
Kesalahan Fatal Perusahaan Asuransi Terletak Pada Investasi
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
25 February 2020 12:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai salah satu kesalahan perusahaan asuransi dalam negeri terletak pada penempatan investasinya. Ini juga yang dinilai terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya yang mengakibatkan gagal bayar.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, penempatan dana asuransi pada investasi adalah hal yang fatal terutama di pasar saham. Sebab, harga saham bisa saja turun seketika dan mengakibatkan kerugian yang besar.
"Ada perusahaan asuransi yang salah produk tapi gampang lah bisa diperbaiki, tapi kalau di investasi, sekarang beli harga sekian dan tiba-tiba turun jadi gocap, gimana perbaikinya kan? fatal. Makanya banyak perusahaan yang hancurnya karena itu," ujarnya saat hadir dalam Closing Bell, CNBC Indonesia (Senin, 24/02/2020).
Oleh karena itu, ia berharap pengawasan akan lebih diperketat dengan tidak hanya melibatkan satu lembaga saja tapi lebih dari itu. "Makanya tadi saya bilang harus ada kombinasi nggak boleh satu pihak, harus 2 sampai 3 Direktorat. Ada IKNB dan ada pasar modal, harusnya lebih komprehensif, dan bisa juga menggunakan komite investasi dan kepatuhan," jelasnya.
Namun, di satu sisi AAJI menilai kasus yang menimpa Jiwasraya dinilai tak akan mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa. Sebab kasus tersebut tidak mewakili industri asuransi jiwa secara keseluruhan.
"Menurut saya, dampak kasus Jiwasraya hanya sementara. Dengan upaya yang sedang dan akan dilakukan OJK, AAJI dan masing-masing perusahaan asuransi jiwa, kondisi akan membaik dan tetap bisa tumbuh tahun ini," ungkap Direktur Utama Bhinneka Life Wiroyo Karsono.
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kinerja industri asuransi yang tetap positif di 2019. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sepanjang tahun 2019 premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp 281,2 triliun (tumbuh 8,0% yoy), dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp 179,1 triliun (tumbuh 4,1% yoy) serta premi asuransi umum/reasuransi sebesar Rp 102,1 triliun.
Ini juga didukung oleh permodalan industri asuransi yang terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35% dan 789,37%, lebih tinggi dari threshold 120%.
Demikian pula aset industri asuransi (asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi dan asuransi wajib) juga tumbuh positif 5,91% (yoy) dari Rp 862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 913,8 triliun pada Desember 2019. Sementara nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp 22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6% dari total aset industri asuransi.
Di sisi lain, Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim juga mengapresiasi langkah OJK untuk melakukan reformasi IKNB. Bahkan, kalau bisa reformasi IKNB ini dapat diselesaikan tahun ini
"Saya setuju kalau OJK untuk reformasi non bank secepatnya. Reformasi IKNB harus dipercepat kalau perlu dalam setahun ini selesai semua aturan. Mungkin (aturan) dari perbankan bisa langsung didesain, bisa diimplementasikan," jelasnya.
(dru) Next Article Banyak Masalah, tapi Premi Unit Link Masih Tumbuh di 2021
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, penempatan dana asuransi pada investasi adalah hal yang fatal terutama di pasar saham. Sebab, harga saham bisa saja turun seketika dan mengakibatkan kerugian yang besar.
"Ada perusahaan asuransi yang salah produk tapi gampang lah bisa diperbaiki, tapi kalau di investasi, sekarang beli harga sekian dan tiba-tiba turun jadi gocap, gimana perbaikinya kan? fatal. Makanya banyak perusahaan yang hancurnya karena itu," ujarnya saat hadir dalam Closing Bell, CNBC Indonesia (Senin, 24/02/2020).
Namun, di satu sisi AAJI menilai kasus yang menimpa Jiwasraya dinilai tak akan mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa. Sebab kasus tersebut tidak mewakili industri asuransi jiwa secara keseluruhan.
"Menurut saya, dampak kasus Jiwasraya hanya sementara. Dengan upaya yang sedang dan akan dilakukan OJK, AAJI dan masing-masing perusahaan asuransi jiwa, kondisi akan membaik dan tetap bisa tumbuh tahun ini," ungkap Direktur Utama Bhinneka Life Wiroyo Karsono.
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kinerja industri asuransi yang tetap positif di 2019. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sepanjang tahun 2019 premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp 281,2 triliun (tumbuh 8,0% yoy), dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp 179,1 triliun (tumbuh 4,1% yoy) serta premi asuransi umum/reasuransi sebesar Rp 102,1 triliun.
Ini juga didukung oleh permodalan industri asuransi yang terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35% dan 789,37%, lebih tinggi dari threshold 120%.
Demikian pula aset industri asuransi (asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi dan asuransi wajib) juga tumbuh positif 5,91% (yoy) dari Rp 862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 913,8 triliun pada Desember 2019. Sementara nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp 22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6% dari total aset industri asuransi.
Di sisi lain, Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim juga mengapresiasi langkah OJK untuk melakukan reformasi IKNB. Bahkan, kalau bisa reformasi IKNB ini dapat diselesaikan tahun ini
"Saya setuju kalau OJK untuk reformasi non bank secepatnya. Reformasi IKNB harus dipercepat kalau perlu dalam setahun ini selesai semua aturan. Mungkin (aturan) dari perbankan bisa langsung didesain, bisa diimplementasikan," jelasnya.
(dru) Next Article Banyak Masalah, tapi Premi Unit Link Masih Tumbuh di 2021
Most Popular