
Analisis
Terima Kasih China, Rupiah ke Bawah Rp 13.600/US$ Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 February 2020 13:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam pada Kamis (6/2/2020) hingga menembus kembali ke bawah Rp 13.600 per dolar Amerika Serikat (AS). Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung menguat 0,22% ke Rp 13.640/US$.
Meski sempat memangkas penguatan hingga stagnan, tetapi apresiasi rupiah semakin terakselerasi hingga 0,59% ke level Rp 13.590/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
China menjadi penyebab perkasanya rupiah pada hari ini. Meski sedang dilanda virus corona, tetapi serangkaian kebijakan dari Negeri Tiongkok membuat sentimen pelaku pasar membaik dan kembali masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi.
Pada perdagangan Rabu kemarin, rupiah sebenarnya banyak menghabiskan waktu di zona merah akibat pertumbuhan ekonomi RI di kuartal IV-2019 dilaporkan di bawah 5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,97% year-on-year (YoY) di kuartal IV-2019. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal IV-2016, ketika tumbuh 4,94% YoY.
Sementara sepanjang tahun 2019, pertumbuhan ekonomi RI tercatat sebesar 5,02%, yang menjadi pertumbuhan terlemah sejak tahun 2015.
Data tersebut cukup membebani rupiah, tetapi beberapa menit sebelum perdagangan ditutup Mata Uang Garuda berbalik menguat 0,26%, sekaligus menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Performa tersebut berlanjut pagi ini, Mata Uang Garuda masih menjadi yang terbaik di Asia.
Penguatan rupiah secara tiba-tiba Rabu kemarin dipicu kabar dari Reuters yang melaporkan TV di China memberi kabar tim peneliti di Universitas Zhenjiang telah menemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan virus corona.
Selain China, CNBC International yang mengutip Sky News melaporkan ilmuan di Imperial College London telah membuat terobosan signifikan dalam pembuatan vaksin virus corona. Kabar tersebut sontak membuat pelaku pasar gembira, dan masuk kembali ke aset-aset berisiko.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menurunkan euforia pelaku pasar, mengatakan "belum diketahui" ada pengobatan yang dapat menyembuhkan virus corona. Meski demikian, sentimen pelaku pasar masih tetap bagus pada hari ini, yang tercermin dari penguatan bursa saham Asia, kinerja rupiah pun ikut terkerek.
Salah satu penyebab membaiknya selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar adalah gelontoran stimulus moneter di China guna meredam dampak negatif virus corona di pasar finansial.
CNBC International melaporkan Senin lalu PBoC menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% guna meredam gejolak finansial akibat virus corona. Selain itu dalam 2 hari terakhir PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.
Berkat stimulus tersebut, bursa saham global menghijau sejak hari Selasa, dampaknya sejak hari itu rupiah juga kembali menguat. Dalam dua hari terakhir, tercatat rupiah menguat sebesar 0,51%.
Setelah stimulus PBoC, kini giliran Beijing membuat pelaku pasar gembira. CNBC International mewartakan China akan memangkas bea masuk impor berbagai produk AS senilai US$ 75 miliar. Belum jelas produk apa saja yang dimaksud, yang pasti bea masuk yang sebelumnya 10% akan dipangkas menjadi 5%, dan yang sebelumnya 5% menjadi 2,5%.
Dalam rilis Kementerian Keuangan China yang dikutip CNBC International, pemangkasan bea masuk tersebut dilakukan untuk perkembangan perdagangan yang lebih sehat antara China dengan AS. Pemangkasan tersebut mulai berlaku pada 14 Februari nanti.
Berita dari China tersebut tentunya menjadi kabar bagus setelah kedua negara resmi meneken kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari lalu.
Dengan pemangkasan bea impor itu, perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar. Perekonomian dunia diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar semakin membaik. Saat sentimen membaik, penguatan rupiah sulit dibendung.
Meski sempat memangkas penguatan hingga stagnan, tetapi apresiasi rupiah semakin terakselerasi hingga 0,59% ke level Rp 13.590/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
China menjadi penyebab perkasanya rupiah pada hari ini. Meski sedang dilanda virus corona, tetapi serangkaian kebijakan dari Negeri Tiongkok membuat sentimen pelaku pasar membaik dan kembali masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,97% year-on-year (YoY) di kuartal IV-2019. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal IV-2016, ketika tumbuh 4,94% YoY.
Sementara sepanjang tahun 2019, pertumbuhan ekonomi RI tercatat sebesar 5,02%, yang menjadi pertumbuhan terlemah sejak tahun 2015.
Data tersebut cukup membebani rupiah, tetapi beberapa menit sebelum perdagangan ditutup Mata Uang Garuda berbalik menguat 0,26%, sekaligus menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Performa tersebut berlanjut pagi ini, Mata Uang Garuda masih menjadi yang terbaik di Asia.
Penguatan rupiah secara tiba-tiba Rabu kemarin dipicu kabar dari Reuters yang melaporkan TV di China memberi kabar tim peneliti di Universitas Zhenjiang telah menemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan virus corona.
Selain China, CNBC International yang mengutip Sky News melaporkan ilmuan di Imperial College London telah membuat terobosan signifikan dalam pembuatan vaksin virus corona. Kabar tersebut sontak membuat pelaku pasar gembira, dan masuk kembali ke aset-aset berisiko.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menurunkan euforia pelaku pasar, mengatakan "belum diketahui" ada pengobatan yang dapat menyembuhkan virus corona. Meski demikian, sentimen pelaku pasar masih tetap bagus pada hari ini, yang tercermin dari penguatan bursa saham Asia, kinerja rupiah pun ikut terkerek.
Salah satu penyebab membaiknya selera terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar adalah gelontoran stimulus moneter di China guna meredam dampak negatif virus corona di pasar finansial.
CNBC International melaporkan Senin lalu PBoC menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4%, sementara tenor 14 hari diturunkan menjadi 2,55% guna meredam gejolak finansial akibat virus corona. Selain itu dalam 2 hari terakhir PBoC menyuntikkan likuiditas senilai 1,7 triliun yuan (US$ 242,74 miliar) melalui operasi pasar terbuka.
Berkat stimulus tersebut, bursa saham global menghijau sejak hari Selasa, dampaknya sejak hari itu rupiah juga kembali menguat. Dalam dua hari terakhir, tercatat rupiah menguat sebesar 0,51%.
Setelah stimulus PBoC, kini giliran Beijing membuat pelaku pasar gembira. CNBC International mewartakan China akan memangkas bea masuk impor berbagai produk AS senilai US$ 75 miliar. Belum jelas produk apa saja yang dimaksud, yang pasti bea masuk yang sebelumnya 10% akan dipangkas menjadi 5%, dan yang sebelumnya 5% menjadi 2,5%.
Dalam rilis Kementerian Keuangan China yang dikutip CNBC International, pemangkasan bea masuk tersebut dilakukan untuk perkembangan perdagangan yang lebih sehat antara China dengan AS. Pemangkasan tersebut mulai berlaku pada 14 Februari nanti.
Berita dari China tersebut tentunya menjadi kabar bagus setelah kedua negara resmi meneken kesepakatan dagang fase I pada 15 Januari lalu.
Dengan pemangkasan bea impor itu, perundingan dagang fase II akan berjalan lancar, dan bea masuk yang diterapkan kedua negara semakin dipangkas sehingga arus perdagangan global menjadi lancar. Perekonomian dunia diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar semakin membaik. Saat sentimen membaik, penguatan rupiah sulit dibendung.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular