
Corona Hantam Wall Street, Terburuk Sejak 2008
Redaksi, CNBC Indonesia
29 February 2020 06:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street, bursa saham Amerika Serikat (AS) kini makin menderita karena corona. Virus yang penyakitnya dinamai COVID-19 itu membuat bursa jatuh ke titik terendah bahkan sejak krisis keuangan di 2008 lalu.
Dow Jones terkoreksi 356,88 poin atau 1,4% ke 25.409,36. Sementara S&P 500 kehilangan 24,7 poin atau 0,83% ke 2.954,06 dan Nasdaq berakhir flat di 8.567,37.
Dow dan S&P 500 bergerak sangat negatif hampir sepanjang hari di perdagangan kemarin. Namun pernyataan The Fed yang mengatakan akan "menggunakan alat" untuk menjaga ekonomi tetap kuat memberikan dukungan pada pasar.
Kedua indeks utama AS ini telah jatuh selama tujuh hari terakhir. Persis saat corona menyebar dan begitu massif di luar China daratan, seperti di Korsel, Italia dan Iran.
Analis setempat menggambarkan sentimen minggu ini sebagai ketakutan dan kepanikan total. Apalagi investor mengantisipasi dampak lebih luas akibat penutupan sebagian besar wilayah di China.
"Dan itu akan membuat ekonomi menjadi resesi setidaknya resesi teknis," ujar Karl Haeling dari LBBW sebagaimana ditulis AFP.
Analis lain mengatakan ketakutan investor dapat dimengerti. Apalagi risiko pandemi meningkat dan biaya ekonomi tak bisa dikalkulasi.
"Ada bukti signifikan yang meningkat bahwa ada kemungkinan akan terjadi reli oversold yang tajam," tulis sebuah catatan dari ahli strategi ekuitas Canaccord Genuity, Tony Dwyer.
(sef/sef) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Dow Jones terkoreksi 356,88 poin atau 1,4% ke 25.409,36. Sementara S&P 500 kehilangan 24,7 poin atau 0,83% ke 2.954,06 dan Nasdaq berakhir flat di 8.567,37.
Kedua indeks utama AS ini telah jatuh selama tujuh hari terakhir. Persis saat corona menyebar dan begitu massif di luar China daratan, seperti di Korsel, Italia dan Iran.
Analis setempat menggambarkan sentimen minggu ini sebagai ketakutan dan kepanikan total. Apalagi investor mengantisipasi dampak lebih luas akibat penutupan sebagian besar wilayah di China.
"Dan itu akan membuat ekonomi menjadi resesi setidaknya resesi teknis," ujar Karl Haeling dari LBBW sebagaimana ditulis AFP.
Analis lain mengatakan ketakutan investor dapat dimengerti. Apalagi risiko pandemi meningkat dan biaya ekonomi tak bisa dikalkulasi.
"Ada bukti signifikan yang meningkat bahwa ada kemungkinan akan terjadi reli oversold yang tajam," tulis sebuah catatan dari ahli strategi ekuitas Canaccord Genuity, Tony Dwyer.
(sef/sef) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular