
Dolar AS Terlalu Kuat, Harga Emas Sulit Terangkat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2020 09:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas hanya mampu naik tipis sepanjang pekan ini. Sejatinya ada sentimen yang bisa membuat investor bermain aman dan meningkatkan permintaan emas, yaitu penyebaran virus Corona. Namun ketangguhan dolar Amerika Serikat (AS) membuat kenaikan harga emas menjadi terbatas.
Sepanjang pekan ini, harga emas dunia di pasar spot naik 0,61% secara point-to-point. Kemarin, harga emas menyentuh titik tertinggi sejak 31 Januari 2020.
Sementara harga Logam Mulia yang diterbitkan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga hanya bisa naik tipis sepanjang minggu ini, yaitu 0,28%. Kemarin, harga emas Antam berada di Rp 728.000/gram.
Kenaikan harga emas sepertinya mulai terbatas karena sebelumnya sudah mengalami lonjakan tajam. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini naik hampir 2%.
Harga emas melonjak signifikan setelah tragedi penyebaran (outbreak) virus Corona. Bermula dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei (China), virus Corona menyebar ke seluruh dunia.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 08:03 WIB, jumlah kasus virus Corona di seluruh dunia mencapai 66.962 di mana 66.367 terjadi di China. Sedangkan korban jiwa tercatat sudah lebih dari 1.500 orang, tepatnya 1.523.
Penyebaran virus Corona yang begitu masif membuat pemerintah China menempuh berbagai upaya. Misalnya, orang-orang yang baru kembali ke Beijing setelah pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru Imlek tidak boleh pergi ke mana-mana.
"Mulai sekarang, semua orang yang kembali dari Beijing harus tetap di rumah atau melapor ke kelompok observasi selama 14 hari setelah kedatangan. Barang siapa yang melanggar akan diberikan sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku," sebut pengumuman Beijing Virus Prevention Working Group, sebagaimana diberitakan Reuters.
Upaya pencegahan seperti ini memang penting, karena ketika lebih banyak orang yang keluar rumah untuk beraktivitas maka upaya pencegahan penyebaran virus menjadi sangat sulit. Namun di sisi lain, roda ekonomi tidak akan berputar dengan kencang.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi China hampir pasti melambat. Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%.
Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
"Kami memperkirakan penjualan akan turun lebih dari 10% pada semester I tahun ini. Untuk keseluruhan tahun, penurunannya mungkin sekitar 5% jika penyebaran virus sudah berhenti pada April," kata Fu Bingfeng, Wakil Ketua Eksekutif Asosiasi Produsen Mobil China, seperti dikutip dari Reuters.
China adalah perekonomian terbesar di dunia. Kala China melambat, pasti pertumbuhan ekonomi global akan ikut melambat. Pelaku pasar yang cemas pun memburu aset-aset aman seperti emas sehingga harga terangkat.
Akan tetapi, kenaikan harga emas terbentur oleh keperkasaan dolar AS. Emas dan dolar AS memang punya hubungan terbalik, kalau dolar AS menguat maka emas sulit untuk mengikutinya.
Sebab, emas adalah komoditas yang dibanderol dengan mata uang dolar AS. Kala dolar AS menguat, emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas turun, dan tentu mempengaruhi harga.
Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,45%. Kemarin, indeks ini mencapai posisi tertinggi sejak Oktober tahun lalu.
Meski diterpa isu virus Corona, seperti perekonomian Negeri Paman Sam tetap kuat. Sejumlah rilis data terbaru memberi konfirmasi akan hal itu.
Pembacaan awal indeks sentimen konsumen periode Februari 2020 oleh University of Michigan menunjukkan angka 100,9. Ini adalah yang tertinggi sejak Maret 2018 atau hampir dua tahun.
Kemudian penjualan ritel pada Januari 2020 naik 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini adalah kenaikan tertinggi sejak Oktober 2019.
"Kami melihat ekonomi AS tetap baik. Tidak ada alasan ekspansi tidak berlanjut," tegas Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Federal Reserves/The Fed (bank sentral AS), seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, kecil kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Berdasarkan CME FedWatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat 18 Maret 2020 mencapai 90%.
Tanpa penurunan suku bunga acuan, berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS masih akan menguntungkan. Hasilnya, investor bernafsu mengoleksi dolar AS sehingga nilai tukarnya menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit
Sepanjang pekan ini, harga emas dunia di pasar spot naik 0,61% secara point-to-point. Kemarin, harga emas menyentuh titik tertinggi sejak 31 Januari 2020.
Kenaikan harga emas sepertinya mulai terbatas karena sebelumnya sudah mengalami lonjakan tajam. Dalam sebulan terakhir, harga komoditas ini naik hampir 2%.
Harga emas melonjak signifikan setelah tragedi penyebaran (outbreak) virus Corona. Bermula dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei (China), virus Corona menyebar ke seluruh dunia.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 08:03 WIB, jumlah kasus virus Corona di seluruh dunia mencapai 66.962 di mana 66.367 terjadi di China. Sedangkan korban jiwa tercatat sudah lebih dari 1.500 orang, tepatnya 1.523.
Penyebaran virus Corona yang begitu masif membuat pemerintah China menempuh berbagai upaya. Misalnya, orang-orang yang baru kembali ke Beijing setelah pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru Imlek tidak boleh pergi ke mana-mana.
"Mulai sekarang, semua orang yang kembali dari Beijing harus tetap di rumah atau melapor ke kelompok observasi selama 14 hari setelah kedatangan. Barang siapa yang melanggar akan diberikan sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku," sebut pengumuman Beijing Virus Prevention Working Group, sebagaimana diberitakan Reuters.
Upaya pencegahan seperti ini memang penting, karena ketika lebih banyak orang yang keluar rumah untuk beraktivitas maka upaya pencegahan penyebaran virus menjadi sangat sulit. Namun di sisi lain, roda ekonomi tidak akan berputar dengan kencang.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi China hampir pasti melambat. Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%.
Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
"Kami memperkirakan penjualan akan turun lebih dari 10% pada semester I tahun ini. Untuk keseluruhan tahun, penurunannya mungkin sekitar 5% jika penyebaran virus sudah berhenti pada April," kata Fu Bingfeng, Wakil Ketua Eksekutif Asosiasi Produsen Mobil China, seperti dikutip dari Reuters.
China adalah perekonomian terbesar di dunia. Kala China melambat, pasti pertumbuhan ekonomi global akan ikut melambat. Pelaku pasar yang cemas pun memburu aset-aset aman seperti emas sehingga harga terangkat.
Akan tetapi, kenaikan harga emas terbentur oleh keperkasaan dolar AS. Emas dan dolar AS memang punya hubungan terbalik, kalau dolar AS menguat maka emas sulit untuk mengikutinya.
Sebab, emas adalah komoditas yang dibanderol dengan mata uang dolar AS. Kala dolar AS menguat, emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas turun, dan tentu mempengaruhi harga.
Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,45%. Kemarin, indeks ini mencapai posisi tertinggi sejak Oktober tahun lalu.
Meski diterpa isu virus Corona, seperti perekonomian Negeri Paman Sam tetap kuat. Sejumlah rilis data terbaru memberi konfirmasi akan hal itu.
Pembacaan awal indeks sentimen konsumen periode Februari 2020 oleh University of Michigan menunjukkan angka 100,9. Ini adalah yang tertinggi sejak Maret 2018 atau hampir dua tahun.
Kemudian penjualan ritel pada Januari 2020 naik 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini adalah kenaikan tertinggi sejak Oktober 2019.
"Kami melihat ekonomi AS tetap baik. Tidak ada alasan ekspansi tidak berlanjut," tegas Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Federal Reserves/The Fed (bank sentral AS), seperti dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, kecil kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Berdasarkan CME FedWatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat 18 Maret 2020 mencapai 90%.
Tanpa penurunan suku bunga acuan, berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS masih akan menguntungkan. Hasilnya, investor bernafsu mengoleksi dolar AS sehingga nilai tukarnya menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit
Most Popular