Bursa Saham Asia Berpesta, IHSG Merana

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2020 08:18
Bursa Saham Asia Berpesta, IHSG Merana
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah sepanjang pekan ini. Sayang sekali, karena mayoritas indeks saham utama Asia mampu menguat.

Sepanjang pekan ini, IHSG melemah 2,21% secara point-to-point. Pada penutupan perdagangan akhir pekan, IHSG menyentuh titik terlemah sejak 17 Mei tahun lalu.




Sementara indeks saham Asia lainnya malah mampu menguat. Selain IHSG, hanya Topix (Jepang), PSEI (Filipina), dan SET (Thailand) yang melemah. PSEI menjadi yang terlemah di Asia pekan ini, dan IHSG tepat di atasnya.

Berikut pergerakan indeks saham utama Asia sepanjang minggu ini:



Seperti pekan-pekan sebelumnya, aktivitas perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih belum semarak. Nilai rata-rata transaksi harian sepanjang pekan ini adalah Rp 6,22 triliun. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yaitu Rp 6,87 triliun.

Sulit dipungkiri bahwa kemungkinan pasar saham domestik masih melakukan penyesuaian (adjustment) karena aksi 'bersih-bersih' yang sedang dilakukan regulator dan aparat penegak hukum. Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) mengakui banyak Manajer Investasi yang agresif dalam berinvestasi. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang melakukan bersih-bersih untuk mengembalikan industri reksa dana yang sehat.


"Memang kita akui, ada beberapa reksa dana yang pengelolaannya cukup sangat agresif, sehingga tidak melakukan kepatuhan dan risiko manajemen yang baik. Investor kita minta jangan percaya dengan janji imbal hasil, harus lebih teliti," tegas Mauldy Rauf Makmur, Direktur Eksekutif APRDI kala berbincang dengan CNBC Indonesia belum lama ini.

Pada akhirnya, upaya perbaikan diharapkan membuat pasar modal Indonesia lebih kuat, stabil, dan mencerminkan fundamentalnya. Ini adalah pasar modal yang sehat, yang memberikan keuntungan wajar kepada investor.



[Gambas:Video CNBC]




Sementara IHSG melemah, indeks saham Asia lainnya melaju. Meski risiko penyebaran virus Corona masih sangat tinggi, tetapi investor berharap stimulus dari pemerintah dan bank sentral China bisa membuat pasar kembali semarak.

Ya, penyebaran virus Corona memang kian mencemaskan. Saat ini jumlah kasus virus Corona sudah lebih dari 60.000 dan korban jiwa hampir mencapai 1.500 orang.


Kasus dan korban jiwa terbanyak ada di China. Maklum, virus ini memang bermula dari Negeri Tirai Bambu tepatnya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei.

Penyebaran virus yang semakin luas sangat mungkin membuat perekonomian China melambat. Sebab masyarakat dan dunia usaha yang khawatir tertular virus mematikan tentu akan lebih membatasi aktivitas mereka.

Untuk mengurangi dampak virus Corona terhadap perekonomian, pemerintah dan bank sentral China memberikan berbagai stimulus. Pada 3 dan 4 Februari, bank sentral China menggelontorkan likuiditas CNY 1,7 triliun (Rp 3.336,64 triliun dengan kurs saat ini) ke perekonomian melalui operasi pasar terbuka.

Bank sentral juga akan mengurang Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan yang ingin menyalurkan kredit ke sektor usaha vital. Debitur yang mengakses kredit khusus tersebut akan mendapatkan bunga khusus yang lebih murah dari bunga pasar.

Sementara pemerintah China mengungkapkan telah mengalokasikan dana senilai CNY 71,85 miliar (Rp 140,97 triliun) untuk memerangi virus Corona. Pemerintah China juga memberikan insentif fiskal berupa pembebasan bea masuk bagi produk antara yang akan digunakan sebagai bahan baku alat pencegah penyebaran virus lebih lanjut. Barang-barang donasi dari luar negeri seperti mobil ambulans dan produk disinfektan juga dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Investor berharap dana-dana stimulus itu bisa merembes ke pasar keuangan. Dengan begitu, likuiditas akan melimpah sehingga menciptakan gairah yang membuncah.

"Uang yang disuntikkan oleh China ke perekonomian mereka akan menemukan jalan untuk menyebar ke seluruh dunia. Uang-uang ini nantinya akan menciptakan mentalitas 'beli semua'," ujar Paul Nolte, Portfolio Manager Kingsview Asset Management yang berbasis di Chicago, seperti diberitakan Reuters.

Sepertinya mentalitas yang dimaksud Nolte mulai terbentuk. Terangsang oleh stimulus China yang bakal merembes ke pasar global, investor mulai ambil posisi agresif dengan memburu aset-aset berisiko di negara berkembang. 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article IHSG Hari Ini Ditutup Naik 0,56%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular