
Corona Lebih Parah dari Perang Dagang, Rupiah Lemah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 February 2020 08:12

Jakarta, CNBC Indonesia -Â Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah di perdagangan pasar spot. Kekhawatiran pasar mengenai penyebaran virus corona benar-benar membuat rupiah terpojok.
Pada Jumat (28/2/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.050 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 5 Desember 2019.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan melemah 0,75%. Depresiasi ini membuat rupiah melemah selama delapan hari perdagangan beruntun. Dalam delapan hari tersebut, pelemahan rupiah mencapai 2,78%.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham AS ditutup terkoreksi sangat dalam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 4,44%, S&P 500 anjlok 4,43%, dan Nasdaq Composite ambrol 4,61%. Ini adalah koreksi harian paling parah sejak Agustus 2011.
Bahkan MSCI All Country World Index dalam jalur menuju pelemahan mingguan terdalam sejak krisis keuangan global 2008. Kemarin, indeks ini amblas 3,3% sehingga selama sepekan sudah terpangkas 8,9%. Tinggal sehari lagi, bukan tidak mungkin penurunan secara mingguan akan lebih dalam dari rekor sebelumnya yaitu 9,8% yang terjadi pada November 2008, saat krisis keuangan global sedang panas-panasnya.
Ini semua karena penyebaran virus corona yang semakin luas. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 83.078. Korban jiwa juga semakin bertambah menjadi 2.855.
Kini yang menjadi ketakutan adalah penyebaran di luar China yang semakin masif. Beberapa negara telah melaporkan kasus corona perdana mereka, seperti San Marino, Belanda, dan Georgia.
Sementara di negara-negara lain, jumlah kasus kian membengkak. Di Korea Selatan sudah mencapai 1.766, Italia 655, Iran 245, dan Jepang 214.
"Kita tidak perlu menunggu rilis data untuk dapat melihat akan separah apa dampaknya terhadap perekonomian. Penjualan tiket pesawat dan pemesanan kamar hotel turun sampai separuhnya. Sepertinya memang layak untuk mengatakan bahwa virus corona lebih parah ketimbang perang dagang AS-China," tegas Tomoaki Shishido, Senior Economist di Nomura Securities, seperti dikutip dari Reuters.
Perang dagang membuat harga barang lebih mahal karena dikenakan bea masuk, tetapi barangnya masih ada. Corona bisa membuat parang menjadi hilang, atau minimal langka di pasaran.
Gara-gara virus corona, aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.
Paling parah tentu terjadi di China, episentrum penyebaran virus corona. "Kami memperkirakan baru dua pertiga pekerja yang kembali bekerja dan hanya 40% perusahaan yang sudah memulai kembali aktivitasnya selepas libur Imlek," sebut riset Nomura.
Artinya, proses produksi di China bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.
Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.
Jadi jangan heran kalau investor cemas bukan main akibat penyebaran virus corona. Kecemasan itu diwujudkan dengan melepas aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Jumat (28/2/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.050 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 5 Desember 2019.
Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham AS ditutup terkoreksi sangat dalam. Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 4,44%, S&P 500 anjlok 4,43%, dan Nasdaq Composite ambrol 4,61%. Ini adalah koreksi harian paling parah sejak Agustus 2011.
Bahkan MSCI All Country World Index dalam jalur menuju pelemahan mingguan terdalam sejak krisis keuangan global 2008. Kemarin, indeks ini amblas 3,3% sehingga selama sepekan sudah terpangkas 8,9%. Tinggal sehari lagi, bukan tidak mungkin penurunan secara mingguan akan lebih dalam dari rekor sebelumnya yaitu 9,8% yang terjadi pada November 2008, saat krisis keuangan global sedang panas-panasnya.
Ini semua karena penyebaran virus corona yang semakin luas. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis per pukul 07:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 83.078. Korban jiwa juga semakin bertambah menjadi 2.855.
Kini yang menjadi ketakutan adalah penyebaran di luar China yang semakin masif. Beberapa negara telah melaporkan kasus corona perdana mereka, seperti San Marino, Belanda, dan Georgia.
Sementara di negara-negara lain, jumlah kasus kian membengkak. Di Korea Selatan sudah mencapai 1.766, Italia 655, Iran 245, dan Jepang 214.
"Kita tidak perlu menunggu rilis data untuk dapat melihat akan separah apa dampaknya terhadap perekonomian. Penjualan tiket pesawat dan pemesanan kamar hotel turun sampai separuhnya. Sepertinya memang layak untuk mengatakan bahwa virus corona lebih parah ketimbang perang dagang AS-China," tegas Tomoaki Shishido, Senior Economist di Nomura Securities, seperti dikutip dari Reuters.
Perang dagang membuat harga barang lebih mahal karena dikenakan bea masuk, tetapi barangnya masih ada. Corona bisa membuat parang menjadi hilang, atau minimal langka di pasaran.
Gara-gara virus corona, aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.
Paling parah tentu terjadi di China, episentrum penyebaran virus corona. "Kami memperkirakan baru dua pertiga pekerja yang kembali bekerja dan hanya 40% perusahaan yang sudah memulai kembali aktivitasnya selepas libur Imlek," sebut riset Nomura.
Artinya, proses produksi di China bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.
Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.
Jadi jangan heran kalau investor cemas bukan main akibat penyebaran virus corona. Kecemasan itu diwujudkan dengan melepas aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular