Batal Catat Penguatan Mingguan, Rupiah Juga Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra & Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 February 2020 16:59
Pelemahan rupiah semakin membesar hingga 0,44% ke Rp 13.675/US$.
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (7/2/2020).

Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 13.615/US$, tetapi tidak lama rupiah langsung masuk ke zona merah. Pelemahan rupiah semakin membesar hingga 0,44% ke Rp 13.675/US$.

Di penutupan perdagangan, Mata Uang Garuda hanya mampu memangkas penguatan tipis dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.570/US$ melemah 0,4% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mayoritas mata uang utama Asia memang melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini, dan rupiah menjadi yang terburuk, Tidak hanya itu, rupiah malah mencatat penguatan dua pekan beruntun. Pelemahan 0,4% hari ini membuat depresiasi rupiah sepanjang pekan ini sebesar 0,15%.  

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia, hingga pukul 16:00 WIB.



Sebelum melemah pada hari ini, rupiah sebenarnya menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia dalam dua hari beruntun, dan menguat tiga hari berturut-turut. Total penguatan dalam tiga hari tersebut sebesar 0,91%, ditopang oleh membaiknya sentimen pelaku pasar setelah China berusaha meredam dampak virus corona ke pasar finansial.

CNBC International melaporkan, Senin lalu bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% guna meredam gejolak finansial yang terjadi akibat virus corona. Selain itu dalam 2 hari terakhir PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.

Setelah stimulus dari PBoC, giliran Pemerintah Beijing membuat pelaku pasar gembira. Kamis kemarin CNBC International mewartakan China akan memangkas bea masuk importasi berbagai produk dari AS senilai US$ 75 miliar.

Belum jelas produk apa saja yang masuk dalam daftar tersebut, yang pasti bea masuk yang sebelumnya 10% akan dipangkas menjadi 5%, dan yang sebelumnya 5% menjadi 2,5%.



Dalam rilis Kementerian Keuangan China yang dikutip CNBC International, pemangkasan bea masuk tersebut dilakukan untuk perkembangan perdagangan yang lebih sehat antara China dengan AS. Pemangkasan tersebut mulai berlaku pada 14 Februari nanti.

Berita dari China tersebut tentunya menjadi kabar bagus setelah kedua negara resmi meneken kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari lalu.

Diharapkan dengan pemangkasan bea impor tersebut perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar.

Langkah dari China tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik dan masuk kembali ke aset-aset berisiko. Dampaknya bursa saham global menguat dan turut mengerek naik rupiah.



Sementara itu dari dalam negeri hari ini dirilis data cadangan devisa RI yang naik hingga mendekati rekor tertinggi US$ 132 miliar yang dicapai pada Januari 2018. Namun data tersebut mampu mendongkrak kinerja rupiah untuk kembali menguat.

"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2020 tercatat sebesar US$ 131,7 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2019 sebesar US$ 129,2 miliar," jelas Bank Indonesia (BI) dalam keterangannya, Jumat (7/2/2020).

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Adapun peningkatan cadangan devisa pada Januari 2020 terutama didorong oleh utang melalui penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.

Awal tahun ini, pemerintah menggalang dana US$2 miliar dan 1 miliar euro dari penerbitan perdana surat utang negara (SUN) di pasar global.



Selain rilis data tersebut, pelaku pasar menanti rilis data neraca perdagangan China. Data tersebut akan memberikan gambaran sebesar besar dampak wabah virus corona terhadap perekonomian Negeri Tiongkok, dan tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.

Penantian akan data tersebut membuat rupiah yang sudah menguat tiga hari beruntun terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking). Dampaknya rupiah pun melemah dan menjadi yang terburuk di Asia pada hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular