3 Alasan Corona Lebih Menakutkan Bagi Pasar Dibanding SARS

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
06 February 2020 12:31
3 Alasan Corona Lebih Menakutkan Bagi Pasar Dibanding SARS
Foto: Penanganan Serius Pasien Terinfeksi Virus Corona di China (Xiong Qi/Xinhua via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham bergejolak liar dalam beberapa waktu terakhir akibat terpengaruh kabar buruk yang ditimbulkan virus corona.

Pada Senin (3/2/2020), bursa Amerika Serikat (AS) mencatatkan penurunan terbesar sejak Oktober. Ini terjadi bertepatan dengan kabar terus meningkatnya jumlah korban tewas akibat virus asal Wuhan, China itu.

Per Kamis ini, virus corona telah menewaskan 565 orang di China. Sementara itu, jumlah korban terjangkit di seluruh dunia mencapai lebih dari 28 ribu kasus sejak ditemukan pada Desember. Saat ini virus telah menyebar di sedikitnya 26 negara.

Akibat ketidakpastian ini juga, para pelaku pasar banyak yang mengalihkan investasinya ke aset yang lebih aman (safe havens).

Bahkan menurut Seema Shah, kepala strategi di Principal Global Investors, cepatnya penyebaran virus ini di seluruh dunia jauh lebih menakutkan bagi pasar ketimbang penyebaran virus SARS yang menghantui dunia pada 2003 lalu.

Server Acute Respiratory Syndrome (SARS) menjangkiti banyak negara di dunia sepanjang 2002-2003. Pada periode itu, korban tewas akibat SARS di China hanya mencapai angka 349 kematian, sebagaimana dilaporkan AFP.

Sementara dalam skala global, SARS yang juga juga berasal dari China, telah menewaskan lebih dari 700 orang dan menjangkiti 8.000-an di seluruh dunia sepanjang 2002-2003.

Selain fakta bahwa Novel 201 Coronavirus (2019-nCoV) telah memakan lebih banyak korban di China dan menjangkiti lebih banyak orang ketimbang SARS, berikut tiga alasan lainnya mengapa coronavirus jenis baru ini lebih menakutkan bagi pasar, sebagaimana disampaikan Shah dalam artikel yang dikutip dari Business Insider.


[Gambas:Video CNBC]



Kemunculan media sosial dan ketersediaannya di beberapa perangkat saat ini memungkinkan informasi untuk menyebar lebih cepat di seluruh dunia dibandingkan sebelumnya.

Menurut Shah cepatnya penyebaran informasi ini menciptakan 'ruang gema global' yang bisa menimbulkan sentimen buruk bagi pasar keuangan sehingga menimbulkan kekacauan.

"Ruang gema untuk memperkuat kecemasan pasar tidak pernah lebih kuat dari ini," tambahnya.

Cepatnya penyebaran informasi, seperti mengenai jumlah infeksi dan korban tewas akibat corona, membuat investor bisa lebih cepat juga mengetahui informasi. Bahkan kerap kali informasi diterima sebelum bursa AS dibuka.

Shah juga menyebutkan, berita buruk virus corona juga bisa langsung menyebabkan penurunan harga saham, utamanya perusahaan farmasi tertentu. Rantai pasokan global saat ini lebih terikat daripada sebelumnya. Selain itu, perdagangan internasional juga lebih kompleks. Ini bisa menyebabkan ekonomi dunia mengalami kejatuhan besar seandainya virus menyebar cukup luas, kata Shah.

Saat ini, memang perusahaan yang berbasis di China yang menghadapi pukulan paling keras dari wabah ini. Namun, keterikatannya dengan perusahaan-perusahaan global jelas akan memberikan tekanan pada klien dan pemasok yang terhubung dengan mereka, jelasnya.

"Karena rantai pasokan global berlipat ganda dan menjadi lebih saling bergantung, potensi efek domino yang cepat, dipicu oleh bagian lain dari rantai itu, jauh lebih tinggi," tulis Shah.

Contohnya adalah Apple. Perusahaan Amerika Serikat (AS) itu berpotensi mengalami banyak tekanan karena banyak perusahaan pemasok bagian-bagian ponsel iPhone berada di China. Perusahaan bahkan telah memperingatkan potensi hantaman dari virus corona di laporan triwulanan terbarunya. Berita mengenai wabah coronavirus menyeret indeks saham AS keluar dari rekor tertinggi mereka. Meski begitu, berbagai aset masih diperdagangkan di harga yang layak meski ada banyak kekacauan akibat coronavirus, tulis Shah.

"(Namun) jika gangguan bertahan lebih tahan lama, dampaknya dapat tercermin dalam harga saham," tambahnya.

Selain itu, wabah coronavirus telah menghantam ekonomi terbesar kedua di dunia, yang dampaknya bisa mempengaruhi pertumbuhan domestik, yang akan menghambat pertumbuhan global pada akhirnya.

Sebelumnya pada Rabu, JP Morgan telah menurunkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) setahun penuh untuk China. Penyebabnya adalah akibat guncangan di sisi permintaan karena terdampak virus corona asal Wuhan.

"Jika besarnya dan durasi goncangan virus corona lebih besar dan lebih persisten, maka dasar untuk prakiraan ekonomi 2020 yang positif akan tersingkirkan," tulis Shah.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular