Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri BUMN Erick Thohir sempat mengungkap hal unik yang terjadi pada BUMN. Salah satunya ada BUMN yang hanya punya karyawan bisa dihitung dengan jari, merangkap sebagai direksi dan komisaris.
BUMN ini telah melenceng dari bisnis intinya. Sehingga ia mendorong agar BUMN tersebut fokus ke bisnis intinya.
Namun, ternyata tak hanya BUMN yang punya karyawan super minim. Ada beberapa perusahaan swasta juga mengalami hal sama, masalah internal membuat perusahaan-perusahaan itu hanya punya karyawan sedikit padahal sebelumnya memiliki karyawang lebih banyak.
Berikut daftar perusahaan yang karyawannya bisa dihitung dengan jari:
PT PANN (Persero), BUMN ini hanya punya 7 karyawan. Menurut Menteri BUMN Erick Thohir bisnisnya tak fokus, karena selain di bisnis pembiayaan tapi juga masuk ke bisnis perhotelan.
"Mohon maaf tadi di Komisi VI memanggil salah satu BUMN, yaitu PT PANN total pegawainya hanya 7 direksi dan komisaris. Bisnisnya untuk financing kapal," kata Erick di DPR, Kamis (20/2).
Erick mengatakan PT PANN, justru hidup di luar bisnis intinya sebagai perusahaan pembiayaan.
"Mereka hidup karena punya 2 hotel yang dikelola. Hal-hal seperti ini bukan salah direksi sekarang tapi ini perlu kita jaga masing-masing BUMN kembali pada core bisnisnya. Jangan sampai BUMN kembali pada tempat yang tidak sehat. Jangan sampai membunuh UMKM dan usaha lokal," katanya.
PANN sempat ramai di DPR pada 10 Desember 2019 setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani juga heran ada BUMN bernama PANN.
Mengacu situs resminya, perusahaan ini didirikan pada 6 Mei 1974 dan bergerak di bidang pengembangan armada niaga nasional.
Berdirinya PANN juga menjadi amanat dari Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita II. Dokumen Repelita II tersebut menyatakan agar pemerintah membentuk suatu badan yang bertugas di bidang pembiayaan dan pengembangan armada niaga nasional.
PANN kemudian memantapkan strateginya dengan membentuk cross-sektoral holding dan spin-off sektor usaha strategis yakni usaha pembiayaan kapal, shipping, shipyard, manajemen perkapalan, pialang asuransi kapal sehingga PANN (berdiri menjadi perusahaan holding.
Pada 8 Agustus 2012, PANN mendirikan anak usaha PT PANN Pembiayaan Maritim yang kemudian dilakukan pemisahan bisnis atau spin off pada 19 Februari 2013. Dengan demikian, kegiatan bisnis inti perseroan dialihkan kepada anak usaha (PANN Multifinance), sedangkan PANN ditetapkan sebagai induk perusahaan (holding company).
Namun sayangnya kinerja PANN ini masih belum terlihat. Bahkan perusahaan ini justru menjalankan usaha di luar core business-nya. Kejayaan bisnis PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) akhirnya berakhir. Runtuhnya industri layanan operator telekomunikasi berbasis Code-Division Multiple Access (CDMA) membuat salah satu anak usaha Grup Bakrie ini mulai menunjukkan tanda-tanda kelansungan bisnisnya di ambang batas, termasuk soal kondisi jumlah karyawan.
Perusahaan mencatatkan nilai buku ekuitas negatif sejak tahun 2013. Sebagai informasi, jika nilai buku ekuitas suatu perusahaan sudah negatif lebih dari 3 tahun berturut-turut sudah merupakan indikasi adanya financial distress atau kesulitan keuangan.
Kesulitan keuangan yang dialami perusahaan juga akhirnya memaksa perusahaan melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan. Padahal pada masa jayanya, perseroan punya ribuan karyawan.
Jumah karyawan perusahaan yang di tahun 2010 tercatat sebanyak 1.901 orang. Namun, per akhir tahun 2018 hanya tersisa 10 orang. Lalu hingga Semester I-2019 berdasarkan laporan resmi perusahaan, jumlahnya susut hanya 6 karyawannya.
BTEL berdiri pada 1993 dengan nama awalnya PT Radio Telepon Indonesia, lalu berubah nama menjadi Bakrie Telecom pada 2003. Pada 2006 BTEL terdaftar di bursa efek. Emiten pertambangan minyak dan gas bumi (migas) yakni PT Sugih Energy Tbk (SUGI) termasuk dalam daftar perusahaan yang dahulunya punya karyawan banyak kini karena efisiensi jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
Kondisi perusanaan hingga awal 2020 saat ini karyawan perusahaan tinggal 8 orang. Sementara jumlah karyawan perusahaan awalnya mencapai 49 orang di akhir tahun 2017.
Bila melihat laporan keuangan kuartal III-2018 dan hasil paparan publik pada 3 Januari silam, perusahaan memang sedang dirundung masalah menyangkut kelanjutan prospek eksplorasi dan produksi onshore di area kilang Selat Panjang, Riau.
Perusahaan memiliki beban keuangan berat yang menekan kinerja keuangan perusahaan, sehingga harus terpaksa merugi pada 9 bulan pertama tahun lalu.
Sugih Energy didirikan pada 26 Maret 1990 dengan fokus bisnis saat ini meliputi pertambangan, jasa, dan perdagangan.
Perusahaan memulai usaha secara komersial pada 1993 dengan kantor pusat berada di Graha Ortus Lantai 8, Jalan KH Wahid Hasyim Nomor 4-4A Jakarta dan Gedung AD Premier Lantai 17 Jalan TB Simatupang Nomor 5 Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Awalnya, perusahaan didirikan dengan nama PT Saranatama Unimada Gunabina Internasional, kemudian berubah menjadi PT Sugi Samapersada pada 9 September 1996.
Perusahaan masuk BEI menjadi perusahaan publik pada 19 Juni 2002 dengan melepas sebanyak 100 juta saham dengan harga Rp 120/saham dan sekaligus menerbitkan waran sebagai 'pemanis' dengan harga eksekusi Rp 150/saham.