Investor Asing Kabur Lagi dari RI, Rupiah Babak Belur

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 March 2020 13:39
Investor Asing Kabur Lagi dari RI, Rupiah Babak Belur
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/3/2020) akibat kembali memburuknya sentimen pelaku pasar merespon penyebaran wabah virus corona.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,14% ke Rp 14.180/US$. Depresiasi semakin menjadi-jadi hingga 0,88% ke Rp 14.285/US$, sebelum terpangkas ke Rp 14.270/US$ pada pukul 12:00 WIB di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Investor asing terlihat keluar dari pasar keuangan dalam negeri. Di pasar saham, investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 243 miliar di perdagangan sesi I, berdasarkan data RTI. Selain itu, yield imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun naik 5,7 basis poin menjadi 6,609% pagi ini.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.



Ketika harga sedang turun, berarti sedang terjadi aksi jual di pasar obligasi, yang bisa mengindikasikan keluarnya modal dari investor asing.

Berbeda dengan obligasi Indonesia, yield obligasi AS (Treasury) justru turun 10,85 bps ke 0,8165 yang merupakan rekor terendah sepanjang masa.

Naiknya yield obligasi Ri sementara yield treasury AS turun mengambarkan pelaku pasar keluar dari aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, dan masuk ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven).

Penyebaran wabah virus corona yang meningkat di AS membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE tercatat jumlah kasus sebanyak 233 orang. Negara Bagian California bahkan sudah memberlakukan status darurat karena korban jiwa di Negeri Paman Sam yang terus bertambah, saat ini menjadi 11 orang.

Secara global, virus corona kini telah menjangkiti nyaris 100.000 orang, dengan 80.552 orang terjangkit di China. Dari total yang terjangkit tersebut, sebanyak 3.383 orang dilaporkan meninggal dunia, dan 55.398 orang sudah pulih.

China sebagai pusat wabah corona diperkirakan akan mengalami pelambatan ekonomi yang signifikan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 hanya 3,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6% dan jadi yang terlemah setidaknya sejak 1992.

Indonesia juga sudah pasti terkena imbasnya, tidak hanya China, negara-negara mitra dagang utama RI seperti AS, Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura juga terancam mengalami pelambatan ekonomi.



S&P Global mengestimasi kerugian ekonomi akibat virus corona ini bisa mencapai US$ 211 miliar dengan negara yang paling rentan terkena dampaknya adalah Australia, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand.

Melihat kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko tertekan lebih dalam.

Sementara itu Bank Indonesia (BI) melaporkan data cadangan devisa per akhir Februari 2020 sebesar US$ 130,4 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 131,7 miliar. Penurunan cadangan devisa pada Februari, lanjut keterangan BI, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.

[Gambas:Video CNBC]



Secara teknikal masih belum ada perubahan dibandingkan kemarin. Di bulan Januari rupiah sempat menguat lebih dari 2% setelah menembus batas bawah pola Descending Triangle di Rp 13.885/US$.Pada pekan lalu, rupiah kembali ke atas level tersebut, itu artinya tren penguatan rupiah akibat pola Descending Triangle (garis biru) sudah berakhir.

Performa rupiah langsung jeblok setelahnya hingga menyentuh level Rp 14.415/US$ Senin lalu. Level tersebut bisa jadi kunci pergerakan rupiah ke depannya.

Investor Asing Kabur Lagi Dari RI, Rupiah Babak BelurGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: Refinitiv


Menggunakan indikator Fibonacci Retracement (garis merah), dengan menarik garis dari 11 Oktober 2019 di Rp 15.265/US$ hingga 24 Januari 2020 Rp 13.565/US$, level Rp 14.415/US$ merupakan retracement 50% dan menjadi resisten (tahanan atas) yang kuat.

Rupiah hari ini kembali menembus ke atas retracement 38,2% di kisaran Rp 14.210/US$. Selama tertahan di atas level tersebut, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$.

Sebaliknya jika kembali ke bawah Rp 14.210/US$, rupiah berpeluang memangkas pelemahan ke Rp 14.180/US$. 

Ke depannya, tekanan bagi rupiah akan semakin besar jika mengakhiri perdagangan hari ini di atas level Rp 14.210/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular