Breaking News

Rupiah Akhirnya Tembus Juga ke Rp 14.000/US$, Ayo Semangat!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 February 2020 14:48
Sebelum menyentuh level Rp 14.000/US$ hari ini, rupiah sudah melemah dalam tujuh hari terakhir dengan total 2,01%.
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (27/2/2020) hingga menyentuh kembali level Rp 14.000/US$ pada pukul 14:30 WIB atau melemah 0,54% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 18 Desember 2019.

Sebelum menyentuh level Rp 14.000/US$ hari ini, rupiah sudah melemah dalam tujuh hari terakhir dengan total 2,01%. Dengan pelemahan hari ini total rupiah melemah 2,55% di pasar spot.

Secara year-to-date atau sejak awal tahun, rupiah kini melemah 0,86%, menjadi sebuah ironi mengingat di bulan Januari lalu rupiah menjadi mata uang terbaik di dunia dengan penguatan lebih dari 2% melawan dolar AS.

Tanda-tanda rupiah akan menyentuh level RP 14.000/US$ (bahkan mungkin dilewati) sudah terlihat sejak pagi ini dari kurs Non-Deliverable Forward (NDF), untuk 1 pekan ke depan rupiah sudah dihargai Rp 14.099,5/US$ pada pukul 14:44 WIB. Sementara untuk 6 bulan ke depan dibanderol Rp 14.477/US$.

Berikut kurs NDF pada pukul 14:44 WIB

PeriodeKurs
1 PekanRp 14.099,5
1 BulanRp 14.185
2 BulanRp 14.252
3 BulanRp 14.300
6 BulanRp 14.477
9 BulanRp 14.610
1 TahunRp 14.775
2 TahunRp 15.381,1


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.



Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Semakin tinggi kurs NDF, maka tekanan bagi rupiah semakin kuat.

Aksi jual yang melanda pasar keuangan dalam negeri membuat rupiah keok. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,63% di perdagangan sesi I. Sementara dari pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 9,2 basis poin (bps) menjadi 6,674%.

Untuk diketahui pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga SUN, kala yield naik itu artinya harga sedang turun. Sehingga kenaikan yield mengindikasikan aksi jual di pasar obligasi.

Aksi jual di pasar dalam negeri sudah berlangsung sejak awal pekan ini akibat melonjaknya penyebaran wabah virus corona di luar China yang berisiko membuat pertumbuhan ekonomi global melambat, termasuk perekonomian Indonesia

"Pelemahan nilai tukar hari ini masih merupakan dampak dari pelepasan portofolio asing dari aset emerging market termasuk dari Indonesia ke aset yang dipandang aman terutama obligasi pemerintah AS. Oleh karenanya meningkatnya pembelian obligasi AS menyebabkan yield nya turun hingga 1.30%," papar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah kepada CNBC Indonesia.

Hampir seluruh aset finansial negara emerging market tertekan dan Indonesia termasuk dalam satu basket portfolio EM.

"Kami meyakini setelah risk off global karena wabah COVID-19 ini reda, dana asing akan kembali masuk ke pasar keuangan Indonesia karena yield obligasi Indonesia masih menawarkan imbal hasil yang tertinggi dalam skala negara Emerging Markets, di tengah besarnya likuiditas global saat ini karena ekspansi likuiditas di negara negara maju," tuturnya.



TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/dru) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular