Newslettter

Wall Street Perkasa! Tren Penguatan Jangan Pergi Dulu

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
05 March 2020 06:59
Wall Street Perkasa! Tren Penguatan Jangan Pergi Dulu

Jakarta, CNBC Indonesia - Luar Biasa! Di Di luar prediksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali meroket 2,38% pada perdagangan Rabu (4/3/20), melanjutkan penguatan 2,94% pada perdagangan hari sebelumnya.

Pasalnya, sesaat sebelum pasar saham dibuka di Asia, pasar saham Negeri Paman Sam amblas begitu adanya pemangkasan suku bunga acuan Fed Fund Rate dan diprediksi akan membebani pergerakan pasar saham di Benua Kuning.



Langkah pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin hingga 1%-1,25% dari 1,5%-1,75% itu dianggap merupakan langkah putus asa (desperate attemp) menghadapi potensi berlama-lamanya awan hitam dari virus corona Covid-19.

Lain ladang, lain belalang. Yang terjadi selanjutnya di Tanah Asia ternyata adalah sebaliknya. Pasar saham Benua Kuning yang menguat meskipun tidak signifikan turut mendukung kedigdayaan IHSG pada perdagangan kemarin hingga menjadi Raja Asia dalam sehari.

IHSG membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,1% di 5.524,094, tidak lama penguatan langsung ter-akselerasi hingga 2,02% di 5.630,268, sebelum sedikit terpangkas dan mengakhiri sesi I di level 5.623,821 atau menguat 1,91%.

Laju impresif IHSG kembali berlanjut di perdagangan sesi II, penguatan IHSG menebal hingga 2,38% ke 5.650,136 di akhir perdagangan.




Dengan penguatan hari ini, total dalam 2 hari terakhir IHSG sudah menguat 5,32% setelah membukukan pelemahan tujuh pekan beruntun dengan total 10,2%.

Semua sektor di IHSG menguat di perdagangan sesi I. Sektor industri dasar memimpin penguatan di sesi I tersalip sektor infrastruktur yang melesat 4,02%. Sektor finansial sendiri mencatat penguatan 3,87%. Sementara Sektor finansial dengan kapitalisasi pasar terbesar menguat 1,96%.

Berdasarkan data RTI, nilai transaksi yang tercatat kemarin adalah Rp 6,9 triliun dengan investor asing melakukan aksi jual bersih (nett foreign sell) di pasar reguler senilai Rp 26,75 miliar.

Stimulus moneter sejak awal pekan ini membuat IHSG melesat 2 hari terakhir. Di awal pekan, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan 5 kebijakan guna meredam dampak wabah virus corona ke perekonomian.

Selain itu, angin segar yang juga menambah keceriaan pasar yang sedang hype kemarin adalah gembar-gembor rencana aksi beli balik (buyback) saham di pasar oleh banyak emiten, terutama dari perusahaan BUMN yang listing di bursa. Rencana itu tentu karena menyikapi potensi dikeluarkannya relaksasi peraturan yang biasa disebut "buyback in crisis" oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Memang nilai buyback belum diumumkan oleh sebagian besar emiten saham. Jikapun nilainya tidak besar nanti, tampaknya aksi beli balik tersebut dapat menambah alasan bagi investor untuk lebih confident di pasar dengan asumsi harga saham yang sudah mendapat cap dari penerbitnya sudah berada pada level yang cukup murah.

Selain itu, pernyataan Bursa Efek Indonesia yang melarang transaksi jual kosong (short sell) dan OJK yang melonggarkan penghitungan kolektabilitas debitur perbankan terhadap korban virus corona Covid-19 juga menambah keyakinan pasar, meskipun potensi dampak positifnya masih perlu dihitung lagi.

 

[Gambas:Video CNBC]



Faktor lain yang juga membuat pasar menguat adalah karena adanya potensi penyesuaian (rebalancing) portofolio pengelola dana (fund manager) dari institusi besar domestik. Aksi rebalancing perlu dilakukan setelah portofolio mereka terkoreksi dalam sejak awal tahun hingga hampir 15%, tepatnya 14,89% hingga Senin pekan ini.

Fund manager tentu memiliki keperluan untuk menjaga porsi portofolio antara instrumen saham dan instrumen lain seperti dana kas. Ketika koreksi pasar saham sudah mencapai level koreksi yang cukup besar itu, maka besar kemungkinan persentase porsi dana kas mereka akan melebihi porsi di awal tahun ini, sehingga memaksa mereka untuk membeli lagi instrumen ekuitas di pasar untuk menyamakan persentase portofolio saham dan dana kas kembali ke awal tahun lagi.

Lonjakan di pasar saham ternyata juga terjadi di pasar obligasi. Kemarin, harga obligasi rupiah pemerintah juga didorong oleh sentimen dari pemangkasan suku bunga acuan yang justru dapat menambah daya tarik instrumen efek utang.

Seri acuan SUN yang paling menguat kemarin adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 26,80 basis poin (bps) menjadi 5,77%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Besaran penurunan yield tersebut tentunya 'sesuatu banget' karena biasanya pergerakan yield harian hanya terjadi pada rentang 0 bps-5 bps.

Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Kodrat dari surat utang negara (SUN) adalah harganya dapat naik yang seiring dengan potensi penurunan tingkat imbal hasil (yield) ketika suku bunga acuan berpotensi dipangkas, atau bahkan sudah dipangkas 'beneran'.

Dengan adanya penurunan suku bunga acuan AS, maka bukan tidak mungkin langkah cepat dari bank sentral AS yang bisa dianggap meniru gaya ahead the curve Bank Indonesia tersebut, akan membuat bank sentral di negara lain juga menurunkan suku bunganya.

Meskipun membuat pasar saham AS meradang kemarin, ternyata penurunan suku bunga justru diapresiasi pelaku pasar di Asia. Terlihat bahwa pasar Asia ditutup naik meskipun 'tidak besar-besar amat' layaknya IHSG yang eksis dan memuncaki posisi tertinggi di antara indeks saham Asia lain kemarin.

Gelar Macan Asia yang patut disematkan untuk IHSG kemarin tentu juga pantas untuk disandang oleh rupiah, mengingat kemarin rupiah ditutup menguat 1,16%.

Mata Uang Garuda membuka perdagangan di level Rp 14.250/US$ atau menguat 0,18% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penguatan tersebut semakin tajam hingga 1,02% di Rp 14.130/US$, sebelum terpangkas di Rp 14.150/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Penguatan rupiah kembali terakselerasi selepas tengah hari, bahkan sempat menyentuh Rp 14.090/US$ atau menguat 1,3%. Di penutupan perdagangan, penguatan rupiah terpangkas ke Rp 14.110/US$ menguat 1,16% di pasar spot.

Dari Asia, indeks saham utama Nikkei 225 di Jepang naik 0,08%, Shanghai Composite naik 0,63%, dan Straits Times di Singapura menguat 0,18%. Di sisi lain, indeks Hang Seng di Hong Kong masih turun -0,24%.

Penguatan tersebut juga
diikuti hijaunya pasar saham Benua Biru yang naik lebih signifikan dan meyakinkan. Indeks DAX di Jerman naik 1,19%, CAC di Prancis menguat 1,33%, dan FTSE 100 di Inggris Raya terapresiasi 1,45%.

Di Amerika Serikat semalam, ternyata Super Tuesday atau ajang seleksi capres dari Partai Demokrat digadang-gadang menjadi penyebab penguatan pasar saham AS semalam. Unggulnya mantan wakil presiden Joe Biden yang megusung program asuransi universal 'Medicare for All' ternyata masih di atas pesaingnya Bernie Sanders yang dianggap lebih keras terhadap kebijakan kapitalis. Masih lebih potensialnya Biden menjadi perwakilan Demokrat turut dianggap sebagai pendorong rally pasar saham AS tadi pagi.

Indeks utama Wall Street yaitu Dow Jones Industrial Avg ditutup melonjak 4,52%, indeks S&P 500 meroket 4,22%, dan Nasdaq Composite menguat lebih tipis meskipun masih cukup besar yaitu 3,85%.

Ketika pasar sahamnya menguat, bursa obligasi pemerintah di AS (biasa disebut US Treasury) bergerak sebaliknya yaitu mengalami koreksi harga. Penurunan harga tercermin dari kenaikan yield, terutama yang terjadi pada seri acuan utama yaitu tenor 10 tahun.

Kemarin, yield UST seri 10 tahun sempat turun hingga 0,93% dan ditutup pada 0,99% sekaligus mencetak posisi yield terendah sepanjang masa. Posisi yield tersebut mencerminkan bahwa risiko yang dipandang oleh pelaku pasar sedang tinggi-tingginya, dan berkaca dari rekor tentunya risiko tersebut merupakan hal paling besar yang ditakuti pasar sepanjang masa hingga saat ini, yaitu resesi akibat virus corona.



Penguatan pasar saham AS tentu dapat menjadi penyokong pasar saham Asia, termasuk juga IHSG di dalam negeri. Belum lagi kenaikan harga minyak yang tersulut rencana OPEC mengajukan proposal memangkas produksi 1 juta barel per hari juga membuat pasar sumringah, tentunya terhadap pilihan pada emiten terkait minyak mentah.

Sejak awal pekan ini, harga minyak mentah Brent naik dari US$ 50,52 per barel menjadi US$ 51,9/barel. Meskipun masih melemah hingga pagi ini ke US$ 51.13/barel, penguatan di awal pekan ini sudah membuat pembalikan tren koreksi dari yang sebelumnya relatif tidak berhenti sejak awal tahun dari level tertinggi hariannya US$ 68,91/barel.



Namun, jangan lupa bahwa ancaman dari virus corona Covid-19 belum reda benar. Di AS, virus tersebut yang sudah semakin banyak merangsek ke batas wilayah New York ternyata telah menelan korban jiwa di dua kota utama yaitu California dan Washington DC. Otomatis, kekhawatiran dari pelaku pasar di negeri yang menganggap dirinya adidaya tersebut semakin bertambah.

Tentu pelaku pasar berdoa semoga ancaman virus corona tidak membesar hari ini dan turut mengacaukan ritme penguatan yang sudah terjadi sejak Selasa hingga kemarin.

Potensi berlama-lamanya ancaman dari virus corona yang tidak hanya mengancam prediksi pasar keuangan tetapi juga ekonomi riil tentu dapat merusak mood pelaku pasar yang sedang memanfaatkan momentum kenaikan sesaat sejak kemarin yang jangan terputus lebih awal. 

Selain Biden, Wall Street, dan minyak mentah, hari ini tidak banyak yang bisa ditunggu pelaku pasar dari sisi pasar keuangan global, kecuali mencermati peningkatan angka penyebaran virus corona di seluruh dunia yang pagi ini sudah mencapai angka 95.120 kasus dengan 3.254 angka kematian di seluruh dunia. Angka itu mengacu pada data Johns Hopkins CSSE.

Belum lagi bahwa negara-negara Eropa juga baru dihebohkan dengan masuknya virus tersebut ke negara mereka. Tercatat sekurangnya ada tiga negara yaitu Hungaria, Polandia, dan Slovenia yang kemarin baru masuk daftar negara yang terkontaminasi virus penyakit pernafasan tersebut.

Kamis, 5 Maret 2020
PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) RUPS 10.00 WIB.
PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) RUPS 09.00 WIB.
PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) RUPS 14.00 WIB.



Jumat, 6 Maret 2020
PT Bank Mega Tbk (MEGA) RUPS 14.00 WIB
Cadangan devisa, Indonesia, 10.00 WIB.

Neraca perdagangan, angka tenaga kerja non-pertanian, Amerika Serikat. 20.30 WIB.



Sabtu, 7 Maret 2020
Neraca perdagangan, China. 10.00 WIB.
Cadangan devisa, China, 14.00 WIB.



Berikut ini sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Februari 2020 YoY)

2,98%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2020)

4,75%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Januari 2020)

US$ 131,7 miliar

 


(irv) Next Article Saham Para Bule Melesat, Yakin IHSG Gak Mau Ikut?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular