
Asing Kabur Rp 1,3 T, IHSG Ambles 2,5% ke Bawah 5.500
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 March 2020 16:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles di perdagangan Jumat (6/3/2020) akibat memburuknya sentimen pelaku pasar merespons penyebaran wabah virus corona (COVID-19) di Amerika Serikat (AS).
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung jeblok 1,11% di 5.575,566, kurang dari 30 menit bursa kebanggaan Tanah Air ini sudah merosot lebih dari 2%.
Pada penutupan sesi I, IHSG berada di level 5.517,001 melemah 2,15%. Posisi tersebut sedikit lebih baik dari level terlemah hari ini 5.508,008.
Memasuki sesi II, performa IHSG masih belum membaik, aksi jual masih berlanjut hingga mengakhiri perdagangan di level 5.498,54 melemah 2,48%.
Semua sektor di IHSG memerah pada hari ini, sektor aneka industri memimpin pelemahan sebesar 4,96%. Sementara sektor finansial dengan kapitalisasi pasar terbesar merosot 3,06%.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi di perdagangan sesi I sebesar Rp 6,69 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 359,55 miliar. Jika ditambah dengan net sell di pasar nego dan tunai Rp 950,83 miliar, maka net sell asing hari ini menembus Rp 1,31 triliun.
Secara year to date atau tahun berjalan, asing keluar Rp 6,49 triliun.
Meski merosot hari ini, dalam sepekan IHSG masih mencatat penguatan 0,95%.
Penyebaran wabah virus corona yang meningkat di AS membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk, yang memicu aksi jual di bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Kamis. Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq masing-masing anjlok lebih dari 3%.
Wall Street merupakan kiblat bursa saham dunia, aksi jual yang terjadi di sana tentunya mengirim sinyal negatif ke bursa Asia hari ini. Bursa utama Asia berguguran hingga pertengahan perdagangan hari ini, dipimpin indeks Nikkei Jepang, Hang Seng Hong Kong, dan Kospi Korea Selatan yang anjlok lebih dari 2%, sementara Shanghai Composite masih lebih baik, pelemahannya kurang dari 1%.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE tercatat jumlah kasus di AS sebanyak 233 orang. Negara Bagian California bahkan sudah memberlakukan status darurat karena korban jiwa di Negeri Paman Sam yang terus bertambah, saat ini menjadi 11 orang.
Secara global, virus corona kini telah menjangkiti nyaris 100.000 orang, dengan 80.552 orang terjangkit di China. Dari total yang terjangkit tersebut, sebanyak 3.383 orang dilaporkan meninggal dunia, dan 55.398 orang sudah pulih.
Risiko pelambatan ekonomi dari wabah tersebut membuat investor keluar dari aset-aset berisiko, dan masuk ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven). Yang paling terlihat adalah aliran modal ke obligasi AS (Treasury). Yield Treasury tenor 10 tahun terus mengalami penurunan hingga menyentuh level terendah sepanjang masa.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Ketika harga sedang naik, berarti permintaan terhadap Treasury sedang tinggi.
China sebagai pusat wabah corona diperkirakan akan mengalami pelambatan ekonomi yang signifikan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 hanya 3,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6% dan jadi yang terlemah setidaknya sejak 1992.
"Sulit untuk melihat optimisme pada kuartal II, jadi sepertinya situasi baru berangsur normal pada semester II. Jika Anda berada di kota yang dikarantina atau terpaksa diam di rumah karena karantina swadaya (self quarantine), maka Anda tidak bisa pergi ke bioskop atau makan di restoran. Aktivitas ekonomi sangat terpengaruh," kata Rob Carnell, Head of Asia-Pasific Research di ING, seperti dikutip dari Reuters.
Indonesia juga sudah pasti terkena imbasnya, tidak hanya China, negara-negara mitra dagang utama RI seperti AS, Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura juga terancam mengalami pelambatan ekonomi.
S&P Global mengestimasi kerugian ekonomi akibat virus corona ini bisa mencapai US$ 211 miliar dengan negara yang paling rentan terkena dampaknya adalah Australia, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand.
Selain itu S&P Global juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 dari sebelumnya 5,7% menjadi 4,8%.
Wabah corona saat ini disebut lebih rumit dibandingkan krisis finansial tahun 2008 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Lebih rumit yang ini (ketimbang krisis 2008-2009) karena ini menyangkut manusia, harus memberikan ketenangan dulu apa yang disebut dengan ancaman atau risiko terhadap mereka. Keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia. Itu yang jauh lebih langsung. Kalau dulu kan melalui lembaga keuangan, korporasi jatuh, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) paling," papar Sri Mulyani kala ditemui di komplek Istana Kepresidenan, kemarin.
Sebelumnya dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020) lalu, Sri Mulyani menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Apalagi jika wabah virus corona terus berlanjut hingga ke kuartal II-2020, perekonomian global tentunya semakin tertekan, dan aksi jual di bursa saham tak terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Amblas Nyaris 5%, IHSG Tinggalkan Level 4.500
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung jeblok 1,11% di 5.575,566, kurang dari 30 menit bursa kebanggaan Tanah Air ini sudah merosot lebih dari 2%.
Pada penutupan sesi I, IHSG berada di level 5.517,001 melemah 2,15%. Posisi tersebut sedikit lebih baik dari level terlemah hari ini 5.508,008.
Semua sektor di IHSG memerah pada hari ini, sektor aneka industri memimpin pelemahan sebesar 4,96%. Sementara sektor finansial dengan kapitalisasi pasar terbesar merosot 3,06%.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai transaksi di perdagangan sesi I sebesar Rp 6,69 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 359,55 miliar. Jika ditambah dengan net sell di pasar nego dan tunai Rp 950,83 miliar, maka net sell asing hari ini menembus Rp 1,31 triliun.
Secara year to date atau tahun berjalan, asing keluar Rp 6,49 triliun.
Meski merosot hari ini, dalam sepekan IHSG masih mencatat penguatan 0,95%.
Penyebaran wabah virus corona yang meningkat di AS membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk, yang memicu aksi jual di bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Kamis. Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq masing-masing anjlok lebih dari 3%.
Wall Street merupakan kiblat bursa saham dunia, aksi jual yang terjadi di sana tentunya mengirim sinyal negatif ke bursa Asia hari ini. Bursa utama Asia berguguran hingga pertengahan perdagangan hari ini, dipimpin indeks Nikkei Jepang, Hang Seng Hong Kong, dan Kospi Korea Selatan yang anjlok lebih dari 2%, sementara Shanghai Composite masih lebih baik, pelemahannya kurang dari 1%.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE tercatat jumlah kasus di AS sebanyak 233 orang. Negara Bagian California bahkan sudah memberlakukan status darurat karena korban jiwa di Negeri Paman Sam yang terus bertambah, saat ini menjadi 11 orang.
Secara global, virus corona kini telah menjangkiti nyaris 100.000 orang, dengan 80.552 orang terjangkit di China. Dari total yang terjangkit tersebut, sebanyak 3.383 orang dilaporkan meninggal dunia, dan 55.398 orang sudah pulih.
Risiko pelambatan ekonomi dari wabah tersebut membuat investor keluar dari aset-aset berisiko, dan masuk ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven). Yang paling terlihat adalah aliran modal ke obligasi AS (Treasury). Yield Treasury tenor 10 tahun terus mengalami penurunan hingga menyentuh level terendah sepanjang masa.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Ketika harga sedang naik, berarti permintaan terhadap Treasury sedang tinggi.
China sebagai pusat wabah corona diperkirakan akan mengalami pelambatan ekonomi yang signifikan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 hanya 3,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6% dan jadi yang terlemah setidaknya sejak 1992.
"Sulit untuk melihat optimisme pada kuartal II, jadi sepertinya situasi baru berangsur normal pada semester II. Jika Anda berada di kota yang dikarantina atau terpaksa diam di rumah karena karantina swadaya (self quarantine), maka Anda tidak bisa pergi ke bioskop atau makan di restoran. Aktivitas ekonomi sangat terpengaruh," kata Rob Carnell, Head of Asia-Pasific Research di ING, seperti dikutip dari Reuters.
Indonesia juga sudah pasti terkena imbasnya, tidak hanya China, negara-negara mitra dagang utama RI seperti AS, Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura juga terancam mengalami pelambatan ekonomi.
S&P Global mengestimasi kerugian ekonomi akibat virus corona ini bisa mencapai US$ 211 miliar dengan negara yang paling rentan terkena dampaknya adalah Australia, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand.
Selain itu S&P Global juga menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 dari sebelumnya 5,7% menjadi 4,8%.
Wabah corona saat ini disebut lebih rumit dibandingkan krisis finansial tahun 2008 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Lebih rumit yang ini (ketimbang krisis 2008-2009) karena ini menyangkut manusia, harus memberikan ketenangan dulu apa yang disebut dengan ancaman atau risiko terhadap mereka. Keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia. Itu yang jauh lebih langsung. Kalau dulu kan melalui lembaga keuangan, korporasi jatuh, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) paling," papar Sri Mulyani kala ditemui di komplek Istana Kepresidenan, kemarin.
Sebelumnya dalam acara Economic Outlook 2020 CNBC Indonesia di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020) lalu, Sri Mulyani menyatakan jika perekonomian China melambat 1%, maka pertumbuhan ekonomi RI bisa terpangkas 0,3-0,6%.
Itu baru China saja, belum lagi negara-negara lainnya, tentunya ekonomi Indonesia bisa lebih tertekan. Apalagi jika wabah virus corona terus berlanjut hingga ke kuartal II-2020, perekonomian global tentunya semakin tertekan, dan aksi jual di bursa saham tak terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Amblas Nyaris 5%, IHSG Tinggalkan Level 4.500
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular