Negara-negara Besar Terancam Resesi, IHSG Mampu Menguat Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 February 2020 17:19
Singapura, Jerman, dan Jepang Terancam Resesi
Foto: Ekonomi Singapura Terhantam Akibat Corona (CNBC Indonesia TV)
Seperti yang disebutkan di halaman sebelumnya, wabah Covid-19 dapat menekan pertumbuhan ekonomi China. Pelambatan tersebut membuat beberapa negara ketar-ketir. Singapura, Jerman, dan Jepang menjadi negara yang terancam mengalami resesi, ketiganya memiliki hubungan yang erat dengan China.

Singapura sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, ekonomi Negeri Singa ini ada di kisaran 0,5%-2,5%.

China adalah negara mitra dagang utama Singapura. Pada 2018, ekspor Singapura ke China mencapai US$ 50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor. Belum lagi melihat dampaknya virus corona di sektor pariwisata, dimana waisatawan dari China berkontribusi sekitar 20% dari total wisatawan ke Singapura.

Setelah Singapura, Jerman juga patut waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.

"Tahun lalu kami menemukan seberapa sensitif ekonomi Jerman terhadap China, dan saya pikir setiap orang masih menganggap remeh bagaimana dampak ekonomi China ke Eropa" kata John Marley, konsultan senior dan spesialis manajemen risiko valuta asing di SmartCurrencyBusiness, sebagaimana dilansir Reuters.

Jerman merupakan negara yang berorientasi ekspor dan China merupakan pasar terbesar ketiganya. Pada tahun 2018, nilai ekspor Jerman ke China US$ 109,9 miliar atau menyumbang 7,1% dari total ekspor.

Melambatnya perekonomian China tentunya menurunkan permintaan dari Jerman, sehingga ekonomi Negeri Panzer juga berisiko terpukul.

Selanjutnya Jepang yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.



Pemerintah Jepang sebelumnya sudah memperingatkan jika PDB pada periode Oktober-Desember 2019 berisiko terkontraksi akibat kenaikan pajak penjualan, adanya angina topan, serta perang dagang AS dengan China.

Kini tantangan yang dihadapi Jepang di awal 2020 lebih besar lagi akibat wabah virus corona atau yang disebut Covid-19. Perekonomian China diprediksi melambat signifikan dan tentunya menyeret pertumbuhan ekonomi global, termasuk Jepang.

Jika PDB Jepang kembali berkontraksi di kuartal I-2020, maka Jepang akan mengalami resesi.



Tetapi dibalik semua sentimen negatif tersebut, terselip satu hal positif. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) sekali lagi bertindak guna meredam dampak wabah Covid-19 ke perekonomian.

PBoC mengumumkan penurunan suku bunga Medium-term Lending Facility (MLF) tenor setahun dari 3,25% menjadi 3,15%. Penurunan tersebut dimaksudkan untuk menambah likuiditas di pasar, sehingga roda perekonomian bisa berputar. Penurunan MLF hari ini diyakini pelaku pasar sebagai pembuka jalan pemangkasan Loan Prime Rate (LPF) yang akan diumumkan Kamis pekan ini.

Bulan kali ini saja PBoC menggelontorkan stimulus, di awal bulan lalu suku bunga reverse repo tenor 7 hari diturunkan menjadi menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% guna meredam gejolak finansial akibat virus corona. Selain itu PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.

Berkat kebijakan tersebut, sentimen pelaku pasar sedikit terangkat, indeks Shanghai Composite bahkan melesat lebih dari 2%. Tetapi bursa Asia belum kompak hari ini, beberapa indeks utama seperti Nikkai Jepang dan Kospi Korea Selatan masih melemah. Hal tersebut mengindikasikan pelaku pasar masih berhati-hati, dan belum agresif masuk ke aset berisiko, dan IHSG hanya mampu menguat tipis.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]



(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular