
Lemahnya Data Penjualan Ritel Hambat Laju Penguatan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (11/2/2020) setelah membukukan pelemahan dua hari beruntun.
Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 13.690/US$, kemudian menguat hingga 0,11% di level Rp 13.675/US$. Pada pukul 13:00 WIB, penguatan rupiah terpangkas menjadi 0,07% ke Rp 13.680/US$.
Sentimen pelaku pasar yang sedikit membaik hari ini membuat rupiah bangkit. Meski demikian, pelaku pasar masih berhati-hati melihat dampak wabah virus corona terhadap ekonomi China. Berdasarkan data ArcGis, total korban meninggal akibat virus corona kini menjadi 1.016 orang, dan telah menjangkiti lebih dari 43.000 orang di berbagai negara.
Hasil riset S&P menunjukkan pertumbuhan ekonomi China bisa terpangkas 1,2% akibat virus corona. Kala ekonomi China melambat, negara-negara lain tentunya juga akan terseret, sebabnya Negeri Tiongkok merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia setelah AS.
Untuk meredam dampak virus corona ke ekonomi, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) awal bulan menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan ke 2,55% guna meredam gejolak finansial. Selain itu PBoC menyuntikkan likuiditas 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.
Selain itu, pemerintah China juga akan memangkas bea masuk impor berbagai produk AS senilai US$ 75 miliar. Belum jelas produk apa saja yang dimaksud, yang pasti bea masuk yang sebelumnya 10% akan dipangkas menjadi 5%, dan yang sebelumnya 5% menjadi 2,5%.
Dalam rilis Kementerian Keuangan China yang dikutip CNBC International, pemangkasan bea masuk tersebut dilakukan untuk perkembangan perdagangan yang lebih sehat antara China dengan AS. Pemangkasan tersebut mulai berlaku pada 14 Februari nanti.
Dengan pemangkasan bea impor itu, perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar, dan diharapkan mampu mengurangi dampak negatif dari wabah virus corona.
Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan penjualan eceran pada Januari 2020 mengalami penurunan sejalan dengan pola musimannya pada awal tahun. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2020 yang diprakirakan -3,1% year-on-year (YoY).
Penurunan penjualan eceran di awal tahun memang sudah menjadi pola musiman, karena geliat perekonomian biasanya memang belum kencang. Namun penurunan akhir tahun lalu yang bisa dikatakan "bermasalah". Pada Desember 2019. penjualan IPR turun 0,5% YoY, meski ada Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi musim belanja.
Penurunan tersebut bisa jadi memberikan gambaran daya beli masyarakat saat ini memang sedang tertekan. Rilis data tersebut pun menjadi sinyal bahwa pelemahan daya beli masih berlanjut, sehingga penguatan rupiah menjadi terbatas pada hari ini.
