Kreditnya Loyo, Laba Permata 2019 Rp 1,5 T Didorong Fee Based

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
19 February 2020 13:40
PT Bank Permata Tbk (BNLI) membukukan pertumbuhan laba bersih menjadi Rp 1,5 triliun, atau naik 66,5% dari 2018 senilai Rp 901,2 miliar.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Permata Tbk (BNLI) membukukan pertumbuhan laba bersih menjadi Rp 1,5 triliun, atau naik 66,5% dari 2018 senilai Rp 901,2 miliar. Bank milik Grup Astra ini juga mencatat kenaikan pertumbuhan laba operasional sebelum penyisihan penurunan nilai aset sebesar 18,8% menjadi Rp 3,04 triliun.

Nilai ini dikontribusikan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 5,6% dan pendapatan operasional selain bunga (Fee Based Income) sebesar 24,3%.

Meski BNLI mencatat pertumbuhan laba dan pendapatan, jika dilihat lebih dalam lagi pertumbuhan kredit, return of asset (ROA) dan Return of equity (ROE) perusahaan masih rendah. Sepanjang 2019 ROA Bank Permata tercatat di posisi 1,3% dan ROE di posisi 7,20%. ROA dan ROE digunakan untuk mengukur kemampuan imbal hasil atau laba secara relatif terhadap total aset (ROA) dan total ekuitas/modal (ROE).

Sementara itu, untuk menekan Non Performing Loan (NPL) Bank permata juga melakukan restrukturisasi kredit bermasalah, penghapusan kredit, penjualan dan penyelesaian kredit bermasalah (loan settlement). Dengan begitu rasio NPL gross 2,8%, sementara NPL nett 1,3%.

Di sisi lain, BNLI juga tidak gencar menyalurkan kredit karena hanya tumbuh 1,5% sepanjang 2019 atau senilai Rp 108,15 triliun dibandingkan 2018. Penyaluran kredit Bank Permata pun difokuskan ke segmen Wholesale Banking. Sementara di pertumbuhan kredit Retail Banking terutama terjadi di produk Kredit Tanpa Agunan dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Loan to Deposit Ratio (LDR) sepanjang 2019 tercatat 86,32%, turun dibandingkan 2018 sebesar 90,08%. LDR yang tinggi bisa menjadi tanda bank kurang leluasa untuk menyalurkan kredit karena ketatnya likuiditas. Di sisi lain rendah atau turunnya LDR juga bisa diartikan bahwa bank tidak gencar dalam penyaluran kredit.

Bank Permata juga mencatatkan aset produktif yang dihapus buku pada 2019 senilai Rp 9,89 triliun naik 25% dibandingkan 2018 senilai Rp 7,91 triliun. Sementara aset produktif yang dihapus yang dipulihkan atau berhasil ditagih senilai Rp 3,77 triliun, naik tipis dibandingkan 2018 senilai Rp 3,35 triliun.

Sementara, total CKPN aset keuangan atas aset produktif pun turun dari Rp 8,23 triliun pada 2018, menjadi Rp 4,03 triliun pada 2019. Biaya pencadangan kredit menurun sebesar 32,5% menjadi sebesar Rp1,14 triliun dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp1,68 triliun.

Posisi permodalan Bank terus meningkat dan terjaga kuat yang terpapar pada angka pencapaian Common Equity Tier 1 (CET-1) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) di akhir Desember 2019 sebesar 18,7% dan 19,9%, meskipun Bank telah melakukan pelunasan obligasi subordinasi yang jatuh tempo di tahun 2019 sebesar Rp 2,5 triliun dan belum melakukan penerbitan modal pelengkap untuk menggantikan obligasi subordinasi yang sudah dilunasi.



[Gambas:Video CNBC]




(dru) Next Article Bangkok Bank Bisa Beli 89% Saham Permata, Ini Penjelasan OJK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular