
15 Negara Eropa Kena Corona, Kenapa Euro Malah Menguat?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 February 2020 19:04

Nilai tukar euro menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (27/2/2020) di saat jumlah kasus virus corona atau Covid-19 meningkat di Eropa.
Pada pukul 17:00 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0933, menguat 0,5% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 10 Februari.
Penyebaran wabah Covid-19 yang pesat di luar China menjadi penggerak utama perdagangan mata uang pada hari ini. Sampai saat ini, sudah ada 45 negara yang mengalami kasus virus corona, 15 diantaranya ada di Eropa. Italia bahkan menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak ketiga di dunia dengan 453 kasus, termasuk 12 orang yang meninggal dunia.
Italia menjadi salah satu negara yang menjadi sorotan akibat lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir. Selain Italia, Korea Selatan (Korsel) dan Iran juga mengalami peningkatan kasus yang signifikan.
Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE, jumlah kasus Covid-19 di Korsel kini mencapai 1.595 orang, dengan 12 orang meninggal dunia. Korsel kini menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak kedua setelah China yang menjadi pusat wabah tersebut. Sementara di Iran 19 orang meninggal dan menjangkiti 139 orang.
Di China yang merupakan pusat wabah corona, jumlah korban meninggal lebih dari sebanyak 2.700 orang, dan telah menjangkiti lebih dari 78.000 orang. Sementara Secara global virus corona telah menewaskan 2.800 orang, dan menjangkiti lebih dari 82.000 orang.
Akibat penyebaran tersebut bursa saham Eropa berguguran pada hari ini, indeks FTSE Inggris, DAX Jerman, CAC Prancis, dan FTSE MIB Italia merosot lebih dari 1%. Tetapi mata uang euro justru menguat.
Penguatan mata uang 19 negara tersebut tidak lepas dari tekanan yang dialami dolar AS akibat risiko penyebaran virus corona di negeri Paman Sam. Memang ada beberapa kasus yang sudah dilaporkan sebelumnya, tetapi semua tersebut bisa diketahui asal-usulnya kenapa sampai bisa terjangkit.
Sementara 1 kasus baru masih belum diketahui asal-usulnya sehingga dikhawatirkan bisa terjadi lonjakan kasus di AS.
Pusat Pencegahan dan Pengendali Penyakit (Center of Disease and Prevention/CDC) mengonfirmasi adanya pasien positif virus corona tetapi belum diketahui bagaimana bisa terjangkit. CDC memperingatkan kemungkinan terjadinya "penyebaran di masyarakat" melihat kasus terbaru tersebut, yang memicu kecemasan di pasar.
Selain itu, wabah virus corona diprediksi membuat perekonomian global melambat, dan AS juga akan terkena dampaknya. Akibatnya, pelaku pasar melihat probabilitas yang cukup tinggi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga di tahun ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan pasar melihat probabilitas sebesar 53% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,25-1,5% di bulan April. Padahal The Fed sebelumnya sudah menegaskan sikap untuk mempertahankan suku bunga 1,5-1,75% di tahun ini.
Piranti itu juga menunjukkan di Desember 2020 pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 31,1% suku bunga di AS berada di level 0,75-1%. Probabilitas tersebut menjadi yang tertinggi, yang berarti para pelaku pasar berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini, dampaknya dolar AS menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Pada pukul 17:00 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0933, menguat 0,5% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 10 Februari.
Penyebaran wabah Covid-19 yang pesat di luar China menjadi penggerak utama perdagangan mata uang pada hari ini. Sampai saat ini, sudah ada 45 negara yang mengalami kasus virus corona, 15 diantaranya ada di Eropa. Italia bahkan menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak ketiga di dunia dengan 453 kasus, termasuk 12 orang yang meninggal dunia.
Italia menjadi salah satu negara yang menjadi sorotan akibat lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir. Selain Italia, Korea Selatan (Korsel) dan Iran juga mengalami peningkatan kasus yang signifikan.
Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE, jumlah kasus Covid-19 di Korsel kini mencapai 1.595 orang, dengan 12 orang meninggal dunia. Korsel kini menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak kedua setelah China yang menjadi pusat wabah tersebut. Sementara di Iran 19 orang meninggal dan menjangkiti 139 orang.
Di China yang merupakan pusat wabah corona, jumlah korban meninggal lebih dari sebanyak 2.700 orang, dan telah menjangkiti lebih dari 78.000 orang. Sementara Secara global virus corona telah menewaskan 2.800 orang, dan menjangkiti lebih dari 82.000 orang.
Akibat penyebaran tersebut bursa saham Eropa berguguran pada hari ini, indeks FTSE Inggris, DAX Jerman, CAC Prancis, dan FTSE MIB Italia merosot lebih dari 1%. Tetapi mata uang euro justru menguat.
Penguatan mata uang 19 negara tersebut tidak lepas dari tekanan yang dialami dolar AS akibat risiko penyebaran virus corona di negeri Paman Sam. Memang ada beberapa kasus yang sudah dilaporkan sebelumnya, tetapi semua tersebut bisa diketahui asal-usulnya kenapa sampai bisa terjangkit.
Sementara 1 kasus baru masih belum diketahui asal-usulnya sehingga dikhawatirkan bisa terjadi lonjakan kasus di AS.
Pusat Pencegahan dan Pengendali Penyakit (Center of Disease and Prevention/CDC) mengonfirmasi adanya pasien positif virus corona tetapi belum diketahui bagaimana bisa terjangkit. CDC memperingatkan kemungkinan terjadinya "penyebaran di masyarakat" melihat kasus terbaru tersebut, yang memicu kecemasan di pasar.
Selain itu, wabah virus corona diprediksi membuat perekonomian global melambat, dan AS juga akan terkena dampaknya. Akibatnya, pelaku pasar melihat probabilitas yang cukup tinggi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga di tahun ini.
Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan pasar melihat probabilitas sebesar 53% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,25-1,5% di bulan April. Padahal The Fed sebelumnya sudah menegaskan sikap untuk mempertahankan suku bunga 1,5-1,75% di tahun ini.
Piranti itu juga menunjukkan di Desember 2020 pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 31,1% suku bunga di AS berada di level 0,75-1%. Probabilitas tersebut menjadi yang tertinggi, yang berarti para pelaku pasar berspekulasi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini, dampaknya dolar AS menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular