
Neraca Dagang Indonesia Tekor, Rupiah Bisa Menguat Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (17/2/2020) setelah stagnan pada pekan lalu. Di sesi pembukaan, rupiah sempat stagnan di Rp 13.670/US$ dan tidak lama kemudian terjerembab ke zona merah.
Pelemahan rupiah hingga sesi siang sebenarnya tidak besar, hanya 0,15% di Rp 13.690/US$, tetapi berbagai sentimen negatif membuat rupiah agak berat untuk menguat pada penutupan perdagangan hari ini. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berada di level Rp 13.685/US$.
Dari eksternal, wabah virus corona yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis dari John Hopkins CSSE, korban meninggal akibat virus corona atau yang disebut Covid-19 kini mencapai 1,775 orang dan telah menjangkiti lebih dari 71.000 orang di berbagai negara.
Masih belum diketahui seberapa besar dampak virus corona ke pertumbuhan ekonomi China dan global umumnya, yang pasti akan melambat. Hasil riset S&P memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.
Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%, jauh melambat dari capaian kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%, yang juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 sebesar 6,1%.
Sementara itu Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyatakan virus corona mungkin akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini. "Mungkin ada pemotongan yang kami masih harapkan berada dalam 0,1-0,2 poin persentase," kata direktur pelaksana IMF Kristalina Georgieva dikutip dari AFP akhir pekan lalu.
Pelambatan ekonomi global menjadi kabar buruk bagi rupiah. Awal tahun ini, rupiah menunjukkan keperkasaan, bahkan sempat menjadi mata uang berkinerja terbaik di dunia. Salah satu sebabnya adalah pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi bangkit sehingga aliran modal deras masuk ke Indonesia untuk membeli aset-aset yang berimbal hasil tinggi.
Dengan perekonomian global yang diprediksi melambat, tentunya sentimen pelaku pasar memburuk dan lebih berhati-hati. Apalagi Indonesia tidak lepas dari pelambatan ekonomi juga.
Bank Dunia mengatakan pelambatan ekonomi China sebesar 1% dapat membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3%. Itu artinya, perekonomian Indonesia bisa melambat lebih dari 0,3% di kuartal I-2020, dampaknya pasar finansial dalam negeri mendapat tekanan.
Selain itu, kepala ekonom BCA juga memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2020 akan di bawah 5%, sementara untuk kuartal I-2020 diperkirakan berada dalam kisaran 4,6% sampai 4,9% pada kuartal I-2019.
"Kemungkinan full year juga akan di bawah 5%. Karena epidemi ini belum tuntas, dan kita sudah kehilangan momen di satu semester ini," kata David kepada CNBC Indonesia, Senin (17/2/2020).
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor pada Januari 2019 mencapai US$ 13,41 miliar. Sedangkan impor pada periode yang sama mencapai US$ 14,28 miliar. Ekspor terkoreksi 3,71% sedangkan impor turun 4,78%. Pada ujungnya, neraca dagang Januari 2020 mengalami defisit sebesar US$ 870 juta.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan nilai median pertumbuhan ekspor di 1,37% year-on-year (YoY). Sementara itu, impor masih menunjukkan kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 6,24% YoY. Lalu, neraca perdagangan diperkirakan tekor US$ 152 juta.
Membengkaknya defisit tersebut menambah tekanan bagi rupiah pada hari ini, sehingga berat untuk bisa menguat meski tidak menutup kemungkinan jika sentimen pelaku pasar membaik selepas tengah hari.
