Mei 2019 Rp 3.660/lembar saham ke level tertinggi Rp 4.760/lembar saham.



Jika retracement 61,8% mampu ditembus, BBRI berpeluang menguat ke retracement 50% Rp 4.210/lembar salam. Level tersebut bisa menjadi kunci pergerakan BBRI, jika berhasil ditembus secara konsisten, peluang penguatan lebih lanjut terbuka cukup besar.

Sementara support selanjutnya jika level psikologis ditembus berada di level Rp 3.890/lembar saham. Selama level tersebut tidak ditembus, BBRI berpeluang menguat kembali.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular