Terjadi Lagi, Wall Street Anjlok Hingga 500 Poin di Pembukaan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
28 February 2020 21:49
Bursa AS dibuka terpelanting karena investor memilih memburu obligasi di tengah kecemasan seputar penyebaran virus corona.
Foto: Dow Jones (REUTERS/Brendan McDermid)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka terpelanting pada Jumat (28/2/2020), karena investor memilih keluar dari pasar saham dan memburu obligasi pemerintah AS di tengah kecemasan seputar penyebaran virus corona di Negeri Adidaya tersebut.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun menyentuh titik terendah yang baru, pada level 1,18%. Yield bergerak berkebalikan dengan harga. Obligasi pemeruntah AS dianggap sebagai aset minim risiko (safe haven), selain emas.

Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 528 poin (-2%) pada pembukaan perdagangan pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB), dan memburuk menjadi 658,8 poin (-2,58%) selang 20 menit kemudian ke 25.068,3. Indeks Nasdaq anjlok 192,4 poin (-2,2%) ke 8.374 dan S&P 500 drop 73,7 poin (-2,4%) ke di 2.908,2.

Saham Caterpillar menjadi pemberat utama indeks Dow Jones di sesi pra-pembukaan dengan anjlok lebih dari 3%. Saham Apple longsor 2,9% sedangkan saham Chevron dan Cisco Systems tenggelam masing-masing sebesar 2%.

Selandia Baru dan Nigeria menjadi negara terbaru yang melaporkan temuan pengidap virus corona. Di sisi lain, Korea Selatan mengonfirmasi tambahan lebih dari 500 kasus baru. Demikian juga dengan China yang melaporkan temuan 327 kasus baru.

Dow Jones terkoreksi nyaris 1.200 poin pada penutupan Kamis, menjadi koreksi harian terbesar dalam sehari. Kecemasan seputar penyebaran virus Wuhan tersebut kian menekan sentimen pelaku pasar. Dow Jones pun berhenti mencetak rekor tertinggi terhitung sejak 12 Februari.

Hanya perlu enam hari untuk membuat rekor tertinggi itu terhapus dan berbalik menjadi koreksi sepanjang tahun berjalan. Tekanan menghebat setelah beberapa emiten AS seperti Mirosoft dan Paypal menyatakan kinerja tahun ini akan tertekan akibat efek corona.

"Banyak yang dulu terkondisikan untuk membeli di saat harga anjlok dan berekspektasi bahwa pasar akan pulih, sehingga mereka terpukul di tengah pergerakan pasar seperti ini," tutur Patrick Hennessy, Kepala Pialang IPS Strategic Capital, sebagaimana dikutip CNBC International. "Tak ada yang tahu bagaimana ini akan berakhir."

Indeks Volatilitas Cboe, yang dianggap sebagai indikator tingkat kecemasan pelaku pasar di Wall Street, menyentuh level tertinggi sejak Februari 2018 pada 47,15. Terakhir, angka indeks tersebut masih di level 41.

David Kostin , Kepala Perencana Investasi Saham Goldman Sachs, mengingatkan bahwa emiten AS bakal mengalami kontraksi laba bersih. "Proyeksi penurunan laba emiten ini menunjukkan tekanan hebat ekonomi China pada kuartal I-2019, pelemahan permintaan eksportir AS, disrupsi rantai pasokan perusahaan AS, perlambatan ekonomi AS, dan naiknya ketakpastian bisnis," tuturnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular