Analisis

Dolar AS Terlalu Perkasa, Rupiah Tak Berdaya Pekan Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 February 2020 13:35
Dolar AS Terlalu Perkasa, Rupiah Tak Berdaya Pekan Ini
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (21/2/2020) melanjutkan pelemahan tiga hari beruntun. Dolar AS terlalu perkasa bagi rupiah di pekan ini, di tengah minimnya sentimen positif untuk membangkitkan rupiah.

Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan melemah 0,11% ke Rp 13.715/US$, pelemahan terus membesar hingga 0,33% ke Rp 13.745/US$ pada pukul 13:00 WIB.

Dolar AS sedang perkasa setelah serangkaian data ekonomi yang bagus sejak awal bulan. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini naik ke 99,86 Kamis kemarin, yang merupakan level tertinggi sejak 11 Mei 2017.

Data terbaru dari AS pekan ini menunjukkan indeks harga produsen naik 0,5% month-on-month (MoM) di bulan Januari, jauh lebih tinggi dari kenaikan bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters sebesar 0,1%,

Sementara itu indeks harga produsen inti, yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, juga naik 0,5% MoM, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,1% dan prediksi Reuters 0,2%. Rilis tersebut memberikan gambaran inflasi yang dilihat dari indeks harga konsumen akan berpeluang naik.



Kemudian aktivitas manufaktur Philadelphia mencatat ekspansi tertinggi dalam tiga tahun terakhir di bulan ini. The Fed Philadelphia melaporkan indeks manufaktur di wilayahnya naik menjadi 36,7 dari bulan Januari sebesar 17.

Ini berarti sudah dua bulan beruntun sektor manufaktur di Philadelphia melesat signifikan. Pada bulan Desember 2019, sektor pengolahan ini nyaris mengalami kontraksi, dengan angka indeks dilaporkan sebesar 0,3. Sebagai informasi, indeks manufaktur Philadelphia menggunakan angka 0 sebagai patokan, di atas 0 berarti ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Data tersebut melengkapi serangkaian data cukup bagus yang dirilis sejak awal bulan dan tentunya memperkuat sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, dolar pun menjadi perkasa.

Pelemahan hari ini melanjutkan performa buruk rupiah sepanjang bulan Februari, padahal sebelumnya rupiah sempat menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia melawan dolar AS. Pada 24 Januari lalu, rupiah menyentuh level Rp 13.565/US$ yang merupakan level terkuat dua tahun. Sejak awal 2020, hingga ke level tersebut, rupiah total menguat 2,27%.

Salah satu penyebab kuatnya rupiah kala itu adalah pertumbuhan ekonomi global yang membuat pelaku pasar masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi. Rupiah menjadi yang paling diuntungkan karena memberikan imbal hasil yang relative lebih tinggi. Yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun berada di atas 6%, dan ekonomi RI juga diprediksi akan membaik di tahun ini sehingga aliran modal masuk deras.

Namun, sejak wabah virus corona melanda dan diprediksi menekan pertumbuhan ekonomi china, rupiah turut terpukul. Hasil riset S&P memprediksi produk domestil bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.

Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%, jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.



Sementara itu Bank Dunia mengatakan pelambatan ekonomi China sebesar 1% dapat membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3%. Itu artinya, perekonomian Indonesia bisa melambat lebih dari 0,3% di kuartal I-2020.

Untuk memacu memutar roda perekonomian dalam negeri dan meminimalisir dampak pelambatan ekonomi China, Bank Indonesia (BI) pada Kamis kemarin memangkas memangkas suku bunga 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/2/2020).

Pasca pengumuman tersebut rupiah yang sebelumnya melemah 0,66% berhasil memangkas pelemahan hingga 0,15% Kamis kemarin. Namun momentum tersebut belum mampu membawa rupiah kembali menguat pada hari ini.

Secara teknikal, Mata Uang Garuda sebenarnya masih berada dalam fase konsolidasi. Rupiah pada Selasa pekan lalu sekali lagi membentuk pola Black Marubozu. Saat itu Rupiah membuka perdagangan di level Rp 13.690/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 13.660/US$, atau menguat 0,22%.

Level terlemah rupiah sama dengan level pembukaan, sementara level terkuat sama dengan level penutupan, sehingga secara teknikal masih mengukir pola Black Marubozu.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: Refinitiv


Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Terakhir kali rupiah membentuk pola Black Marubozu pada 7 Januari lalu, sejak saat itu rupiah sempat menguat 2,2% ke Rp 13.565/US$ pada 24 Januari lalu.

Setelah mencapai level tersebut, penguatan rupiah terkikis, dan kini memasuki fase konsolidasi. Sekilas melihat ke belakang, penguatan tajam rupiah juga terjadi setelah menembus batas bawah pola Descending Triangle di level Rp 13.885/US$. Target penguatan setelah menembus pola tersebut Rp 13.245/US$, dan belum tercapai.

Rupiah berada pada fase konsolidasi dengan Rp 13.885/US$ menjadi batas atas dan Rp 13.565/US$ menjadi batas bawah. Dengan kembali munculnya Black Marubozu, di pekan lalu, rupiah sebenarnya berpeluang menguat, tetapi wabah virus corona membuat rupiah loyo.

Untuk pergerakan hari ini, melihat grafik 1 jam indikator stochastic bergerak naik tetapi belum mencapai wilayah jenuh beli (overbought).

Grafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Sumber: Refinitiv


Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought untuk pasangan USD/IDR, itu menjadi sinyal harga akan turun. Jika belum mencapai level overbought, artinya risiko berlanjutnya pelemahan rupiah masih cukup besar

Risiko pelemahan rupiah hari ini ke resisten (tahanan atas) terdekat Rp 13.775/US$. Sementara itu, i(tahanan bawah) berada di level Rp 13.735/US$. Jika level tersebut dilewati, rupiah berpeluang memangkas pelemahan ke ke Rp 13.715/US$ Support selanjutnya berada di level Rp 13.690/US$.

Selama tertahan di atas support, rupiah cenderung melemah hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular