Virus Corona & Data Ekonomi AS Bikin Harga Emas Dunia Loyo

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 February 2020 10:52
Kala virus corona masih menggila, data ekonomi AS yang bagus jadi ganjalan buat naiknya harga emas
Foto: Emas Batangan di toko Degussa di Singapur, 16 Juni 2017 (REUTERS/Edgar Su)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia pagi ini ditransaksikan di level lebih rendah dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin. Walau virus corona masih terus menelan korban, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang bagus dan dolar yang perkasa jadi sentimen yang memberatkan si logam mulia.

Virus corona memang masih menghantui pasar. Rilis data terbaru oleh John Hopkins University CSSE menunjukkan jumlah orang yang terjangkiti virus ini masih bertambah. Menurut data tersebut saat ini sudah 565 meninggal, dari 28.149 kasus yang dilaporkan di 28 negara.

Kasus terbanyak diaporkan dari China yang mencapai 27.907 dan sebanyak 242 kasus lainnya dilaporkan di berbagai negara di luar China. Jumlah korban meninggal pun semakin bertambah.

Sebanyak 565 orang dinyatakan meninggal dunia akibat virus ini. Dua kasus kematian di luar China juga dilaporkan. Satu kasus kematian dilaporkan di Hong Kong dan satu kasus kematian lain dilaporkan di Filipina.

Kasus virus corona sempat membuat harga emas melesat. Pasalnya dampak meluasnya virus corona ini akan memukul perekonomian China.

Analis dari Goldman Sachs memprediksikan ekonomi Negeri Panda akan terpangkas 0,4 persen poin akibat kasus ini. Berbeda dengan Goldman, S&P Global memperkirakan dampaknya bisa lebih besar. Pertumbuhan PDB China dapat terpangkas hingga 1,2 persen poin.

Seperti diketahui bersama, China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Ekonomi China dan ekonomi global memiliki hubungan yang erat melalui berbagai aktivitas seperti perdagangan dan investasi. Bisa dibayangkan kalau China sebagai pusat manufaktur global terpukul ekonominya, maka dampaknya bisa terasa ke perekonomian global.

Kala perekonomian global sedang tidak baik-baik saja, emas sebagai aset minim risiko banyak diburu. Alhasil harganya ikut terkerek naik. Namun walau virus corona masih belum bisa benar-benar 'dijinakkan' dan masih terus memakan korban, harga emas bukannya menguat malah melorot.

Sempat ada berita bahwa obat untuk virus corona telah ditemukan. Reuters melaporkan seorang peneliti di Zhejiang University telah menemukan obat yang efektif untuk melawan virus ini. Namun kabar ini langsung dibantah oleh WHO. 

"Tidak ada terapi efektif yang diketahui terhadap 2019-nCoV (virus) ini dan WHO merekomendasikan pendaftaran ke dalam uji coba terkontrol secara acak untuk menguji kemanjuran dan keamanan." kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic. Bagaimanapun juga mengembangkan obat itu membutuhkan waktu yang lama dan bertahun-tahun.

Walau dibantah oleh WHO, kabar tersebut sempat membuat optimisme muncul dan risk appetite kembali. Sentimen lain yang cukup memberatkan harga emas untuk kembali merangkak naik adalah rilis data ekonomi AS. Rilis data ekonomi negeri Paman Sam yang terbilang oke, menjadi sentimen pengganjal naiknya harga emas.

[Gambas:Video CNBC]



Pagi ini Kamis (6/2/2020), harga emas di pasar spot turun 0,15% ke level US$ 1.554,35/troy ons. Padahal kemarin si logam mulia ini mencatatkan penguatan harga dan ditutup di level US$ 1.556,4/troy ons.

Kemarin, rilis data ekonomi AS bisa dikatakan mengejutkan. Pasalnya beberapa data perekonomian penting AS menunjukkan tanda-tanda yang positif dan berhasil melampaui polling yang dihimpun Trading Economics.

Pertama datang dari angka PMI komposit bulan Januari versi Markit yang berada di 53,3. Angka tersebut lebih tinggi dari bulan sebelumnya (52,7) dan perkiraan analis (53,1).

Hal yang sama juga terjadi untuk angka PMI sektor jasa AS versi Markit yang menunjukkan angka 53,4 jauh melebihi bulan sebelumnya (52,8) dan konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics (53,2).

Untuk angka PMI non-manufaktur AS bulan Januari versi ISM juga mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya (55,5 vs 54,9) dan berhasil melampaui konsensus (55,5 vs 55).

Beralih ke sektor tenaga kerja, pada bulan lalu secara mengejutkan sektor swasta menyerap tenaga kerja hingga 291 ribu orang. Padahal bulan sebelumnya hanya 199 ribu orang dan konsensus hanya memperkirakan serapan tenaga kerja Januari hanya 156 ribu saja.

Data-data ekonomi AS yang membaik itu juga dibarengi dengan dolar AS yang terus menguat. Hal ini tercermin dari indeks dolar yang terus naik. Indeks dolar merupakan suatu indeks yang mengukur keperkasaan dolar AS di hadapan enam mata uang lainnya.

Indeks dolar saat ini berada di posisi tertingginya sejak 29 November 2019. Penguatan dolar AS membuat harga emas menjadi makin mahal untuk pemegang mata uang lain. Sentimen ini lah yang pada akhirnya membuat harga emas semakin menjauhi level psikologis US$ 1.600/troy ons. 



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular