Khawatir Corona, Ini Dia Deretan Aset 'Safe Haven' Tercuan

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
25 February 2020 18:03
Risiko lain yang mungkin memicu kenaikan nilai dari safe haven instrument adalah tekanan dalam pasar keuangan.
Foto: Rumah Sakit Virus Corona. (Chinatopix via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Aset investasi yang dianggap lebih aman (safe haven instrument) saat ini tentu menjadi perhatian utama pelaku pasar keuangan seiring dengan meningkatnya kekhawatiran penyebaran virus corona Wuhan (Covid-19) dan angka kematian yang disebabkannya.

Risiko lain yang mungkin memicu kenaikan nilai dari safe haven instrument adalah tekanan dalam pasar keuangan, ketidakjelasan politik, dan sentimen daya beli konsumen.

Tidak sedikit instrumen safe haven yang dapat disasar dan menjadi sarana diversifikasi serta lindung nilai (hedging) ketika harus menghadapi risiko yang membesar. Beberapa di antara instrumen tersebut adalah mata uang (dolar AS dan yen Jepang), emas, serta obligasi pemerintah.

Untuk melihat korelasi dari risiko terhadap masing-masing instrumen safe haven itu, mari kita perhatikan definisi, pergerakan harga, serta nilai instrumen tersebut sejak virus corona Wuhan mulai meradang di awal tahun ini.



Mata uang
Dolar AS dan yen Jepang tentu menjadi pilihan utama ketika investor ingin melindungi sebagian nilai uang rupiah yang kita miliki. Greenback, sebutan lain bagi dolar AS, lumrah dijadikan sasaran investasi secara luas ketika terjadi gejolak karena penggunaannya yang sangat luas, alias dapat diterima hampir di semua negara di dunia sehingga sering dijuluki mata uang internasional.

Karena dukungan besarnya ekonomi AS dan sering membanggakan diri sebagai yang terbesar di dunia, terlihat dari PDB senilai US$ 20.513 triliun, maka greenback juga berada di atas angin dan mencerminkan risiko terhadap negara pembuatnya.

Namun, tidak demikian dengan yen. Meskipun menukar yen tidak semudah menukar dolar, yen dianggap safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.

Selain itu Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditor terbesar di dunia. Jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.

Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.

Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.


Selain dolar AS dan yen, franc Swiss juga sering dianggap sebagai mata uang safe haven, tetapi pengaruhnya masih lebih kecil dibanding dolar AS, yen, emas, dan obligasi.

Sejak awal tahun, dolar AS menguat 2,95% yang tercermin dari indeks dolar (dollar index) menjadi 99,23. Indeks dolar, yang juga biasa disebut USDX, menunjukkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama lain yaitu euro, yen, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

Untuk yen sendiri, pergerakannya juga menyerupai dolar AS. Meskipun searah, sejak awal tahun yen masih menyimpan penguatan 2,05% terhadap dolar AS hingga nilainya 110,84 yen/dolar AS siang ini.





Emas
Berdasarkan sejarahnya, emas memang merupakan alat hedging paling tradisional di dunia. Setiap kali ada risiko yang meningkat, keunggulan utama emas yaitu dari likuiditas akibat ketergantungan historis dan penerimaan publik yang luas pada produk tersebut.

Nilai aset tersebut juga diharapkan beriringan dengan inflasi untuk jangka waktu yang lama serta dipercaya sebagai alat penyimpan nilai atau "store of value". Selain itu, nilai emas juga tidak dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga yang ditetapkan pemerintah.

Meskipun demikian, ada sejumlah risiko terhadap investasi emas fisik batangan, seperti risiko kehilangan dan pencurian. Karena itu, investasi emas dalam jumlah besar memerlukan biaya lebih bila ingin aman, seperti menyewa brankas di bank atau di pegadaian.


Sejak awal tahun, selain menguat, tren pergerakan harga emas juga bertolak belakang dibanding dolar AS, mengingat greenback adalah mata uang dari emas global.

Dari awal tahun, kenaikan harga emas masih lebih besar dibanding yen dan bahkan dolar AS, yaitu 9,11% menjadi US$ 1.655,2 per troy ounce (oz) dari posisi akhir 2019 US$ 1.517,01/oz.



Obligasi Pemerintah
Salah satu instrumen safe haven adalah obligasi pemerintah, dan yang paling banyak disasar ketika risiko dunia sedang tinggi adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah AS, yang biasa disebut US Treasury. Untuk obligasi AS yang bertenor pendek, atau di bawah 1 tahun, biasa disebut T-Bills.

Alhasil, peningkatan harga dari US Treasury, yang mencerminkan instrumen itu sedang diburu di pasar, biasanya juga mencerminkan adanya risiko yang meningkat di dunia. Secara umum di pasar efek utang, penguatan harga obligasi akan disertai dengan penurunan tingkat imbal hasil (yield) sehingga pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Ketika harga naik maka akan menekan yield obligasinya turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Sejak awal tahun, harga obligasi pemerintah AS memang naik seiring dengan risiko virus corona yang masih membayangi sampai sekarang. Kenaikan harga itu menekan yield-nya di pasar hingga membuatnya turun sebesar 52 basis poin (bps) menjadi 1,39% dari 1,91%.

Seiring dengan US Treasury, naiknya harga obligasi pemerintah negara lain di dunia baik negara maju maupun negara berkembang, juga menjadi indikator jika risiko di pasar keuangan sedang meninggi. Namun, tidak demikian dengan obligasi di dalam negeri.

Karena faktor kepemilikan investor asing yang besar di pasar surat utang negara (SUN) domestik, serta risiko yang seimbang antara pasar ekuitas dan obligasi di dalam negeri, maka pergerakan obligasi di dalam negeri lebih sering beriringan dengan pasar saham, tidak berkebalikan seperti di negara lain.



Meskipun patut menjadi safe haven instrumen, jangan lupa juga bahwa diversifikasi ke instrumen yang dianggap jenis awal tersebut juga harus disertai penghitungan terhadap total investasi dan total investasi di pasar modal. Lumrahnya, porsi investasi di emas ataupun instrumen hedging lain masing-masingnya tidak disarankan melebihi 10%.

Saran tersebut mengingat bahwa hedging diniatkan sebagai diversifikasi karena arah pergerakan pasar keuangan dan pasar saham masih tetap lebih menjanjikan ke depannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]







(irv/tas) Next Article Begini Proyeksi Analis Terhadap Pergerakan Harga Emas di 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular