
Pak Jokowi, Ini Kunci Tekan CAD: Indonesia Harus Berdikari
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 February 2020 12:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2019 membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Namun Indonesia masih punya pekerjaan rumah yang belum terselesaikan yaitu defisit di transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
Pada kuartal IV-2019, NPI membukukan surplus sebesar US$ 4,28 miliar. Jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$ 46 juta. Ini membuat NPI untuk keseluruhan 2019 menjadi surplus US$ 4,68 miliar. Juga jauh membaik ketimbang 2018 yang negatif US$ 7,13 miliar.
Salah satu poin penting dalam perbaikan NPI adalah transaksi berjalan. Neraca ini memang masih mencatat defisit sebesar US$ 8,12 miliar atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2019. Sementara untuk keseluruhan 2019, transaksi berjalan membukukan defisit US$ 30,41 miliar (2,72% PDB), membaik ketimbang 2018 yang minus US$ 30,63 miliar (2,94% PDB).
"Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit. Neraca perdagangan barang yang mencatat surplus dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan non-migas yang meningkat serta defisit neraca perdagangan migas yang menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh turunnya impor minyak sejalan dengan kebijakan pengendalian impor seperti program B20," sebut keterangan tertulis BI.
Indonesia beruntung karena defisit transaksi berjalan masih bisa ditutupi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang menggunung. Pada kuartal IV-2019, transaksi modal dan finansial surplus US$ 12,4 miliar, lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 7,4 miliar. Sepanjang 2019, transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$ 36,3 miliar, naik dibandingkan 2018 yakni US$ 25,2 miliar.
Meski NPI surplus, defisit yang masih saja mendera transaksi berjalan perlu dicermati. Pasalnya, defisit tersebut menunjukkan arus devisa yang lebih berjangka panjang (sustainable) yaitu ekspor-impor barang dan jasa masih seret. Artinya, rupiah bergantung kepada arus modal di sektor keuangan (hot money) yang sangat rentan karena bisa datang dan pergi sesuka hati.
Oleh karena itu, perbaikan di transaksi berjalan adalah hal yang wajib. Ada baiknya kita sedikit melihat permasalahan yang menjangkiti transaksi berjalan Indonesia. Berikut adalah komponen pembentuk transaksi berjalan sepanjang 2019:
1. Barang surplus US$ 3,51 miliar.
2. Jasa-jasa defisit US$ 7,78 miliar.
3. Pendapatan primer defisit US$ 33,77 miliar.
4. Pendapatan sekunder surplus US$ 7,63 miliar.
Dari sini saja sudah cetha wela-wela bahwa neraca pendapatan primer perlu menjadi fokus perhatian. Apalagi nilainya lebih parah ketimbang 2018 yang defisit US$ 30,8 miliar.
"Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pembayaran bunga (pemerintah dan swasta non-bank) dan pembayaran atas hasil investasi portofolio. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio sepanjang 2019," sebut laporan BI.
Selama 2019, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham. Padahal pada 2018, investor asing melakukan jual bersih Rp 50,75 triliun.
Sementara di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing bertambah Rp 168,38 triliun sepanjang 2019. Pada akhir tahun, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 38,57% dibandingkan posisi awal tahun yang sebesar 37,72%.
Ini yang namanya senjata makan tuan. Di satu sisi derasnya arus modal portofolio ini membuat transaksi modal dan finansial surplus. Tingginya surplus transaksi modal dan finansial membuat NPI surplus dan rupiah menguat.
Namun di sisi lain, investasi ini tentu melahirkan kewajiban pembayaran bunga. Investor asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia memang semakin banyak, berarti pembayaran bunga yang mengalir ke luar negeri pun membengkak.
Ternyata ini tidak hanya terjadi di sektor keuangan, di sektor riil pun tingginya Penanaman Modal Asing/PMA (Foreign Direct Investment/FDI) membuat neraca pendapatan primer tekor. Bahkan lebih parah ketimbang portofolio.
Pada 2019, neraca pendapatan investasi langsung defisit US$ 18,28 miliar. Sementara defisit di investasi portofolio 'hanya' US$ 11,19 miliar.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberi konfirmasi. Sepanjang 2019, porsi PMA terhadap total investasi yang masuk adalah 52,26%.
Oleh karena itu, obat untuk mengobati penyakit ini adalah mengurangi ketergantungan terhadap investor asing baik itu di sektor keuangan maupun sektor riil. Investor domestik harus mengambil peran yang lebih besar agar keuntungan investasi yang mengalir ke luar negeri bisa ditekan.
Indonesia harus berdikari!
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Neraca Pembayaran RI Surplus US$ 2,1 M, No More CAD!
Pada kuartal IV-2019, NPI membukukan surplus sebesar US$ 4,28 miliar. Jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$ 46 juta. Ini membuat NPI untuk keseluruhan 2019 menjadi surplus US$ 4,68 miliar. Juga jauh membaik ketimbang 2018 yang negatif US$ 7,13 miliar.
Salah satu poin penting dalam perbaikan NPI adalah transaksi berjalan. Neraca ini memang masih mencatat defisit sebesar US$ 8,12 miliar atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2019. Sementara untuk keseluruhan 2019, transaksi berjalan membukukan defisit US$ 30,41 miliar (2,72% PDB), membaik ketimbang 2018 yang minus US$ 30,63 miliar (2,94% PDB).
"Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit. Neraca perdagangan barang yang mencatat surplus dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan non-migas yang meningkat serta defisit neraca perdagangan migas yang menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh turunnya impor minyak sejalan dengan kebijakan pengendalian impor seperti program B20," sebut keterangan tertulis BI.
Indonesia beruntung karena defisit transaksi berjalan masih bisa ditutupi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang menggunung. Pada kuartal IV-2019, transaksi modal dan finansial surplus US$ 12,4 miliar, lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya yaitu US$ 7,4 miliar. Sepanjang 2019, transaksi modal dan finansial mencatat surplus US$ 36,3 miliar, naik dibandingkan 2018 yakni US$ 25,2 miliar.
Meski NPI surplus, defisit yang masih saja mendera transaksi berjalan perlu dicermati. Pasalnya, defisit tersebut menunjukkan arus devisa yang lebih berjangka panjang (sustainable) yaitu ekspor-impor barang dan jasa masih seret. Artinya, rupiah bergantung kepada arus modal di sektor keuangan (hot money) yang sangat rentan karena bisa datang dan pergi sesuka hati.
Oleh karena itu, perbaikan di transaksi berjalan adalah hal yang wajib. Ada baiknya kita sedikit melihat permasalahan yang menjangkiti transaksi berjalan Indonesia. Berikut adalah komponen pembentuk transaksi berjalan sepanjang 2019:
1. Barang surplus US$ 3,51 miliar.
2. Jasa-jasa defisit US$ 7,78 miliar.
3. Pendapatan primer defisit US$ 33,77 miliar.
4. Pendapatan sekunder surplus US$ 7,63 miliar.
Dari sini saja sudah cetha wela-wela bahwa neraca pendapatan primer perlu menjadi fokus perhatian. Apalagi nilainya lebih parah ketimbang 2018 yang defisit US$ 30,8 miliar.
"Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pembayaran bunga (pemerintah dan swasta non-bank) dan pembayaran atas hasil investasi portofolio. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio sepanjang 2019," sebut laporan BI.
Selama 2019, investor asing membukukan beli bersih Rp 49,19 triliun di pasar saham. Padahal pada 2018, investor asing melakukan jual bersih Rp 50,75 triliun.
Sementara di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing bertambah Rp 168,38 triliun sepanjang 2019. Pada akhir tahun, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah 38,57% dibandingkan posisi awal tahun yang sebesar 37,72%.
Ini yang namanya senjata makan tuan. Di satu sisi derasnya arus modal portofolio ini membuat transaksi modal dan finansial surplus. Tingginya surplus transaksi modal dan finansial membuat NPI surplus dan rupiah menguat.
Namun di sisi lain, investasi ini tentu melahirkan kewajiban pembayaran bunga. Investor asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia memang semakin banyak, berarti pembayaran bunga yang mengalir ke luar negeri pun membengkak.
Ternyata ini tidak hanya terjadi di sektor keuangan, di sektor riil pun tingginya Penanaman Modal Asing/PMA (Foreign Direct Investment/FDI) membuat neraca pendapatan primer tekor. Bahkan lebih parah ketimbang portofolio.
Pada 2019, neraca pendapatan investasi langsung defisit US$ 18,28 miliar. Sementara defisit di investasi portofolio 'hanya' US$ 11,19 miliar.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberi konfirmasi. Sepanjang 2019, porsi PMA terhadap total investasi yang masuk adalah 52,26%.
Oleh karena itu, obat untuk mengobati penyakit ini adalah mengurangi ketergantungan terhadap investor asing baik itu di sektor keuangan maupun sektor riil. Investor domestik harus mengambil peran yang lebih besar agar keuntungan investasi yang mengalir ke luar negeri bisa ditekan.
Indonesia harus berdikari!
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Neraca Pembayaran RI Surplus US$ 2,1 M, No More CAD!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular